CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Rabu, 27 Mei 2009

DIMANA CAHAYA? : Catatan Ketika Sedang Mumet

" Mengadopsi Cahaya "
ilustrasi oleh: sendiri aja



MENCARI CAHAYA



Pada malam kita menyalakan matahari
Kemuning tosca panasnya malah menggigil
Tanpa sadar kita selalu membohongi hati sendiri
Padahal hangat pun tak ada secuil

Ketika siang kita berpeluh menghadirkan cahaya bulan
Temaram yang (katanya) bisa menciptakan impian
Lalu kita menghibur-hibur saja pada kebodohan
Padahal itu (senantiasa) berulang-ulang

Iya..iya.. ada baiknya mulai esok (agar tak lupa)
Koran-koran kita baca judul-judulnya saja
Cukup sudah ditempat ini kita pasti akan terlihat pintar
Ada alasan pula untuk mentertawakan kawan,

Jatinangor, 26 Mei 2009



*******

AKHIR bulan Mei 2009 ini bagi saya sungguhlah memusingkan. Beberapa hal harus dipikirkan dan diputuskan. Tidak main-main tentunya karena ada yang menyangkut hajat orang lain. Tentu tidak baik untuk beridealis dengan egoisme, rasa timbang nurani harus kita jaga. Permasalahannya bisa beranjak kemudian menyentuh level komplikasi. Hhmmm.. aneh juga bahasa yang saya gunakan, hehe..

Beberapa waktu lalu saya ‘dituduh’ sebagai seorang ahli nujum. Dikira bisa berfirman tentang masa depan bagai Tuhan saja. Terpaksa saya sok tahu bercerita tentang rahasia langit yang berkaitan dengannya diwaktu nanti. Baiklah, tak apa.. Saya menurut obrolan mengalir saja bagaimana kawan bisa senang dan saya tidak rugi untuk sekedar bermain peran. Ternyata susah juga untuk meyakinkan orang yang berharap banyak.. hahaha.. Mungkin saya yang tidak punya bakat berteatrikal atau kawan itu memang terlalu pintar. Semacam penganut paham materialistik. Jadi, sebenarnya saya seperti orang bodoh saja jadinya. Dipermainkan atau diuji tingkat kecerdasan, bagi saya keduanya adalah berarti memusingkan.

Beberapa rencana saya kedepan saat ini susah dicarikan jalan keluar. Kemampuan terbatas dan kebingungan membuat saya jadi mutar-mutar ditempat. Ah.. baiklah, ditunggu saja dulu beberapa waktu. Toh, biasanya ada yang disebut dengan ‘keajaiban’. Saat manusia terjebak pada ikhtiar akhir maka insya Allah selalu ada jalan keluar.

Pukul 02.04 pagi dua batang rokok telah punah dan saya sudah ngantuk. Kerjakan saja apa yang harus dikerjakan esok. Mungkin ada inspirasi mengalir disitu.



Jatinangor, tanggal yang sama dengan puisi diatas





--------ooOoo--------

Rabu, 13 Mei 2009

BENDA BERSEJARAH : Catatan Tentang Para Penyimpan Kenangan

" Cincin Kenangan "
ilustrasi oleh: hasil browsing di google.com saja



KURATOR


- Dalam jalinan kenangan itu biasanya ada penanda
yang berbentuk benda. Benda itu punya ikatan
dengan peristiwa yang mengesankan. Saya yakin,
tidak semua orang akan begitu mudah mengakui dengan
kejujuran yang begitu tinggi bahwa ia masih menyimpan
barang kenangannya. Apalagi kalau kenangan itu
adalah sesuatu yang sangat pribadi ..

PADA siang yang cukup ‘dingin’. “Setiap orang sebenarnya adalah kurator, walaupun orang tersebut bisa jadi tidak menyadarinya..”, mantap kata-kata itu terceplos dari bibir saya. Ini mencoba untuk ‘menghibur’ seorang (atau beberapa orang) kawan yang sedang sibuk mencaci-maki para penilai seni. Dimana saat ini (menurut kawan-kawan saya) sebuah hasil karya itu menjadi sangat bernilai tapi tidak dilihat dari sebuah sudut idealisme fungsi dan isi. Tapi lebih kepada nilai makna yang disandarkan pada usia karya, sejarah yang melatarbelakangi lahirnya karya, dan siapa yang melahirkannya. Bukan kepada sebuah arti fungsi dan isi semata. Untuk itulah, jika anda ingin karya anda bernilai tinggi maka tunggulah itu sekitar 150 atau 200 tahun lagi. Saat itulah karya anda akan dipandang bernilai karena (paling tidak) usianya yang sudah uzur. Bisa jadi pula, anda yang menciptakan karya tersebut sudah tidak ada lagi dialam fana ini. Realitanya memang demikian adanya dan kawan-kawan saya itu sangat menentangnya.

Saya bukanlah orang cerdas dan mengetahui segala istilah-istilah aneh (semua orang juga sudah tahu..). Jadi iseng-iseng saya mencoba browsing di google.com, mencoba mencari tahu lebih jauh tentang apa itu kurator. Hasilnya (walaupun saya hanya membaca sekilas-sekilas) adalah istilah itu tidak pernah jauh dari seni dan benda ‘purbakala’. Bermacam penafsiran orang tentang arti kurator. Namun semuanya kemudian bermuara pada bahwa orang yang hobi menyimpan dan memberinya nilai. Istilah gampangnya mungkin; kolektor. Tapi (maap), tentu berbeda dengan debt collector. Yang rata-rata disimpan itu adalah sebuah atau sesuatu yang dipandang bernilai seni tinggi, baik dari sudut pandang pribadi ataupun kolektif. Jadilah kemudian istilah kurator sering disangkutpautkan dengan barang-barang seni. Cukup sudah..

*******

Seorang kawan, pada suatu hari meminta saya membuatkan sebuah video yang berbahankan kumpulan photo-photo kekasihnya. Ceritanya mereka sudah tidak berhubungan lagi dan kawan saya ini ingin membuatkan kenang-kenangan buat mantannya itu. Iseng-iseng saya bertanya, “Setelah klip ini jadi, photo-photonya mau dikemanain? Di hapus aja..?”.

Oh.. jangan, biarin aja.. mau disimpan jadi kenang-kenangan juga. Yah, untuk sekedar pengingat.. hehe..”. Sedikit malu kawan saya itu nyengir kuda. Jadi aneh karena padahal menurut saya sih nggak perlu malu segala. Soalnya hal seperti itu bagi saya bukanlah sesuatu yang aneh.

Saya kemudian teringat, dulu saya sering menyimpan benda-benda kecil yang saya dapat dari pacar saya. Kadang-kadang pacar saya dulu suka bercanda dengan melempar saya pakai karet gelang atau jepitan rambut. Benda itu kemudian saya ambil saja dan bawa pulang kerumah. Sampai saya putus dengan pacar, benda-benda ‘sampah’ itu masih saya simpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Ada semacam kekuatan gaib (mungkin saya sebut historis subjektif..) yang membuat saya merasa harus menyimpannya. Entahlah, tapi saya (waktu itu) tak punya kuasa untuk membuangnya begitu saja.

Semua orang pasti pernah mengalami hal yang manis dalam hidupnya. Sebuah rangkaian peristiwa yang akan selalu diingat dan dikenang selama hayat dikandung badan dan selama otak masih normal. Dalam jalinan kenangan itu biasanya ada penanda yang berbentuk benda. Benda itu punya ikatan dengan peristiwa yang mengesankan. Saya yakin, tidak semua orang akan begitu mudah mengakui dengan kejujuran yang begitu tinggi bahwa ia masih menyimpan barang kenangannya. Apalagi kalau kenangan itu adalah sesuatu yang sangat pribadi. Semacam memori kisah cinta saya yang kandas itu (owh.. sedihnya..). Sifat ego manusia memang membuat manusia lebih senang berbohong.

Yah.. manusia memang kumpulan makhluk kurator. Terserah, apakah anda akan mengakuinya atau tidak. Sepakat atau tidak. Namun selama anda masih suka (malu-malu) menyimpan segala benda ‘bersejarah’ yang terkait dengan perjalanan hidup anda (entah bersama siapa atau menyangkut siapa), maka anda tetaplah seorang kurator. Saya pun yakin, kawan-kawan penentang kurator itu pun adalah para kurator juga. Sebab saya yakin mereka pasti menyimpan sesuatu yang berasal dari masa lalunya dan dianggap penuh ‘nilai’. Mungkin juga saat ini kita semua sedang memegang sesuatu yang besok lusa akan menjadi barang bernilai bagi diri kita. Tentu orang lain akan menganggap itu ‘sampah’. Tapi buat kita itu sarat dengan makna yang dalam, sebab ikatan emosionalnya adalah dengan diri kita sendiri dan bukan dengan orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan ‘alur’ cerita kita.

Teknologi handphone saat ini juga telah memfasilitasi sifat kekuratoran kita. Lihatlah berapa banyak diantara kita yang sangat hobi menyimpan SMS dari orang yang menurutnya begitu spesial. Hingga ia malah sampai membuatkan folder khusus buat menyimpannya di HP. Walauapun isi SMS-nya terkadang bukanlah sesuatu yang penting untuk disimpan tapi tetap dianggap berharga bagai sebuah prasasti mahakarya dari zaman Majapahit. Semisal; “gi dimn..?”. atau “maap, aq gi bLajar..”, atau “mksih ya td udh dibantuin”, atau “td nLp? Maaf ga kdengeran, da pa ya?”, atau “emangnya siapa aja yang mau nonton”, atau “aduh maap ya aq gi sibuk..”, atau “ga taw..”, atau “gi dirmh, ngantuk..”, atau “apaan sih, males ah..”.

Yah (sekali lagi).. kita semua adalah kurator, tapi kita cukup malu untuk mengakuinya.


Jatinangor, 13 Mei 2009




-------------oOo-------------