CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Rabu, 15 Juli 2009

MENCOBA BERTAHAN : Catatan Tentang Seorang Kawan Di Jogja

" Pendar Batas Matahari "
ilustrasi oleh : hasil browsing dari google.com saja




MENJABAT LIDAH MATAHARI



- Mase bukanlah orang Jogja asli, tapi yang pasti dia orang Indonesia bersuku Jawa tulen. Temanggung merupakan kampung halamannya. Sebuah daerah yang katanya merupakan salah satu daerah pertanian dan penghasil tembakau yang bagus di pulau Jawa dan Indonesia ..

SEORANG kawan saya di Jogja (saya biasa memanggilnya ‘Mase’) sedang gundah gulana. Bukan bersedih dalam arti kata sebenarnya, tapi lebih kepada bingung yang membuat linglung. Hhmmm.. sebuah peristiwa yang biasa tentunya, tapi arti lebihnya ada pada sebab musababnya. Beberapa hari terakhir ini Mase mengirimi saya SMS dengan intensitas yang lebih tinggi daripada biasanya. Mau melakukan apapun juga ngasih tahu, mirip sama perilaku orang yang sedang pacaran dengan gaya kekinian. Tapi jelas yang membedakan itu adalah isi SMS-nya, dimana aura kegamangan dan ‘kesal’ (entah kepada siapa..) sangat kontras terbaca pada tiap kata yang ada dalam Short Messaging Service-nya.

Saya paham, kawan saya Mase sedang butuh pendapat atau sekedar statement ringan tentang apa yang sedang dan akan dia jalankan pada hari-hari melakoni kehidupannya. Tapi saya bukanlah seorang psikiater ataupun orang bijak semacam Ustadz atau Pendeta yang bisa memberikan wejangan-wejangan yang mencerahkan hati dan jiwa seseorang. Namun sebagai kawan tentu saja saya harus memberikan pendapat. Yah.. hitung-hitung empati dengan kondisi kawan, walau tidak bisa sepenuhnya memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuan dan keterbatasan saya adalah kendalanya.

Mase bukanlah orang Jogja asli, tapi yang pasti dia orang Indonesia bersuku Jawa tulen. Temanggung merupakan kampung halamannya. Sebuah daerah yang katanya merupakan salah satu daerah pertanian dan penghasil tembakau yang bagus di pulau Jawa dan Indonesia. Saya mengenalnya ketika ia masih di Bandung. Mase merupakan alumni STISI (atau STSI ya..) jurusan semacam gambar-gambar (saya lupa lagi namanya..). Dulu kami masih sama-sama magang di koran Pikiran Rakyat Bandung, tepatnya dibagian Promo Event Marketingnya PR. Mase dalam penglihatan saya adalah ‘makhluk’ yang sangat struggle dan begitu survive mengarungi hidup. Ramah dan ceplas ceplos adalah pribadi kesehariannya. Jadi saya agak heran juga ketika tiba-tiba ia berkeluh kesah. Sesuatu yang jarang sekali dia lakukan. Kalau sekedar curhat tentang cewek sih .. sering juga hehehe ..

Menjalani hidup jelas penuh dengan pilihan. Mau ke kiri, ke kanan, atau jalan di tempat sampai mundur pun terserah kita. Mengambil sebuah pilihan semua orang pasti sering melakukan. Namun tidak banyak yang bisa setia dengan pilihannya itu. Menyerah atau mengubah pilihan adalah hal yang dilakukan kemudian. Tapi bagi saya, menyerah atau mengubah pilihan itu sama saja, yah sama-sama mundur dari pilihan sebelumnya. Memang kita tidak bisa langsung menghakimi bahwa mundur atau merubah choice itu selamanya akan berarti kalah takluk. Kondisi dan alasan kita mengambil keputusan tetaplah merupakan parameter penilaiannya. Sebab jika kita tetap saja ngotot melakukan pilihan yang sebenarnya tidak relevan dengan keadaan secara umum, maka itu disebut cenderung bego atau sia-sia saja.

Sebuah alur waktu yang kita isi dengan aktivitas adalah rangkaian uji coba bagi tiap-tiap manusia di muka bumi ini. Tidak melulu menyenangkan. Terkadang penuh tantangan berbaur suka dan duka cita adalah warna warni yang membuat kita menjadi manusia. Karakter seseorang yang penuh survive jelas dibutuhkan. Tidak begitu saja menyerah dan berkata, “Saya berhenti .. udah nggak kuat lagi ..”. Berarti kita telah menjadi seorang looser atau pecundang.

Saya bukanlah orang yang tabah. Terkadang juga saya cengeng (apalagi jika mengingat ia yang telah berlalu .. hehe ..). Untuk itu saya senantiasa meneguhkan hati dan mencoba mengambil setiap pengalaman sebagai materi ajar yang penuh makna. Dengan begitu saya akan senantiasa mencoba untuk ber-positive thinking (entah sudah berapa kali saya mengucapkan kalimat ini..). Yah .. saat manusia telah mengambil sebuah keputusan maka saat itu ia sedang berjabat tangan dengan lidah matahari untuk deal or no deal. Panas dan debu adalah konsekuensinya. Tapi itu bukanlah tujuannya, itu cuma ada diproses. Hasil akhir adalah apa yang disebut angin sepoi-sepoi. Mudah-mudahan.. Mari kita sama-sama berharap, berjuang, dan berdoa.. Sip, Maseeeeee .. :)




Bandung, 15 Juli 2009





-------ooOoo-------

Rabu, 08 Juli 2009

MEMUPUK HARAPAN : Catatan Tentang Cita - Cita

" Menantang Matahari "
ilustrasi oleh : sendiri aja walau dibantu si adobe



KISAH KLOSET UNTUK MASA DEPAN


" Jangan gantung cita-citamu di langit, terlalu jauh.. Tapi gantunglah harapanmu itu di langit-langit kamarmu saja. Paling tidak kamu bisa melihatnya setiap kali kamu akan tidur dan ketika kamu bangun esok harinya.. Dengan cara itu kamu akan selalu ingat jika kamu saat ini masih punya cita-cita.. " ('Wahyu yang turun' saat nongkrong di Gerbang Unpad - Jatinangor)

SEORANG kawan saya sangat ‘terobsesi’ untuk menjadi seorang pemain musik. Untuk itulah (menurut si empunya cerita) sejak masih SMA ia beberapa kali bergabung atau membentuk grup musik. Yah, semacam kelompok band kecil-kecilan. Semua mesti punya awal dulu. Seperti makhluk hidup, dari kecil kemudian terus tumbuh besar. Semacam penemuan benda elektronik, dari yang sederhana dulu lalu disempurnakan dan terus mengalami inovasi. Bagai menggali sumur atau kolam, dangkal dulu kemudian dalam atau luas.

Memupuk cita-cita memang mesti sabar sebab nilai perjuangannya terletak dihal yang ada disitu. Masalah tercapai atau tidak bukanlah menjadi akhir segalanya. Alur hidup hakikatnya adalah proses perjalanan dan bukan semata-mata hanya hasil akhir yang singkat. Namun, tentu saja sebuah pencapaian target tetaplah diusahakan maksimal. Cita-cita yang didapat akan memberikan kita pemahaman dan pengalaman juga sebagai petunjuk buat kita sendiri maupun manusia lainnya dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan selanjutnya.

Saat masih SD saya berkhayal menjadi seorang polisi. Wow.. cita-cita yang amat standar untuk ukuran seorang anak ingusan. Terbayang saya begitu gagah berbalut seragam pelindung masyarakat dengan borgol dan pistol dipinggang. Khalayan itu saya pupuk agar menjadi cita-cita sampai SMP. Caranya? Saya masuk menjadi anggota pramuka sampai kelas 3 SMP. Ketika di SMA cita-cita menjadi polisi sudah saya lupakan. Bukan karena saya mendapat cita-cita yang lain, tapi lebih karena pekerjaan sebagai polisi sudah tidak menarik minat saya lagi. Apalagi setelah saya tahu kalau tidak semua polisi bisa punya pistol. Paling juga pentungan. Ah.. kalau cuma sebuah alat pemukul kayu saja sih hansip juga punya.

Menjalani masa SMA saya nyaris tanpa cita-cita. Mengalir saja dengan rutinitas pulang pergi sekolah dan bermain. Menjadi apa nanti? Besok saja dipikirkan, saya waktu itu cuma mau sekolah. Sudah itu saja.. Tapi tidak sesederhana itu menurut ibu saya. Orang sekolah harus menjadi sesuatu ketika besar dan dewasa nanti. Tidak cukup hanya dengan menjadi seperti sekarang ini. Semua harus berubah menjadi lebih baik dan hebat. Paling tidak, nanti bisa menghidupi diri sendiri dan keluarga. Yaph.. selepas SMA saya menganggur. Tidak ada biaya buat kuliah, ibu belum sanggup setelah bapak meninggal saat saya kelas 3 SMA. Coba melamar sekolah di ikatan dinas pemerintah (ibu sangat menginginkan saya menjadi seorang pegawai negeri), tidak diterima ya menganggur lagi hehehe ..

Dua tahun menganggur tentu tidaklah baik buat otak dan masa depan. Sebenarnya tidak nganggur-nganggur amat sih, ada juga sedikit pekerjaan serabutan. Cukuplah buat beli-beli rokok dan permen hehe.. tapi itu bukanlah pilihan yang baik. Kalau ada kesempatan yang lebih lagi kenapa tidak? Yah, seorang kawan saya dulu waktu SMA pulang liburan dari Jogja. Dia kuliah di kota pelajar itu. Banyak cerita dan saya tertarik. Rayu-rayu ibu dan akhirnya dengan modal pas-pasan saya ikut berangkat ke Jogja. Tidak lama saya sekolah di tanah para Sultan Jawa ini. Cukup 2 semester saja dan setelah itu ibu tidak kuat lagi membiayai. Solusinya? Angkat kaki dan pulang kembali kekampung. Cita-cita untuk sementara ditunda dulu.

Tahun berikutnya saudara di Bogor kasih kabar kerumah. Saya disuruh berangkat lagi ke Jawa (Barat). Cari pengalaman katanya, diam dirumah bikin kelakuan jadi ‘kurang baik’. Oke.. berangkat dan jadilah saya warga Jawa Barat. Alur hidup mengantar saya kemudian ke Bandung. Tujuan ikut teman untuk kerja tapi malah masuk kuliah lagi disalah satu perguruan tinggi negeri di kota kembang ini. Wah.. cerita ini sebenarnya panjang sekali karena ini menyangkut ‘lobi-lobi tingkat tinggi’ ke kampung dengan berbagai kisah lainnya.. haha.. Namun tidak saya ceritakan disini karena saya malas menulis terlalu panjang. Cukup poin pentingnya saja hehe ..

Saat ini saya masih mencari cita-cita yang entah saya sendiri tidak tahu pengin jadi apa. Berbagai pengalaman hidup telah membuat saya merubah cita-cita saya ratusan kali. Sekarang ini jadi presiden mungkin besok ingin jadi pedagang gorengan. Macam-macamlah, saya sendiri juga bingung dan ibu saya ngomel-ngomel. Sejujurnya, sampai tulisan ini saya buat saya belum mendapat pekerjaan tetap. Pekerjaan tetap yang saya maksud adalah sebuah pekerjaan yang punya jam kerja tetap, aktifitas yang dikerjakan tetap, dan gaji tetap dengan tanggal penerimaan yang tetap juga. Setelah lulus kuliah saya malah jadi buruh lepas. Mengerjakan apa saja yang ‘menyenangkan’ dan terkadang mengerjakannya ‘terpaksa’ karena kebutuhan hehehe ..

Melanjutkan kuliah ketingkat yang lebih tinggi dan mendapat penghasilan tetap yang lebih dari cukup adalah cita-cita saya saat ini. Selain itu saya juga ingin meneruskan hobi saya untuk berbagi pengalaman dan ilmu dengan seluruh manusia yang memerlukannya. Tentu saja yang gampang saya jangkau keberadaannya. Saya masih percaya dengan kalimat, “Manusia terbaik adalah manusia yang dalam hidupnya paling banyak manfaatnya bagi orang lain dan manusia terburuk adalah yang dalam hidupnya hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri..”.

Entahlah.. apakah itu benar atau tidak, karena saya kadang-kadang memang sok pintar dan sok tahu. Yang pasti saat ini saya telah bisa membedakan antara cita-cita atau harapan, dan mimpi atau khayalan. Tapi alhamdulillah, sebagai buruh lepas sampai saat ini saya baik-baik saja, walau ibu saya masih saja khawatir setiap kali saya telepon ke kampung. Kapan dapat kerja katanya? Biar cepat nikah dan bisa terus kuliah lebih tinggi.. hohoho… tentu maksud ibu saya adalah pekerjaan tetap seperti pegawai negeri. Maap bu, tapi insya Allah suatu saat nanti.. saya masih membulatkan niat untuk cita-cita saya yang saat ini sudah ada dikepala.



Bandung, 8 Juli 2009
diposting ketika sedang sembunyi karena malas mencontreng pada pilpres 2009





-----ooOoo-----