CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Rabu, 31 Desember 2008

CATATAN AKHIR TAHUN

" Jejak Matahari "
ilustrasi oleh : (dari) komputer seorang kawan yang baik


REFLEKSI



Jika anda penggemar ‘walking-walking’ didalam kota (seorang kawan saya dikampung yang sedang sangat bersemangat ngobrol dengan turis bule mengucapkannya seperti itu dengan penuh percaya diri), maka sepertinya anda akan sering mendengar kata REFLEKSI. Kosakata itu bertebaran dengan berbagai macam bonus menu. Untuk menghindari amukan Ormas yang kurang dapat japrem atau agar terlihat sedikit ‘sopan’, biasanya ditambahkan kata-kata tunanetra. Entahlah apanya yang tunanetra, mata hati atau mata kaki, saya kurang tahu juga.

Yaph.. Jika seperti itu adanya, berarti saya setali dengan anda. Sudah mengerti betul maksud kata refleksi tersebut. Namun untuk waktu kali ini, refleksi yang paling banyak disebut orang bukanlah diseputar masalah panti pijat dan sejenisnya. Akhir sebuah tahun adalah momentum setiap orang untuk (katanya) refleksi diri. Setiap orang akan kembali mengingat apa saja yang dilakukannya satu tahun kebelakang. Sejauh yang masih bisa diingat tentunya, sebab rata-rata orang Indonesia agak tidak begitu bagus dalam hal dokumentasi dan pengarsipan. Setelah itu mereka akan membikin sedikit gambaran rencana untuk satu tahun kedepan dan mulai berjanji (seperti tahun-tahun sebelumnya). Janji yang paling tidak terhadap dirinya sendiri saja. Seperti itulah setiap pergantian tahun.

Manusia Indonesia merupakan sebagian ras didunia fana ini yang sangat menyenangi sebuah proses seremonial. Formal-formalan gitulah, hehehe.. Ah, saya jadi ingat dengan seorang pejabat program PAKT di tempat saya kuliah dulu, ketika beliau saya tanya apakah mahasiswa itu jika lulus wajib atau tidak untuk ikut wisuda. Seremonial mungkin adalah alasan yang paling rasional dan relevan untuk saat ini. Tanpa seremonial, maka (sepertinya) tidak ada alasan untuk bersolek dan makan-makan mentraktir keluarga atau kawan kerabat. Kira-kira mungkin seperti itulah maksudnya, cukup cerdas juga.

**********

Estafet waktu dari tahun 2008 ke tahun 2009 kali ini akan berlangsung pada rabu malam atau lebih populer dengan malam kamis. Bisa dipastikan kalau jutaan refleksi akan mengalir kembali. Terlalu panjang jika disini saya harus ‘berkhutbah’ macam penyuluh kesehatan. Hanya saja menjadi menarik untuk sedikit dicermati kenapa sampai menjadi aneh. Ya anehlah saya rasa.. Kenapa untuk refleksi saja kita harus menunggu hari dan malam diakhir tahun. Untuk melakukan ‘pengakuan’ saja harus dibuntut bulan Desember. Untuk niat berubah menjadi lebih baik harus menunggu 1 Januari. Bukankah hari-hari yang lain itu banyak?

Pengagungan seremonial yang bagi saya cukup membingungkan. Artis, pelawak, penceramah, dan segala tukang ramal aliran hitam atau putih disewa sebagai bagian dari alur refleksi. Stasiun televisi dan radio sebagai bagian dari penyelenggara pun menyiarkannya secara cukup spektakuler. Pundi-pundi uang hasil jualan iklan tentunya menjadi alasan utama yang menggiurkan. Besoknya, para stasiun itu dengan ‘dibantu’ koran-koran akan berlomba memasang headline tentang berapa jumlah korban yang tewas dijalan, siapa saja yang tertangkap basah dengan narkoba dicelana, hingga berapa ton sampah yang membuat bingung petugas kebersihan untuk membuangnya.

Mereka (para penyelenggara terutama media massa) tidak akan peduli apapun hasil refleksi yang nanti bakal ‘konsumen’ terima karena pendidikan bukanlah tugas mereka dilapangan. Draft itu dibuat agar undang-undang terlihat keren dan hebat. Teori itu biarkan saja ‘bertelur’ dicatatan dosen dan riuh hanya didalam kelas. Macam betul saja..

Kalender atau penanggalan dahulu diciptakan bukanlah untuk ajang ‘berlamun-lamun’ dan ‘berhura-hura’. Ia dibuat untuk menjadi bagian dari perangkat manusia dalam memudahkan pekerjaannya. Sebuah pemerintahan akan menggunakan sistem kalender untuk mereka mengevaluasi pekerjannya mengurus negara. Demikian pula dengan instansi, organisasi, ataupun perusahaan dan lain sebagainya. Profit atau non profit. Itu merupakan sesuatu yang wajar dan memang harus diadakan sebagai sebuah sistem kerja yang baik. Namun untuk tiap diri pribadi manusia, sebuah pergantian kalender kini dijadikan tolak ukur waktu untuk (niat) berubah. (sekali lagi) Amatlah aneh..

Kalau anda ingin jadi orang baik, ya berubahlah saat ini dan detik ini juga. Itu sangat lebih baik daripada harus menunggu satu tahun dulu dalam acara yang membuang uang dan tenaga. Jika ingin tahu kita pernah ngapain aja, ya ingat dan renungkanlah sekarang mumpung masih hangat dikepala.. kemarin kita melakukan apa dan bersama siapa. Lalu yang paling (maaf) aneh adalah momen pergantian tahun dijadikan ajang untuk berjanji. Walah.. apalagi ini?! Kalau kemudian itu ditepati mungkin agak mendingan. Tapi yang terjadi, awal tahun berjanji jadi makhluk yang baik, malah sepanjang tahun kemudian dilanggar dan ujung-ujungnya menjadi lebih buruk dari sebelumnya.

Jika ingin berjanji, ya berjanjilah pada diri sendiri dan pada Tuhan (mu) saat ini juga. Saya amat sangat percaya dan yakin, Tuhan akan ‘menerima’ sebanyak mungkin janji atau doa dan harapan kapan saja manusia ikrarkan. Tuhan bukanlah sebuah instansi atau perusahaan yang punya hari libur, jam buka dan jam tutup. Luar biasa.. Kita betul-betul sangat rentan dengan ‘pengkultusan’ waktu yang tidak pada tempatnya.

**********

Refleksi.. Dari dulu saya ingin melakukannya. Tapi tanpa pijat plus. Hanya sekedar membikin badan saya jadi lebih enak saja. Seorang kawan pernah menawarkan traktir refleksi kepada saya. Tapi saya menjadi tidak bersemangat (baca; ragu-ragu) karena ia juga ingin nanti setelahnya kami akan meng-klik ‘folder menu tambahan’.
Bah.. Pijat refleksi macam apa, saya pikir ini nanti saja. Mau ngebaikin saya atau malah menjerumuskan nih?! Akhirnya pijat refleksi diurungkan (sampai batas waktu yang tidak ditentukan) dan kami hanya membeli beberapa botol ‘jamu sehat’ untuk ‘dieksekusi’ bersama dikamar kost dengan mengundang kawan-kawan yang lain.

Diujung keyboard sebelum tidur saya masih teringat dengan orang-orang yang akan refleksi. Biasanya setelah capek semalaman refleksi dengan acara yang meriah dan padat, maka mereka nanti akan beristirahat untuk meluruskan otot-ototnya ditempat refleksi juga. Saya berharap (tentunya) mereka tidak menggunakan menu plus-plus. Kasihan para pemijatnya..

Selamat tinggal 2008 dan selamat datang 2009. Terima kasih Tuhan, saya masih diberi izin untuk terus bernafas dengan sehat..



Jatinangor, 31 Desember 2008




------oooo-----

Rabu, 24 Desember 2008

SIAPA ONANI .. SIAPA MASTURBASI ..

" Meriam Modern Pada Zamannya "
ilustrasi oleh : sendiri aja lewat komputer seorang kawan yang baik


ONANI atau MASTURBASI?


Seorang kawan dunia maya saya dari Lampung pada suatu kesempatan –ketika chatting- menanyakan, kenapa saya nggak pernah posting tulisan di Bulletin Board Friendster (FS) lagi. Kawan Lampung saya ini (sebenarnya ia orang Padang, tapi sedang kuliah di Lampung) rupanya mengamati juga tiap tulisan iseng yang saya masukkan di FS.

Ia adalah orang yang cukup aktif mengisi salah satu menu layanan FS itu. Setidaknya bisa saya lihat dari intensitas tulisannya yang selalu muncul setiap kali saya membuka FS. Isi coretannya memang tidak jauh dari kebanyakan orang yang curhat disitu. Catatan harian atau puisi kegelisahan, keluh kesah, kemarahan, ataupun nasehat yang terkadang sok tua. Tapi biarlah, toh dengan itu mungkin ia bisa sedikit melepaskan bebannya (walau sesaat). Sekalian juga bisa (tanpa sadar) membuatnya terus terlatih untuk menulis.

Sedikit berbasa basi, saya kemudian menceritakan bahwa saya sekarang lebih banyak menulis di blog. Layanan Bulletin di FS menunya terbatas karena saya juga menyertakan gambar untuk setiap tulisan saya. Kawan Lampung ini rupanya juga sering membuka blog saya. Ini saya bisa pastikan karena ia pun kemudian mengomentari beberapa tulisan saya di blog. Hingga akhirnya terlontar sebuah pertanyaan, “Kamu membuat tulisan hampir setiap hari ya..?”.

Tentu tidak, sayang.. Saya bukanlah seorang penulis selayaknya orang-orang yang bekerja atau berprofesi sebagai penulis. Saya menulis hanya untuk iseng saja. Sekedar menyalurkan apa yang saya pikir, dengar, dan rasakan. Tidak untuk siapa-siapa dan untuk apa-apa atau tujuan apapun. Menulis bagi saya adalah masalah inspirasi dan mood. Inspirasi ada dan kondisi on fire maka saya bisa membuat beberapa tulisan sekaligus. Namun kalau ide sedang kosong dan saya sedang lesu darah, maka jangankan satu paragraf, untuk satu kalimat pun saya tidak bisa berbuat apa-apa. Entahlah kalau seorang penulis beneran, mungkin hal-hal seperti itu bukan masalah. Apapun kondisinya ia selalu produktif. Biarlah, itu urusan penulis. Sebab yang terpenting disini bahwa lewat coretan-coretan itu saya hanya sekedar onani saja. Tidak ada yang lebih.

Ah.. bahasa kamu ada-ada aja..”. Saya tertawa, onani adalah kata dalam bahasa seorang ahli seksualnologi (begitu kira-kira saya menyebutnya). Bagi kawan saya ini (berkelamin perempuan), kata onani tidak begitu enak untuk diobrolkan. Yaph.. saya mengerti. Tentunya saya kemudian sedikit menjelaskan apa yang saya maksud tersebut.

**********

Saat anda mengklik web blog; airbening21.blogspot.com, maka akan muncul ‘nama lain’; airbening21 l ONANI ONLINE. Janganlah langsung menghakimi. Kata onani sudah saya kenal sejak lama. Mungkin dari sejak saya masih di sekolah dasar atau sekolah menengah, saya sudah lupa. Dengan begitu banyak kata lain dalam masing-masing bahasa daerah dan kosakata gaulnya. Semacam kosakata prokem dilingkungan sosial kelompok manusia yang disepakati bersama sebagai sebuah kata ‘formal’.

Di bahasa resminya, bentuk lain dari onani adalah masturbasi. Mengandung makna yang sama seperti sebuah slogan negara demokrasi; Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat. Yang jadi pertanyaan buat saya sampai saat ini adalah kenapa ia mempunyai dua sebutan untuk satu pekerjaan yang 100 persen sama? Penjelasan singkat bahwa onani untuk laki-laki dan masturbasi untuk perempuan tidaklah membuat saya langsung puas. Bagi saya, argumen itu terlalu sempit. Hanya karena jenis kelamin manusia itu ada dua, maka kebetulan pula sebutan itu ada dua. Argumen ‘kebetulan’, bagi saya, bukanlah sesuatu yang mengasyikkan untuk dibedah. Tentu ada hal lain yang membedakan sehingga si pencipta kata itu membuat dua versi untuk satu arti. Lebih dari sekedar kebetulan. Tapi apa itu? Sampai tulisan ini dimuncratkan saya belum juga tahu.

Pada masa saya kuliah, definisi onani memberikan saya suatu pemahaman baru. Tidaklah aneh sebab kampus saya termasuk dalam kategori fakultas yang mahasiswanya cenderung nyeleneh atau (mungkin tepatnya) selalu ingin keluar dari ketentuan yang ada. Kawan-kawan pada masa saya dikampus adalah orang-orang hebat dan cerdas. Merekalah yang mengenalkan kosakata onani itu sebagai ‘terjemahan’ lain dari demokrasi. Pokoknya apapun yang kita lakukan -oleh kita dan untuk kita-, itu disebut masturbasi. Kampanye itulah yang dijejalkan dikepala saya ketika saya dimintai bantuan untuk menyumbang sebuah tulisan pada buletin independen yang mau diterbitkan. Tentu saya sepakat, sebab saya tidak punya argumen yang cukup cerdas untuk membantahnya.

Seorang kawan karib saya yang lain mengatakan bahwa didunia ini tidak ada manusia (individu atau kelompok) atau sesuatu apapun yang bebas nilai. Semua punya nilai yang berbentuk sebuah atau beberapa buah kepentingan. Penerapan demokrasi pun sebenarnya mempunyai nilai. Entah itu dari segi politik, sosial, hukum, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Kawan saya yang juga hebat dalam urusan propaganda dan ‘fitnah memfitnah’ ini rupanya sangat lihai dalam mencermati sesuatu. Sekali lagi saya sepakat 100 persen, sebab saya (sekali lagi) tidak punya alasan lain yang cukup hebat untuk membantahnya.

Ada yang menarik, jika semua orang punya nilai (baca; kepentingan) masing-masing maka sesungguhnya semua sisi hidup sebagian besar manusia di dunia ini adalah onani atau masturbasi semata. Saya yakin, apapun yang kita lakukan ujung-ujungnya adalah buat kita sendiri juga. Buat orang lain itu kalau ada sisa. Tapi sepertinya melihat sifat dasar manusia yang tidak mau kalah dan tidak pernah puas dengan apa yang ia dapat, maka dipastikan bahwa sisa itu tidak pernah (jarang sekali) ada. Negarawan, politikus, agamawan, sampai tukang becak semua punya peluang menjadi seperti itu. Klop sudah makna demokrasi dapat diambil sarinya; Dari Kita, Oleh Kita, Untuk Kita (sendiri). Onani yang spektakuler.

Kembali kepada soal tulis menulis dan onani. Beberapa penulis yang saya suka gaya menulisnya adalah Gunawan Muhamad yang pekerja Tempo dan Emha Ainun Nadjib si pemilik Kiyai Kanjeng. Sedangkan buku dengan cara penulisan terbaik (gampang saya mengerti dan enak dibaca) menurut saya adalah kumpulan cerpen “Keajaiban Di Pasar Senen” karya bapaknya almarhum Sukma Ayu, Misbach Yusa Biran yang orang Banten. Mereka saya rasa kalau onani telah berhasil memuncratkan pengaruhnya terhadap ketikan jemari saya, walaupun amatlah sedikit. Tidak apa, toh didunia ini tidak pernah ada yang orisinil karena semua ada pendahulunya. Begitulah kata kawan saya yang menyukai bidang kesenian, ketika saya memberikan penilaian bahwa lagu-lagu dan aransemen ciptaannya mirip dengan lagu-lagu dan aransemennya penyanyi Nugie dan Kla Project. Pembelaan yang baik dan untuk kesekian kali saya (harus) sepakat.

Klimaks dari onani kali ini adalah beberapa pertanyaan yang susah benar saya dapatkan jawabannya. Kenapa pekerjaan ala ‘demokrasi’ itu punya dua nama; ONANI dan MASTURBASI? Adakah yang membedakan diantara keduanya? Sebenarnya saya punya jawaban yang saya karang-karang sendiri. Cuma saya tidak enak memuncratkannya karena argumen saya begitu lemah dan gampang sekali dipatah dan diremukkan.

Dasar keilmuan saya adalah ilmu sosial, bukan ilmu pasti atau kedokteran. Maka jawaban tidak lengkap saya adalah; kata ONANI dan MASTURBASI itu ditemukan oleh dua orang yang berbeda. Masing-masing punya argumen yang sama kuat. Mereka mempunyai analisis yang didasarkan sebuah pengalaman yang luar biasa, namun ujung-ujungnya sama. Akhirnya biar adil, maka kosakata kamus dunia menggunakan kedua nama itu.

Mungkin saja.. atau ada yang punya jawaban lain? Tidak ilmiah pun tak apa yang penting bisa dimengerti minimal oleh kita sendiri. Kita onani saja, macam betul.. hehehe..


Jatinangor, 23 Desember 2008


Thanks and punten to: kawan Wiranta Yudha Ginting, kawan Danil Triardianto, kawan Lutfi Adam, Mas Galih, cerita tentang kawan Agus Rakasiwi di suplemen Kampus PR, Kelompok RSJ Fikom Unpad Jatinangor, dan Mbak Indah aka. Sarie di Lampung.



-----------------oooooo----------------

Senin, 15 Desember 2008

PUISI dan CATATAN : Ilustrasi Di Kaki Langit

" Perahu Di Lautan "
ilustrasi oleh : sendiri aja dikomputer seorang kawan yang baik


ILUSTRASI WAJAH


Sepenggalah mata dewa mengerling sejak gerimis terakhir pagi ini
Hinggap dilapisan ozon dan menguap sampai ke ubun – ubun langit
Lalu ada cerita pada daun – daun yang basah
Tentang wajah – wajah kita yang resah

Setengah raut dewi dalam tengadah malam membuka tirai
Merayu lapisan ozon agar tetes – tetes embun tidak terlambat subuh nanti
Lalu ada harap pada ilalang – ilalang yang menggigil
Tentang wajah – wajah kita di ujung doa,

Jatinangor, 9 Desember 2008



MENCARI KAKI LANGIT


Ramadhan 1429 H atau dalam angka masehi terbilang tahun 2008 jatuh pada bulan September. Sebuah ide cemerlang terlontar dari seorang kawan, “Kita adain buka bareng yuk..”. Buka bareng adalah istilah untuk berbuka puasa bersama. Yaph.. ide yang bagus. Sudah lama pula tidak berkumpul dengan kawan-kawan dari ‘masa lalu’. Cerdas juga inisiatif yang terlontar sebagai media untuk mengeratkan tali kekerabatan (mudah-mudahan) sampai ke masa depan.

Layaknya mengadakan sebuah acara bertema September Ceria saja maka rencana pun disusun. Sebar informasi hingga disepakati waktu dan tempat. Seperti yang saya duga sebelumnya. Kehangatan pun tumpah dalam rendevous kali ini. Kesederhanaan hidangan berbuka dan absennya beberapa kawan ternyata tidak mengurangi nuansa yang terbentuk. Seperti dulu, selalu mengalir dan renyah.

Dari banyak obrolan yang tumpah. Ada beberapa tetes sepertinya menarik untuk dihangatkan menjadi ‘segelas kopi atau secangkir teh’. Saya iseng-iseng menyebutnya pencarian kaki langit. Sebenarnya bukan berupa obrolan, namun lebih kepada beberapa pertanyaan yang tersirat (paling tidak untuk diri saya sendiri). Salah satunya adalah kapan kepompong-kepompong ini akan menjadi kupu-kupu dewasa? Kuat terbang dan mengalahkan sayap-sayap camar.

Menikmati senja dipinggir pantai saya pikir anda pernah mengalaminya (kecuali anda adalah seorang warga pegunungan yang tidak mempunyai waktu luang sama sekali seumur hidup untuk duduk-duduk dipasir pantai). Harus diakui pada umumnya disini otak manusia cenderung terjebak di warna siluet jingga cakrawala dan debur ombak sore semata. Batas langit ditengah samudera adalah batas pandang semu yang kita artikan hanya realita sebuah batas yang selesai sampai disitu saja.

Baiklah.. Coba kita bertanya kepada nelayan tua yang sedang memeprbaiki sampan, ”Apakah sepanjang umur mencumbu lautan, pernahkah mencapai garis batas yang ditengah itu?”. Seorang kawan saya yang pernah bekerja di jermal atau bagan ikan (tanpa merasa tereksploitasi sebagai pekerja dibawah umur) dan sering ikut melaut bercerita, bahwa ia tidak pernah menemukan batas laut. Garis yang terlihat sebenarnya adalah jalan untuk terus berlayar dan akhirnya akan sampai kembali kepada pantai diseberang sana. Semakin kita dekati ia akan semakin menjauh.

Okeh.. kita bikin perahu..!”, seorang kawan melontarkan ide segar. Tentu saya pribadi sepakat. Seorang kawan lainnya juga pernah memberikan saya ‘wejangan’ bahwa pelaut tangguh itu lahir ditengah lautan dan bukan didalam kelas. Bahwa untuk menjadi pelaut handal kita perlu untuk mengakrabi gelombang dan badai. Bukan bermanja-manja dengan ria-riak kecil ditepian. Sip.. Disepakati hingga akhirnya perahu tercipta dan semua kawan akan bisa berlayar bersama didalamnya.

Saya memastikan semua penumpang nanti pasti bercita-cita ingin mencapai garis batas langit yang indah itu. Dimana matahari yang hangat ada disana dan bintang-bintang dimalam hari akan terlihat sangat rendah hingga sepertinya gampang untuk kita raih. Namun ditengah debur ombak yang mulai memapas dinding sampan saya berpikir, “Kapankah kita akan berusaha mendekati kaki langit itu? Didalam perahu ini kita seperti tidak pernah mendayung dan layar pun tidak pernah kita naikkan.. Saya merasa perahu ini tidak pernah menjauh dari pantai..”.

Ah.. jangan-jangan kita sudah merasa bahwa tanpa berlayarpun sebenarnya kita sudah berada di batas kaki langit yang indah itu. Sebab, bukankah ujungnya tetap merupakan sebuah pantai? Kalau iya.. kenapa juga kita harus membuat sebuah perahu?

Ketika mencoret catatan ini saya dihibur oleh Bunga Seroja-nya Amigos, Genjer-Genjer lewat suara klasik Lilis Suryani, Ebiet G. Ade, Kla Project, dan Arwana. Tidak lupa (seperti biasa) segelas kopi hitam dan beberapa batang rokok sebagai 'kawan'. Memang tidak nyambung pula saat ingatan saya malah melayang pada kisah Nabi Nuh yang membuat bahtera ditengah gurun.


Jatinangor, 10 Desember 2008
Pukul 02:19 menjelang subuh



*Terima kasih kepada Bung Hari aka. Qtink atas wejangannya pada malam itu di Jalan Burangrang..



-----------00000000----------

Minggu, 07 Desember 2008

YANG DIBUAT YANG DIDAPAT (Menabur Angin Menuai Badai)


" SAWAH "
ilustrasi oleh : (dari) komputer seorang kawan yang baik




MENABUR BENIH


Dalam sebuah istilah dikalangan para petani, maka anda yang bukan petani pun biasanya sudah mahfum mengenai apa yang disebut dengan menabur benih. Sebenarnya istilah ini juga bernama menyemai. Ketika biji-biji gabah (sebagai benih) sudah bertunas maka kemudian ia akan disemaikan dalam bentuk jumputan-jumputan kecil tunas padi. Ini nanti akan tumbuh besar dan berbuah padi yang saat masanya tiba akan dipanen. Saya termasuk anak yang senang sekali melihat tunas-tunas padi yang sudah diikat dan siap untuk disebar ditengah sawah, dulu dikampung ketika saya masih kecil. Agak susah pula saya mendeskripsikan suasana kesibukan petani saat itu, jika anda memang orang kota yang seumur hidup sama sekali belum pernah jalan-jalan kedesa pada musim tanam padi tiba.

Berkeliaran sedikit diluar dunia petani, maka istilah menabur benih pun akan mempunyai berbagai macam pasangan makna. Sepasang pengantin baru akan menabur benih dari malam pertama pengantinannya sampai si istri mengalami mual-mual tanda ia sudah ngidam. Itu menabur benih dalam pengertian genetika untuk mendapatkan keturunan. Walaupun ada juga yang menabur benih tapi tidak ingin mendapatkan anak. Maka mereka akan memakai kondom atau alat kontrasepsi lainnya. Kalau ada ‘kesalahan’, maka siap-siaplah untuk beberapa jalan keluar. Beberapa diantaranya yaitu menikahi pasangan anda, menggugurkan kandungan atau anda kabur dari tanggung jawab. Maaf.. untuk dua solusi terakhir amat sangat tidak saya sarankan. Walaupun anda akan tetap melakukan dua solusi terakhir itu, maka jangan salah; anda akan tetap menuai hasilnya pula. Suatu saat nanti.

Saya rasa, kalimat bijak yang sering dilupakan orang adalah “Setiap orang akan mendapatkan hasil sesuai benih yang ia tebar”. Guru pelajaran Bahasa Indonesia saya dulu waktu SMP pernah memberitahu saya tentang peribahasa “Siapa menabur angin, maka ia akan menuai badai..”. Dulu saya langsung merinding. Ngeri, badai kok dituai. Ngapain juga.. hehehe.. Tapi saat ini saya kembali berpikir tentang peribahasa itu.

Beberapa kawan yang saya kenal baik telah terancam di DO (drop out) oleh pihak fakultas tempat mereka kuliah. Sebagian lainnya akhirnya dipindahkan keprogram lain agar mereka bisa menyelesaikan mata kuliahnya yang masih tersisa lumayan banyak. Sebab diprogram sebelumnya mereka sudah kehabisan jatah waktu maksimal untuk masa tempuh studi. Kuliah selama 14 semester alias 7 tahun dengan sukses mereka lewati tapi tak sanggup mereka akhiri dengan sebuah wisuda yang membanggakan. Konsekuensi? Ya itu tadi.. alih program.

Membaca koran Pikiran Rakyat Bandung untuk edisi musim haji ini, kita bisa melihat cerita-cerita tentang orang yang menabur benih. Bukan hanya kisah mengagumkan akan sebuah perjalanan yang mabrur. Namun ada juga kisah mengenai orang-orang yang menuai hasil kurang baik di Tanah Suci. Menurut alkisah, apapun yang dilakukan dulu akan ‘diperlihatkan kembali’ di Tanah Suci. Anda mungkin sudah mengerti itu. Maaf.. agak njelimet juga jika saya ceritakan kembali disini. Jadi saya sarankan saja anda membaca koran itu selama musim haji ini.

Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita lakukan (setiap hari) adalah proses kita menabur benih. Hari ini anda bekerja maka nanti akan menerima hasil berupa upah atau gaji. Kalau anda tidak menerima gaji maka orang atau perusahaan yang tidak memberi anda gaji itu nanti akan menuai ‘upah’ juga dari perbuatannya ‘menganiaya’ anda dengan tidak memberikan anda upah bekerja. Baiklah sederhana saja; kita melakukan suatu kebaikan maka nanti hasil yang kita dapat adalah baik. Kita membuat suatu keburukan maka tentu saja poin yang didapat akan buruk. Sebuah proses yang adil.

Ibu saya adalah salah seorang di dunia ini yang sangat tidak suka menggunjing dan menyalahkan orang lain. Walaupun si orang tersebut sudah benar-benar salah. Seorang pejabat yang sudah jelas-jelas lalim sekali pun. Beliau selalu berkata, “Biar sajalah. Kita jangan terlalu menyalahkan dan menghujat. Kalau kita seperti itu maka nanti suatu saat kita juga akan dihujat..”.

Saya terkadang tidak sependapat dengan beliau. Si pejabat itu memang sudah seharusnya dihujat. Kita tidak sedang menabur benih untuk suatu saat nanti kita akan menuai hujatan juga. Tapi kita sedang ‘memberikan’ hasil dari apa yang pernah diperbuat oleh si pejabat itu selama ia berkuasa. Dengan kalimat lain, si pejabat itu sedang menuai hasil dari apa yang pernah ia tabur dulu. Ya salah satunya lewat hujatan dan ‘hukuman’ yang sekarang kita berikan sebagai sebuah hukuman sosial (biarpun ia bisa lolos dari hukum negara). Sesuatu yang lumrah bukan? Toh tidak ada yang pernah menyuruh ia berkuasa. Dia sendiri yang mau. Selama ia menjadi penguasa pun kita yang menggajinya lewat pajak dan hasil kekayaan negeri ini. Tapi biarpun anda setuju dengan argumen saya itu, ibu saya tidak akan pernah sepakat. Beliau lebih suka selalu ber-positive thinking. Tidak apa-apa, biarlah.. namanya juga orang tua dan tinggal dikampung. Biasanya selalu seperti itu.

Terlepas dari seluruh catatan diatas, pada intinya manusia memang akan menuai apa yang selalu dikerjakannya. Apapun dan siapapun itu. Saya menemukan sebuah ungkapan; “Tidak ada pekerjaan yang tidak akan digaji”. Semua akan mendapatkan hasil dari apa yang dilakukannya. Anda? Akan mendapatkan juga tentunya. Apapun bentuknya..



Pondok Nadin – Jatinangor, 2 Desember 2008




-----------00000000----------

Rabu, 03 Desember 2008

BOSAN : Melupakan atau Mengenang?

" Dibawa Terbang "
ilustrasi oleh : airbening21


BOSAN MENULIS


Beberapa hari belakangan ini saya tiba-tiba merasa jenuh untuk menulis ataupun mencoret-coret monitor komputer lewat adobephotosop atau corelDRAW seperti kebiasaan saya selama ini. Entahlah.. yang pasti tiba-tiba saya merasa nggak konek aja. Tapi mencari kesibukan lain untuk mengisi waktu adalah masalah baru buat saya. Ujung-ujungnya tentu bingung lagi. Nonton film atau mendengar lagu bukanlah ide yang cukup cemerlang. Cepat bosan euy.. nge-game? Maaf.. saya bukanlah gamers yang tabah dan betah.

Hal paling bodoh dan tolol yang saya lakukan kemudian adalah menumpahkan ‘curhat’ tentang kebosanan saya menulis dengan cara menulis. Itu artinya ya saya menulis lagi dong.. Menyadari itu saya kemudian merasa jadi sangat tumpul dan mandul untuk mencari solusi. Sebenarnya sih saya suka membaca. Tapi saat ini saya tidak (pernah) punya cukup dana untuk membeli buku baru yang saya inginkan. Meminjam sama teman? Tidak begitu banyak teman yang bukunya sesuai dengan apa yang saya inginkan. Saya cuma ingin mengisi waktu. Itu saja.. Kalau harus baca novel setebal tembok gedung DPR saya mendingan mundur. Emangnya gw dosen..

Disini kemudian saya teringat dengan kakak saya dulu di kampung. Suatu hari ia merasa sangat sebal dengan seseorang (yang kebetulan saya kenal), masih tetangga juga. Ketika kekesalannya memuncak ia mengumpat, “Tai.. saya nggak peduli sama orang itu. Biarin ajalah.. jangan dipikirin, cuekin aja. Sekali lagi, jangan peduliin orang itu..”.

Sambil mengucapkan itu ia terus saja membicarakan kekesalannya. Bosan mendengarnya saya iseng berceloteh, “Katanya nggak akan peduli, tapi kenapa ngomongin terus?! Kalau emang nggak peduli ya udah diem, atau obrolin hal-hal yang lain.. kalau diobrolin terus berarti masih peduli dong..”. Mendengar itu kakak saya langsung diam.

Beberapa kawan saya ingin sekali (katanya sih) melupakan masa lalunya yang indah dan tragis (campur-campur). Mereka kemudian meminta saya untuk mengedit beberapa photo kekasihnya itu. Ada juga yang meminta dibuatkan film pendek sejenis klip dengan memakai slide dari photo-photo koleksi ‘masa lalunya’ itu. Menurut saya ini adalah orang paling gila. Bagaimana bisa lupa jika pada prakteknya mereka justru melakukan sesuatu untuk mengenang. Pada akhirnya percuma juga sumpahnya untuk melupakan itu diucapkan lewat bibirnya yang getir dan kelu.

Seorang kawan dekat saya ketika sedang berada di Jogjakarta pada suatu malam mengirim SMS. Saya menduga ia mengirimkan saya SMS sambil minum dan mabuk (mungkin di Malioboro atau dipinggir jalan lainnya). Disitu ia mengatakan bahwa minum dan mabuk itu bukanlah media untuk melupakan sesuatu (mantan pacar atau kecengan misalnya), tapi minum dan mabuk adalah media untuk mengenang. Dengan itu maka tiap tetes yang dinikmati menjadi punya makna. Oh shit.. mengapa tiba-tiba ia menjadi begitu cerdas dengan pikiran seperti itu. Mungkin nanti saya akan memberikan ia saran untuk mengerjakan Laporan Tugas Akhirnya-nya sambil mabuk saja. Tidak apa-apa kalau dengan cara itu ia menjadi lebih brilian dan bersemangat. Dari pada kondisi normal tapi mentok. Kapan lulus kuliahnya kalau begitu.. iya kan?! Hehehe saya cukup cerdas juga nih..

Terlalu banyak contoh disekitar kita. Dari presiden, politikus, anggota dewan, tokoh masyarakat, kiyai, rampok, garong dan lain sebagainya. Copet teriak copet pun terjadi. Saya pun yakin, kita juga sering melakukan hal bodoh itu. Niatnya tidak ingin melakukan dan menjauhi hal itu tapi malah kita lakukan (dengan atau tanpa sadar). Bersumpah untuk melupakan tapi malah terjebak dalam lamunan panjang yang penuh romantisme syahdu tai kucing. Macam betul saja.. Itu seperti seorang maling atau perampok yang melarikan diri dari penjara Polresta Bandung Timur dan memutuskan untuk bersembunyi di penjara Polresta Bandung Tengah. Ya sama aja bego..

Sudahlah.. rokok sudah habis dan sisa kopi pun sudah dingin. Waktu telah menujukkan pukul 04.13 subuh. Saya ingin menikmati adzan subuh dulu dan kemudian tidur.. istirahat.. ngantuk juga..


Pondok Nadin – Jatinangor, 30 November 2008


* Terimakasih buat kawan saya Ajat AXL atas SMS-nya pada malam yang fana itu.. Semoga cepat lulus kawan, sehingga cepat pula kau bisa melamar gadis pujannmu itu..



----------00000---------