CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Senin, 26 April 2010

CISURUPAN dan CIKAJANG : Catatan Tentang Jalan - Jalan Ke Garut

" Pemuda Cisurupan "
ilustrasi oleh: dari album photo Facebook-nya Iwan 'Baron'



CISURUPAN DAN CIKAJANG


- Setelah melewati simpang pertama Tarogong saat masuk kota, maka jangan lurus kearah simpang lima tapi dipertigaan ambil jalur belok kanan. Bukan sekelas jalan negara atau jalan provinsi tapi cukup bagus untuk sebuah jalan kecamatan sebagai jalan alernatif. Lalu lintas cukup ramai membuat anda harus rada hati-hati. Apalagi anak muda Garut punya kebiasaan ‘aneh’ pakai motor kebut-kebutan gak jelas tanpa alasan yang pasti .. -

NAMANYA cukup ‘rasis’. Kenapa saya sebut rasis? Sebab dari namanya sangat mencerminkan dari suku mana ia berasal. Sama seperti kita mendengar nama Situmorang, Joko, Ketut, ataupun Buyung. Sebagian besar orang akan tahu si pemilik nama tersebut mengalir darah dari keturunan daerah mana. Baiklah, nama kawan saya itu adalah Ajang D. Hermawan dan dia lebih suka dipanggil Azar ketimbang Jajang. Saya dulu tidak begitu memperhatikan nama tengahnya, ternyata soul of self darahnya ada disitu. Dindin, semua orang akan bisa menebak kalo si kawan saya itu keturunan Sunda. Ya, dia orang Garut. Tepatnya dari daerah Cisurupan yang terletak di selatan kota dodol.

Celoteh ngalor ngidul ini tidak akan ‘bersenandung’ tentang kawan saya yang punya bakat hebat bermain gitar itu, tapi saya ingin menulis tentang kisah apa yang saya ‘saksikan’ sebagai pengalaman saya sering main ke daerah kawan saya itu. Jika anda datang dari arah Bandung, maka jalur yang lebih cepat untuk sampai di Cisurupan adalah lewat Samarang (bukan Semarang di Jawa Tengah, karena itu mah gak nyambung brow..) dan bukan melewati jalur tengah kota Garut. Setelah melewati simpang pertama Tarogong saat masuk kota, maka jangan lurus kearah simpang lima tapi dipertigaan ambil jalur belok kanan. Bukan sekelas jalan negara atau jalan provinsi tapi cukup bagus untuk sebuah jalan kecamatan sebagai jalan alernatif. Lalu lintas cukup ramai membuat anda harus rada hati-hati. Apalagi anak muda Garut punya kebiasaan ‘aneh’ pakai motor kebut-kebutan gak jelas tanpa alasan yang pasti.

Perjalanan melewati Samarang ini saya perkirakan memakan waktu sekitar 30 menit kurang lebih, sebab saya tidak pernah menghitung secara pasti waktu tempuh selama saya sering melewati jalur tersebut. Pemandangan cenderung standar, paling juga ada disebelah kanan dengan latar belakang gunung Guntur dan Papandayan dikejauhan. Setelah melewati pertigaan Bayongbong yang merupakan pertemuan jalan utama dari arah kota Garut dan jalur Samarang itu, berarti sebentar lagi anda sudah masuk daerah Cisurupan. Anda harus tetap berhati-hati, kebiasaan kebut-kebutan disepanjang jalan masih kental dan terkadang ekstrim (seperti tidak memakai lampu dimalam hari dan ini saya menduga mereka punya mata setajam mata domba aduan yang bisa melihat dalam gelap.. hahaa..).

Disebelah kiri adalah sebuah sungai dengan panorama gunung Cikurai dikejauhan. Hamparan sawah yang bernuansa khas akan memanjakan mata anda. Bolehlah sekedar berphoto ria dipinggir jalan sebagai kenang-kenangan. Saya sebenarnya lebih tertarik untuk menceritakan tentang Cikajang. Yah.. salah satu daerah perkebunan teh di daerah selatan Garut. Dari rumah kawan saya di Cisurupan mungkin sekitar 20 menit juga anda telah sampai di Cikajang. Jalanan berkelok-kelok yang cukup bagus dengan iklim yang relatif dingin. Kecepatan yang pas menurut saya adalah tidak lebih dari 60 km/jam saja atau 40 km/jam cukuplah. Jalur cenderung menanjak tipis hampir tidak terasa. Baiklah, pemandangan sudah bagus sekali di Cikajang.

Hamparan kebun teh dengan latar belakang perbukitan adalah setting yang menarik. Pilihlah salah satu tempat (warung-warung pinggir jalan) sebagai tempat anda duduk-duduk menikmati kopi panas atau sekedar makan-makan. Sayang sekali, daerah ini belum tergarap serius untuk dijadikan tempat wisata alam seperti halnya daerah Lembang (Bandung) atau Puncak (Bogor). Padahal jika digarap maksimal, maka akan memberi kemajuan yang baik buat masyarakat. Mungkin para tuan pemerintah kita masih sibuk dengan urusan-urusan yang lebih penting, hingga daerah ini belum masuk hitungan untuk dikembangkan maksimal. Berdoa saja mudah-mudahan tidak lama lagi bisa masuk hitungan. Sekedar saya tambahkan sedikit, jika anda terus melaju maka nanti anda akan sampai di pantai Pameungpeuk di selatan. Itu saya belum pernah melakukannya, jadi saya tidak bisa menceritakan apapun tentang jalur ke Pameungpeuk.

Itulah sekedar cerita ringan dan ringkas saya tentang Cisurupan dan Cikajang. Mungkin anda punya cerita yang lebih menarik untuk kiranya bisa anda kisahkan dengan lebih baik maka marilah berbagi. Saya mah segitu aja dulu, nanti kapan-kapan insya Allah saya akan menceritakan Cisurupan atau Cikajang plus Pameungpeuk serta daerah-daerah lainnya secara lebih detail. Mudah-mudahan ada waktu dan kesempatan, amin .. Wassalam juragan .. hehee ..




Bandung, 26 April 2010







-------ooOoo-------

Rabu, 14 April 2010

PUISI : Tentang Sebuah Roman Senja

" Sehabis Hujan Pada Suatu Senja "
ilustrasi oleh: hasil jepretan Ahmad aka. Amed pake kamera HP



HARI INI DAN ESOKMU .. BUKAN KEMARIN, SAYANG ..
Kepada: SS dan senja di perbatasan


Di kota ini gerimis masih setia menemani ujung musim
Lewat sekelumit angin senja ku sapa seraut wajah yang berkisah
Tentang matahari sebelum hari ini atau tentang hujan yang dulu
Lalu mendengarmu bercerita aku seperti masuk ruang waktu
Bahwa epilogmu telah menghidupkan kembali romansa yang layu
Aku ingat .. aku ingat .. karena aku pun disini setelah ada masa lalu

Matahari hari ini adalah matahari yang membakarmu dulu
Bulan malam ini adalah bulan yang kau pandangi dulu
Angin pagi dan udara senja adalah angin dan udara yang membawamu
(dulu melintasi banyak dimensi yang membesarkan asa)
Semua yang hadir saat ini adalah buah persenggamaan kenangan
Sebuah ingatan tentang ribuan perjalanan
Yang fana namun terkadang mengekalkan titik nadir
(dan keluhan adalah keniscayaan manusia)

Dijalanmu telah kau toreh jejak-jejak pendewasaan yang agung
Setajam belati seharum bunga sekeras cadas atau selembut air
Detik-detik yang mengajarkan duka dan bahagia dalam ragam warna
Jika manusia adalah musafir takdir maka bolehlah kita berdoa
.. Tuhan .. jangan Kau kurangi sedikitpun segala bebanku yang ada,
tapi kuatkanlah pundak dan kakiku untuk bisa membawa semua beban itu ..

Hari ini aku menawarkan matahari untuk menghangatkanmu
Malam nanti aku akan menyalakan bulan agar tiada gelapmu
Berjalanlah .. melangkahlah jika matamu masih kau buka untuk dunia
(cahaya ini untuk saling memberi arah)
Sebab hidup adalah saat ini dan esok yang menanti
Bukan kisah kemarin yang telah berlalu menjadi usang
(walau memang tak pernah ada yang sia-sia untuk setiap jejak sejarah)
Dan catatan langit itu tidak akan berhenti hanya pada satu episode saja

Jika setiap harapan adalah air maka biarkan ia terus mengalir pasti
Itu akan membuatnya jauh lebih berarti
Daripada ia harus kering percuma dan hilang dijalan,



Bandung, 11 April 2010











-------ooOoo-------

Sabtu, 03 April 2010

MEMPREDIKSI ANGKA : Catatan Tentang Nilai dan Penilaian

" Santiago Bernabeu "
ilustrasi oleh: dari browsing di google.com saja



MENDULANG TIGA ANGKA


- Realistis yang paling ‘sakit’ sebenarnya adalah diangka satu, karena tentu tidak ada yang bercita-cita kalah alias nol. Walaupun pada sebuah permainan dan ‘permainan’ akhirnya akan ada pemenang dan pecundang, tapi kalau dari awal sudah seperti berharap kalah ya buat apa ikut kompetisi. Mending tidur atau jadi penonton saja .. hehee .. -

BULAN-bulan ini adalah masa semua yang berbau dan berafiliasi dengan sepak bola ‘dinikmati’ dengan begitu gempita. Dari pembicaraan dikamar-kamar kostan sampai iklan media massa. Lihatlah kompetisi Liga Super Indonesia dengan berbagai warnanya, termasuk masalah supporter dan kasus rasisme baru-baru ini yang menimpa striker Persib Christian Gonzales. Lalu tim-tim besar yang tumbang di Liga Champion dan persiapan para tim negara untuk mengikuti Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Negara yang tidak lolos sebagai kontestan cukuplah sebagai komentator dan penonton saja. Cukup adil daripada hanya menjadi pendukung tidak jelas sebab butuh peran yang bisa ‘menasionalisasikan’ jiwa dan perasaan untuk mendukung negara lain yang tidak ada hubungan darah atau ideologi kebangsaan. Cukup rumit jadinya, walaupun sebenarnya nggak juga.

Setiap sisi hidup ini biasanya dimaknai dan ditandai dengan angka. Semua manusia menyukai angka yang disesuaikan dengan keinginan masing-masing dan disebut dengan angka keberuntungan atau hoki. Selain dalam ilmu astronomi atau perbintangan, maka sepak bola termasuk juga yang menggunakan angka-angka dan angka yang sangat digemari adalah angka 3 (tiga). Bukan cuma sekedar digemari tapi dijadikan harapan dan perjuangan sebagai tujuan akhir tiap permainan. Perhitungan poin dalam kompetisi liga menggunakan angka ganjil, yaitu 0 (nol) untuk kalah, 1 (satu) jika seri atau draw, dan 3 (tiga) untuk poin sempurna alias menang. Semua tim akan mengupayakan segala daya dan upaya demi tercapai angka tiga. Realistis yang paling ‘sakit’ sebenarnya adalah diangka satu, karena tentu tidak ada yang bercita-cita kalah alias nol. Walaupun pada sebuah permainan dan ‘permainan’ akhirnya akan ada pemenang dan pecundang, tapi kalau dari awal sudah seperti berharap kalah ya buat apa ikut kompetisi. Mending tidur atau jadi penonton saja .. hehee ..

Hidup adalah sebuah proses memperjuangkan angka-angka. Saya pernah menulis di akun status facebook bahwa saya lebih memilih cinta daripada politik. Dalam arti kata saya tidak ingin menjadikan cinta sebagai politik atau mempolitikkan cinta. Kalau cinta didalam politik itu sah-sah saja, tapi politik didalam cinta? Nggak ah .. maap kawan, ini masalah hati nurani yang berbicara dan bukan sekedar kepentingan semata. Seorang kawan saya pernah membuat tulisan tentang cinta dan sepak bola. Saya menyukai tulisan itu (dengan tanda jempol). Disini saya kemudian ingin mengatakan bahwa cinta dan sepakbola adalah sebuah proses dan perjuangan menggapai tiga angka alias kemenangan atau keberhasilan agar bisa tetap dipuncak klasemen sehingga akhirnya nanti menjadi juara di akhir liga (baca: akhir kompetisi dan hari pernikahan). Semua manusia normal saya yakin juga akan berpikir seperti itu, tidak ada yang ingin gagal dengan angka nol. Tentu .. tapi bagaimana dengan angka satu sebagai tanda seri atau draw?

Saat tulisan ini saya buat, sejujurnya saya belum menemukan alasan atau penjabaran jika dalam hidup kita akan seri. Apalagi dalam cinta dan saya agak mentok mencari argumennya. Lalu saya teringat bahwa hidup adalah sebuah konsep berpasang-pasangan. Siang malam, besar kecil, gelap terang, panas dingin, pria wanita, dan lain sebagainya. Jadi apakah angka satu harus kita tiadakan saja? Saya tidak berani mengatakan iya atau tidak. Layaknya SMS, maka jawaban untuk hal ini mungkin saya pending dulu.

Seorang kawan berkata bahwa, "Tuhan terkadang tidak mengabulkan apa yang manusia minta, tapi Tuhan senantiasa memberi apa yang manusia butuhkan..". Angka tiga, angka satu, atau angka nol semuanya adalah misteri (saya menyebutnya sebagai catatan rahasia langit) sebab hanya Tuhan yang tahu apa yang kita butuhkan. Keinginan bukan berarti kebutuhan dan hidup tidak bisa dianalogikan mutlak dengan sebuah hitung-hitungan klasemen sebuah kompetisi sepak bola. Sedikit rumit juga penjabarannya untuk bisa disederhanakan, jadi mungkin ada yang bisa membantu dengan argumen yang lebih mencerahkan agar kita bisa mendapat jawaban yang mudah dimengerti?



Bandung, 1 April 2010






-------ooOoo-------