CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Sabtu, 31 Mei 2008

Puisi Penantian dan Perkenalan

SEBUAH PENANTIAN

Kepada: Purnama (yang hilang) Di Akhir Mei

Purnama akhir bulan ini aku berharap akan jadi saksi yang agung
Tapi entah kenapa ia tak kunjung juga bersolek
Seperti waktu-waktu sebelumnya

Menatap langit lalu aku mencoba memahami detak
Oh.. Seperti ada jeda yang telah melompat
Aku merasa ada titik-titik yang terlewatkan?

Pekat ku dekap dalam mata bening cahaya sabit
Pekat yang tetap saja selalu ku anggap seumur bayi
Dan ku manja hingga mendekati garis nadir

Dalam diamku hingga malam lalu jadi semakin tua
Disini tiba-tiba saja aku terjebak pada sudut kosong ..
Sebuah lorong waktu yang hampa dan aku kembali merasa sunyi ..
“.

Gerbang Unpad – Jatinangor, 26 Mei 2008


PANDANGAN PERTAMA

Pernah satu atau dua kali saja aku mampir di kota ini
Tapi baru tadi malam sampai pagi ini aku bisa menikmati nafasnya
Dengan ranum embun galunggung
Yang hinggap di ujung senyum

Kota yang renyah segurih tawa jelita
Kota yang gelisah dara rindumu

Ceritamu 26 tahun lalu memanggang abu
Memuntahkan asap dan lahar
Mungkin sebagai salam kenal saja
Untuk basa basi tentang tanahmu kini yang resik.

Tasikmalaya, 27 – 28 Mei 2008

Rabu, 21 Mei 2008

Aku Menyebutnya "SMS Yang Tak (belum) Pernah Terkirim

SEBUAH INSPIRASI DAN KARYA DARI RIBUAN RENUNGAN YANG MENJELAJAH WAKTU

.. pergulatan yang panjang.. dalam kesunyian..” (Ebiet G.Ade)


Selama bertahun-tahun semua SMS ini nyatanya tidak ada yang pernah bisa aku kirimkan. Dengan sedikit keberanian yang terkadang ceroboh, mungkin sekitar dua atau tiga pernah juga muncul diponsel’nya’. Namun, HP bututku memang tidak pernah mengirim semuanya. Ia hanya bisa mengetik dan menyimpannya kembali dalam ‘tubuhnya’ yang lusuh tergerus kenyataan.


“Sebutir pasir yang larut dalam segelas embun.. Sekuntum bunga kangkung ditelaga.. Satu cinta yang lahir sebagai dongengan.. Persis seperti senyum yang dipaksakan..” (Bandung, September 2004)

“01.30 beri embun, 01.30 lepas resah, 01.30 bawa rindu, 01.30 berbisik.. Tidurlah, nanti kuberi kau mimpi-mimpi yang indah karena esok kau harus melihat mentari..” (Jatinangor, 19 Januari 2005 Pukul 01.30 malam)

“Puisi adalah kata-kata yang suci bagi sekeping nurani. Dalam bahasa yang terkubur.. lapuk. Puisi adalah debu dan angin yang diam. Puisi adalah diriku sendiri..” (Jatinangor, 23 April 2004)

“Keinginan adalah seribu harapan yang lahir dari fitrah Tuhan.. Tapi, mimpi adalah seribu kesalahan yang hanya pantas ditertawakan..” (Bandung, 10 Maret 2004)

”Malam ini hujan kembali memetik daun. Tes..tes..tes.. dan satu rindu kembali hancur. ‘ilalang’.. basah, basah yang kini hilang.” (Bandung, 4 Maret 2004)
Tidak disangka SMS ini telah memberikan sebuh inspirasi hingga akhirnya tahun 2008 ini aku membuat sebuah blog: ilalangmerah.blogspot.com, walau memang tidak nyambung tapi tetaplah inspirasi itu telah menghasilkan sebuah karya..

“Seperti rinai yang kemarin. Dipucuk ranting ada saja tetes-tetes yang jatuh. Retak-retak malam telah dipaksa untuk terus menunggu pagi. Tapi senja juga bukan rindu yang mesti dibuang..” (Bandung, 2003)

“Harapan adalah luka. Resah seorang pengecut yang sok berani dan kadang-kadang nekat. Setiap subuh ia setia menyapa embun di ‘ilalang-ilalang’. Tapi harapan tetaplah sebuah luka.” (Bandung, 2004)

“Semua manusia berhak bangga pada dirinya sendiri. Tapi, ingatlah bahwa sesungguhnya tidak pernah ada manusia yang tak tergantikan.” (Pelabuhan Bakauheni, 24 Januari 2005)

“Kematian adalah hal biasa dan bukan sesuatu yang menakutkan.. Tapi hidup yang tak bermanfaat adalah hal luar biasa dan paling mengerikan..” (Bandung, 1 April 2004)

“Diperbatasan ini telah kutoreh cinta pada satu nama. Pada kobar-kobar unggun. Tapi, bukan itu alasan untuk berdiang. Ada senyum yang lebih dari sekedar cahaya..” (Kiarapayung, 21 Agustus 2004)

“Jangan pernah mundur didepan kesulitan. Majulah saat kondisi mengijinkan. Jika kondisi tidak mengijinkan, ciptakan kondisi tersebut..” (Pelabuhan Bakauheni, 24 Januari 2005)

“Saat rasa telah mengalir dalam darah, maka jantung akan terus memompa nadi untuk senantiasa mengucapkan kata-kata yang sama. Detak.. arti dari satu perjuangan.” (Puncak – Bogor, 19 Mei 2004)

“Matahari yang tadi adalah sunset yang bias. Bulan saat ini adalah subuh yang merayap pergi. Ada bintang-bintang yang lenyap tanpa kata-kata. Mendera langkah-langkah diujung mimpi. Tapi mimpi malam ini adalah puisi, angin, serta debu yang diam. Seperti aku, karena puisi adalah diriku sendiri.” (Kiarapayung – Jatinangor, 4 Juni 2004)

“Mestinya aku paham dengan rahasia matamu. Dalam dan lepas seperti lautan, indah sekaligus mematikan. Dan kata-kata yang kini lahir terhempas adalah badai yang (selalu) ku buat sendiri..” (Jatinangor, 2006)

“Desah ujung pena seperti mata pedang. Ah.. udara begitu dingin disini. Ternyata begitu sukar membunuh sepi dan bayangmu tetap saja tak mau pergi..” (Bandung, 2004)

“Kebahagiaan dalam hidup bukanlah dengan selalu mendapat atau memiliki yang terbaik. Tapi, kebahagiaan sebenarnya adalah dengan selalu menjadikan segala yang hadir dalam hidup sebagai yang terbaik..” (Jatinangor, 14 Januari 2006)

“Manglayang malam ini seperti perawan yang tertidur.. pulas dan lugu. Ada ribuan bintang menari. Dan jiwaku malam ini adalah kabut hangat yang menguap..” (Kiarapayung, 19 Juni 2004)


Inspirasi terbesar dari semua SMS ini adalah lahirnya: airbening21.blogspot.com, terima kasih kepada semua yang telah menjadi bagian dari inspirasi dan karya ini..

(Jatinangor, 21 Mei 2008 pukul 05.48 pagi)

Rabu, 14 Mei 2008

Sebuah Pertanyaan Dalam Segelas Kopi

Seorang Kawan Bertanya



Gerbang Unpad pada suatu malam yang hangat. Maksud saya disini adalah hangat dalam arti kata sebenarnya. Tidak seperti beberapa malam terakhir ini. Pancaroba, orang menyebutnya, terasa begitu menggila dari tahun-tahun sebelumnya. Dingin menusuk tulang seolah ingin selalu mengingatkan kita bahwa pada tahun ini musim hujan telah berakhir dan musim kemarau telah diambang pintu.

Temperatur kehangatan kami waktu malam itu digerbang terasa semakin ‘naik’ dengan obrolan yang tambah ‘panas’. Ha..ha..ha.. Jadi ingat dengan seorang kawan yang menjuluki saya ‘dinamit’. Terlalu bersemangat jika bicara dan gampang meledak hhoo..ho..hoo.. padahal saya merasa diri tidak lebih dari hanya sebuah petasan kecil yang sering dinyalakan anak-anak sambil menunggu bedug maghrib di bulan Ramadhan.

Dari sekian banyak obrolan yang sebenarnya menarik saat itu, ada satu yang membuat saya terkadang merenung-renungkan. Bukan tema yang panjang tapi hanya semacam pertanyaan saja.

Jika hari ini adalah hari minta maaf sedunia, kepadakah siapakah ente akan minta maaf pertama kali?”.

Jika hari ini adalah hari terima kasih sedunia, kepadakah siapakah ente akan berterima kasih pertama kali?”.

Sederhana dan terlihat tidak begitu penting. Namun setelah beberapa lama ternyata menarik juga. Saya seperti melihat sebuah pertanyaan yang lain walaupun dalam konteks yang tidak begitu jauh.

Sudahkah dan seberapa seringkah kita berterima kasih dan meminta maaf terhadap orang-orang terdekat dan mereka yang kita anggap berperan atau membantu kita dalam menjalani segala aktifitas hidup ini?”.

Untuk dua pertanyaan pertama diatas, saya membagi konteksnya menjadi dua juga. Jika saya menempatkan diri sebagai makhluk yang bernama manusia maka saya harus dan semestinya berterima kasih serta minta maaf pertama kali kepada Allah SWT Sang Pencipta dan Pemilik Jiwa dan Kehidupan Segenap Alam Semesta Raya. Alasannya? Saya pikir semua orang sudah tahu. Namun apabila saya berposisi sebagai makhluk sosial maka pertama kali saya pasti akan berterima kasih dan meminta maaf kepada orang tua saya terutama Ibu. Alasan yang semua orang juga tentu sudah mahfum.

-----000-----


Tanggal 12 Mei 2008 malam sekitar pukul setengah sembilan saya mengirim SMS kepada seorang kawan. Ia adalah orang yang dulu pada malam itu pernah melontarkan pertanyaan iseng dengan bercanda tentang masalah maaf dan terima kasih.

Salah satu hal yang begitu nikmat dalam hidup ini adalah saat kita makan dalam kondisi yang lapar banget dan kemudian membayar makan cuma Rp.2.500,- saja.. Terkutuklah harga BBM yang naik 30% mulai tanggal 1 Juni dan para pendukugnya!

Memang SMS saya itu tidak jelas mengucapkan terima kasih kepada siapa. Oleh karena itu saya disini ingin mengucapkan terima kasih kepada Warung Nasi Doa Ibu atau yang biasa disingkat Doi atas harga makanan yang sungguh murah. Untuk menu yang biasa saya ‘sikat’ berkisar antara Rp.2.500,- sampai Rp.3.500,- saja. Malah beberapa kali saya hanya membayar duaribu perak kepada warung nasi yang bertempat di dekat kostan Pondok Nadin Ciseke - Jatinangor ini he..he..he. luar biasa! Khusus untuk malam saat saya mengirim SMS itu saya mengucapkan terima kasih kepada Warung Nasi Angkringan pinggir jalan raya depan Toko Photo ALFA sebelah kantor Camat Jatinangor. Menu seharga 3.000 rupiah malam itu sungguh nikmat sekali. Halah..alah.. segelas kopi hitam dengan banderol seribu perak dari Warung Tenda Cita di Gerbang Unpad adalah ucapan terima kasih berikutnya yang begitu tulus dalam kepulan asap sebatang rokok. Ah.. Nikmat sekali tiba-tiba suasana malam yang begitu dingin ini.

Untuk permintaan maaf? Sepertinya kaum kapitalis birokrat dan swasta yang layak untuk saya mintakan. Dengan kenaikan harga BBM ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang begitu terjepit, maka izinkan saya minta maaf karena telah MENYUMPAH-NYUMPAHI anda semua. Semoga anda bisa mengerti kenapa orang-orang seperti saya ini tiba-tiba sangat muak dengan anda.


Jatinangor, 13 Mei 2008

Kamis, 08 Mei 2008

Bercanda Dengan Kenangan Lewat Buku dan Lagu

MENCARI (kembali) INSTING


Sudah sekitar 3 (tiga) hari ini saya membaca “ Ada Seseorang Di Kepalaku “. Buku yang saya pinjam dari seorang kawan. Saya tidak tahu apakah buku ini keluaran terbaru atau bukan, sebab kumpulan cerpen karya Akmal Nasery Basral dari IMPERIA ini cukup asyik juga untuk dijadikan ‘cemilan’ sambil ngopi. Dengan bahasa yang lumayan ringan membuat naluri saya kadang tenggelam dalam khusyuk. Tapi, ketika mengetik tulisan ini saya akhirnya memilih lagu – lagu dari Panas Dalam sebagai backsound. Celotehan berirama dari para dosen muda yang masih tetap setia nge-band ini cukup ampuh juga untuk mengajak jari – jari saya mengocok keyboard komputer. Buku dan musik yang punya karakter cukup berbeda. Nggak apa-apalah, bukankah Tuhan menciptakan alam semesta raya beserta dengan segala isinya ini dengan berbagai macam perbedaan sebagai warna-warni kehidupan yang indah. Demokratis sekali..

Sebenarnya (sungguh mati).. Saya saat ini ingin (sekali) menulis puisi. Kenapa puisi? Sebab selain puisi, belakangan ini tidak ada yang beres saya tulis. About The Women dan Pengamanan Lokal adalah 2 (dua) judul tulisan –yang saat ‘keinginan’ ini saya ketik- yang masih berbentuk se-paragraf saja. Susah sekali saya lanjutkan ha..ha..ha.. luar biasa sekali. Kadang-kadang memang keinginan saya terlalu menggebu-gebu untuk menuangkan isi otak, tanpa mengukur kondisi tentunya. Kalau dalam keadaan ‘fit’ sih nggak apa-apa. Bukankah tidak semua isi otak itu bisa dituliskan? Sebab memang ada yang hanya cocok untuk diceritakan secara lisan saja. Tidak berbentuk huruf-huruf merangkai kalimat dengan segala aturan penulisan yang baku dan sesuai dengan EYD. Ah.. pusing kepala nih! Segelas kopi dan dua batang rokok ternyata tidak cukup untuk mengantarkan tulisan ini sampai selesai. Jadi? Ya selesaikan saja sampai disini. Gampang kan hhooo..ho..ho.. yo ah, maaarriiii..





*BERCANDA DENGAN KENANGAN
.. sudah jangan ke Jatinangor .. dia sudah ada yang punya .. (Panas Dalam)


Tentang tetes-tetes bening yang hadir setiap pagi
Maka, Tuhan memberi nama engkau embun
Karena dingin berbentuk awan yang turun paling rendah
Maka, Tuhan memberi nama engkau kabut
Serupa selendang bidadari yang mengikat angkasa setiap habis hujan
Maka, Tuhan memberi nama engkau pelangi
Sebab menyapa pasir pantai dan membawa pesan dari samudera
Maka, Tuhan memberi nama engkau gelombang
Sebab memberi sejuk dengan aroma wangi terjauh sekalipun
Lalu, Tuhan memberi nama engkau angin gunung sepoi

Seperti biasa ..
Desah cerita itu hadir dan menggebrak lorong-lorong lamunan
Mengepul tak mengenal batas waktu
Menggulung sekaligus menyeret
Dan memberi warna-warni tentang duka dan terkadang bahagia

Untuk itu ..
Tuhan pun memberi nama engkau KENANGAN
(yang pahit) dengan berbisik aku menambahkan
*Dan luka yang mulai mengering
Selalu terkoyak kembali..


(Jatinangor, 8 Mei 2008)



Sedikit (saja) keterangan :
*Dicomot dari sebagian cerpen “Ada Seseorang Di Kepalaku” karya Akmal Nasery Basral. Cerpennya sendiri berjudul “Dilarang Bercanda Dengan Kenangan”. Keparat buat Ipang dengan lagu Sekali Lagi.

Thanks to syair dan nada pada “Segelas Kopi, Segitiga Merah Maroon, Gundah Gulana Pacar Aktivis, Tong Gandeng, Unpad, Inipun Kasih Sayang, Jatinangor oh Jatinangor” dan beberapa tembang lain didalam album Panas Dalam. Selain itu terima kasih juga untuk beberapa nyanyian dari Malaysia yang telah membuka waktu pertama mengetik. Berkat lagu-lagu itu (paling tidak) akhirnya sebuah puisi selesai juga, walaupun sangat mentah dan kacau. Tak apa-apalah he..he..he..





------0000------

Senin, 05 Mei 2008

Aku dan Saya

Sulye Jati Menyebut Diri

Saya sangat suka dan respek dengan orang yang lebih muda dari saya atau perempuan (segala usia) yang baru saya kenal menyebut dirinya dengan kata “SAYA”. Setiap kata adalah makna dan makna dalam menyebut diri itu adalah simbol dan ‘posisi’. Tapi, mohon jangan komplain ya kalau untuk diri sendiri, khusus kepada 2 (dua) jenis makhluk diatas itu saya menyebut diri dengan kata “AKU”. Ingin tahu kenapa? Pemahman saya tentang sedikit sejarah kata dan makna membuat saya membuat statement seperti itu.

Kata SAYA berasal dari kata SAHAYA. Sahaya tentu semua orang tahu, berarti poisisi yang lebih ‘rendah’ atau ‘merendahkan’ diri. Dalam beberapa norma adat istiadat di beberapa daerah di Indonesia, sopan santun itu bisa dilihat dari seberapa jauh ia bersikap rendah didepan orang lain. Memang argumen ini penuh dengan muatan feodalisme, tapi pengertian dan pemahaman yang saya gunakan sekarang tidaklah sama dengan argument kata HAMBA SAHAYA di zaman Raja-Raja penindas dahulu kala (jika sekarang sudah tidak ada). Kata SAYA yang saya maksud bukan berarti TAKLUK atau TUNDUK, tapi lebih kepada hormat dan menjelaskan posisi. Peduli setan saya dengan segala tetek bengek kesetaraan gender. Yang jelas (menurut saya), muda harus hormat ke yang tua dan perempuan harus hormat ke laki-laki. Titik.. Saya (lagi-lagi) tidak peduli anda berasal dari keluarga siapa dan seberapa berkuasa keturuan anda. Sepakat..?! Tentunya saya juga akan bersikap seperti itu kepada anda atau orang lain siapapun itu, jika ‘syarat-syarat’ diatas memang terpenuhi.

Menyebut diri AKU? Tentu siapapun akan sepakat siapa saja yang selalu menyebut dirinya dengan kata AKU. Diantaranya Tuhan, Raja, Nabi dan segala jenis yang penting-penting lainnya. Bukan makud saya untuk menjadi orang penting. Namun saya hanya menyebut diri dengan kata AKU juga dikalangan atau orang-orang tertentu saja. Sebab, tentu saja saya mengerti ‘norma’ he..he..he.. jadi jangan khawatir. Untuk itu jika saya menyebut diri saya dengan kata AKU didepan (ketika ngobrol) anda, maka anda sudah mengerti. Sepakat??

Cuma yang saya rada-rada heran adalah ketika kata AKU dijadikan panggilan ‘sayang’. Hhuaaaa…ha..ha.. sangat tidak berdasar. Secara tidak sadar 2 (dua) orang yang sedang sayang-sayangan itu malah sedang berlomba merendahkan pasangannya sendiri ha..ha..ha..!! Yang pas menurut saya adalah, si cowo memakai kata AKU dan si cewe pake NAMA SENDIRI aja, misalnya; melati, mawar, dewi, ika, reni de eL eL.. atau pake aja panggilan ABANG dan lain-lain, sederhana kan? Dengan itu mereka tidak saling merasa diposisi nggak jelas.

Sudahlah.. bukan sesuatu yang menarik untuk dikomentari he..he..he..!!

Kostan “Pondok Nadin” Jatinangor, 5 Mei 2008

“Orang bijak selalu mengambil inspirasi dan ide dari hal terburuk sekalipun. Dan saya kebetulan sedang belajar bijak. Terus terang saja saya dapat inspirasi untuk tulisan ini dari sebuah komplain ’tersembunyi’ seorang kawan yang sama sekali belum lama saya ’kenal’ tanpa saya tahu wujudnya. Itu tidak penting bagi saya, toh menjalin perkawanan itu bebas dengan siapa saja tanpa harus ber-negative thinking. Kawan baru saya itu komplain tentang ’nama panggilan’.. dan untuk itu saya berterima kasih untuk ide yang kemudian muncul..“

-----0000----

(masih) Tentang Musik

Mendengarkan Musik



Jazz?? Tidak salah nih?? Saya juga tidak tahu dan tidak menyadari kenapa saya tiba-tiba mulai senang mendengar lagu-lagu Jazz, sejenis musik (yang menurut sebagian orang) adalah musik para borjuis. Woooww… sejak kapan saya masuk golongan kaum borju?? Kalau sekedar lantunan suara Fariz RM. (RM itu artinya Rumah Makan atau apa ya? Contoh; RM. Bundo Kanduang.. tapi kalau singkatan RM-nya dibelakang seperti nama si Fariz?! Saya nggak ngertilah..) lewat Sakura-nya atau Kasih-nya Ermy Kulit mungkin sering juga saya dengar. Tapi merambah ke bermacam-macam lagu Jazz lainnya? Saya juga merasa aneh dengan diri saya sendiri..

Sebenarnya saya akan mendengar segala jenis lagu yang menyenangkan buat saya dengar. Kalau kebetulan yang terbanyak saya dengar itu lagu-lagu dari penyanyi Dangdut dan Slow Rock semacam Rhoma Irama dan Nike Ardila (alm), ya karena saya bukan orang yang terlalu idealis dalam hal mendengarkan musik. Asal menarik dan menyenangkan buat saya dengar, ya saya dengar. Nggak enakeun, ya jangan didengar. Gitu aja. Bukan apa-apa, kalau hanya untuk mendengarkan saja maka saya suka yang liriknya ringan dan nggak perlu dipikir dalam-dalam. Biasa saja dan instant. Semacam indomie sajalah, buka – dengar – nikmati. Santai saja bukan?? Agak berbeda jika saya harus menghadiri sebuah konser musik, wah kalau untuk yang itu saya memang punya beberapa penyanyi dan musisi favorit. Ini memang rada berbeda karena menghadiri konser musik itu lebih ‘berbirokrasi’.. ada semacam proses-lah. Jauh berbeda ketimbang hanya mendengarkan saja di WC umum atau pinggir jalan dan kamar kostan, ini sih semua orang juga bisa.

Lagu-lagu zaman ibu bapak saya masih perawan juga menggairahkan buat saya nikmati. Kalau kebanyakan orang-orang merasa gengsi untuk sekedar mendengar suara emasnya Koes Plus atau Panbers dan Amigos Band, saya malah merasa senang. Bukan saya ingin terlihat beda, tapi saya tidak munafik dan bertele-tele. Enak didengar (menurut saya) ya udah saya nikmati. Tidak enak ya jangan didengar, sederhana saja.

Keroncong dan gamelan.. mungkin terdengar aneh buat rata-rata orang dizaman moderen. Lagu dan musik tradisional serta keroncong adalah musik yang punya nilai sejarah tinggi. Tidak sekedar sejarah, khusus musik tradisional sampai dengan sekarang masih dipergunakan dalam acara-acara ritual, agama dan kepercayaan. Sudah masuk di lingkaran ideologi setaraf agama. Luar biasa kan? Jadi, masa bodolah dengan argumen moderen dan kemajuan musik. Saya bukan anti kemajuan, tapi kemajaun dalam hal musik itu berbeda dengan kemajuan teknologi (semcam HP dan Komputer). Musik adalah masalah selera. Terserah dan bebaskan sajalah..

Kemudian tentang Jazz?? Karena itu masalah selera jadi mungkin kebetulan saja selera saya sekarang sedang ‘borjuis’. Oh ya, susah juga nih nyari MP3 lagu-lagu Jazz Indonesia. Jadi, koleksi saya masih sekitar itu-itu saja. Kalau ada yang punya, mohonlah kiranya untuk bisa berbagi.. terima kasih ah..


Kostan “Pondok Nadin” Jatinangor, 5 Mei 2008

-----0000-----


Tentang Musik

(ingin sekali) Menonton Konser Musik


Jatinangor hari ini masih sama saja dengan kondisi rata-rata diseluruh Indonesia. Tidak ada perubahan yang terlalu signifikan. Standar saja .. masih cenderung dingin dan ‘menyakitkan’ bagi kaum susah seperti saya. Apalagi dibulan-bulan seperti ini. Ditambah pula ada hal yang membuat ‘lamunan’ saya semakin panjang.

Seorang kawan baik saya (yang menjadikan profesi operator sound system sebagai sampingan hidup, selain dari kewajibannya menyelesaikan kuliah) memberitahu saya tentang konser bertitel TRIBUTE TO GITO ROLLIES -untuk mengenang 100 hari meninggalnya bintang rock legendaris Indonesia; Gito Rollies- di Sabuga. Anda tahu Sabuga? Sebuah tempat konser musik terbaik (menurut saya) di Bandung. Ah.. menyesal sekali saya tidak datang kesana. Ini setelah saya tahu kalau ternyata acara itu free alias gratisan. Kapan lagi orang seperti saya bisa nonton konser bagus di tempat yang bagus dengan cuma-cuma. Apalagi dalam acara yang penuh makna dengan bintang utama group band legendaris semacam The Rollies. Oh.. menyesal sekali diriku.

Sebuah cita-cita (yang cenderung berwujud mimpi) saya adalah menonton konser musik Kla Project, Chrisye, Iwan Fals, Gigi, atau Padi. Saya amat sangat menyadari mereka adalah pemusik dengan kekuatan lirik yang dalam. Untuk itulah saya bercita-cita sekali menonton. Tapi, tentu saja saya tidak ingin sembarang menonton. Masalah tempat bagi saya mungkin rada prinsip. Terus terang saja saya tidak begitu suka menonton pemusik favorit saya itu disembarang tempat. Sasana Budaya Ganesa atau biasa disingkat Sabuga adalah salah satu tempat yang saya rasa cukup pantas.

Dulu saya pernah juga coba-coba menonton konser Slank di tempat terbuka semacam pelataran Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di DU. Ampun deh .. nggak lagi deh. Segala bentuk kejengkelan saya rasakan. Orang mabuk resek, sesak dan bau, sampai gangguan copet yang nggak ketulungan. Bagi saya pribadi, mendingan nonton konser dangdut sekalian. Ya udah .. biar chaos aja sekalian he..he..he..!!

Tapi, apa lacur .. ternyata sampai Chrisye meninggal dunia pun saya tidak pernah punya kesempatan untuk nonton konsernya. Acara TRIBUTE-ya pun tidak. Harapan saya tentulah tinggal pada pemusik lain yang sudah saya sebutkan (yang sampai tulisan ini saya buat masih hidup dan groupnya belum bubar). Masalah terpenting kenapa saya tidak pernah bisa nonton konser mereka adalah harga karcis masuk yang (bagi orang seperti saya) sangat mahal dan jauh dari kemampuan saku saya. Jadi, tentulah anda bisa memaklumi betapa menyesalnya saya ketika tidak hadir dalam acara gratisan yang menampilkan pemusik hebat ditempat bagus semacam Sabuga itu. Aduhai betapa malangnya diriku (begitu kira-kira kalau orang Sumatera bagian Minangkabau dengan logat melayu mengucapkan kata-kata penyesalan seperti itu) yang dikandung badan ini..

Jadi, mohonlah kiranya buat kawan-kawan dan saudara-saudara sekalian yang kebetulan mengetahui informasi ada konser musik gratis di tempat bagus (Sabuga atau tempat yang rada-rada mirip) dengan penampilan pemusik kesenangan saya itu, agar bisa memberitahu saya. Cukuplah yang konser di Bandung saja, jangan jauh-jauh. Jakarta menurut saya sudah termasuk jauh, tidak kuat pula nantinya akomodasi saya kesana. Dengan harga SMS yang mulai beranjak turun mungkin kawan-kawan tidak akan keberatan dan merasa rugi dengan hanya mengirimkan saya sebuah informasi. Tentu saja saya tidak akan bisa membalas kebaikan kawan-kawan, tapi insya Allah saya akan mendoakan kawan-kawan agar senanatiasa berbahagia selalu.. dunia dan akhirat!!


Kostan “Pondok Nadin” Jatinangor, 4 Mei 2008


“ Tulisan ini saya buat setelah saya menerima sedikit cicipan oleh-oleh dari kawan dekat saya, Bung Gilar Nurzaman. Dia bilang kalau oleh-oleh itu didapatnya dari seorang kawan SMP-nya dulu yang kebetulan baru pulang (entah berlibur entah kerja) dari Bali.. hatur nuhun bung, ah.. “



------000-------

Minggu, 04 Mei 2008

Menjadi Hujan


Minta Maaf Kepada Hujan

Itulah.. udah berapa kali aku bilang (pada semesta alam). Yah.. begini kan jadinya??!!
Setelah gerimis pergi (sekali lagi) aku nggak bisa nulis apapun, dingin banget tangan ini.. Kemarin pengin panas, sekarang pengin hujan, sekarang pengin panas, kemarin pengin hujan. Kacau juga nih.. Jadi, aku sekarang mau minta maaf sama hujan, " maafin banget.. karena setiap kali kamu turun, tiba-tiba saja aku jadi sangat manja..".

Sabtu, 03 Mei 2008

Menjadi Gerimis


Jatinangor, 2 Mei 2008


MENJADI GERIMIS


Lagi – lagi.. masih saja tentang gerimis!! Kurang enak tidur mungkin karena jam aktifitas yang sangat tidak menentu. Jam empat atau setengah lima subuh bangun, menjelang maghrib ngantuk berat. Tidur.. Ntar di jam yang sama seperti kemarin bangun lagi. Perut kosong dengan jam makan yang amburadul telah membiasakan organ untuk terus ‘survive’ sendiri.

Mungkin hal yang lumrah untuk siklus hidup orang kebanyakan. Tapi, tentu tidak bagi aku yang menggantungkan kreatifitas otak dan indera penerjemah dari senja dan malam. Peduli setan dengan segala tetek bengek argumentasi tentang hidup yang benar. Objektifitas yang didasarkan pada teori – teori kemapanan. Harusnya aku akan sepakat. Tapi mari kita berpijak pada realita.

Kemarin aku bersama dengan kaumku yang berjalan di aspal yang panas. Tua, wanita, dan anak – anak. Aku nggak bisa berbuat apa – apa. Aku hanya bisa membantu mereka teriak. (Mungkin) sampai gendang telinga mereka yang selalu berteori; PECAH!! Ah.. aku akhirnya curhat dengan seorang kawan baru, yah baru sekali.. Limabelas menit dari perkenalan kami langsung berikrar untuk berkawan. Di dunia maya.. entahlah, apakah dia mengerti dengan apa yang aku ceritakan.

Realita adalah fakta. Maka, tai kucing dengan sudut pandang retorika kemapanan. Entahlah.. Sepertinya Tuhan memang ‘sengaja’ menciptakan realita sebagai sebuah seni yang misterius. Dan aku terus mengalir .. mengikuti realita yang diberikan-Nya. Menjadi gerimis ..


Ah.. sebenarnya tulisan ini terlalu mendayu-dayu (kalau aku nggak diijinkan untuk memakai kata; melankoLis) untuk masuk di bLog ini. Tapi, yah.. begitulah, aku hanya manusia biasa ...


------000-----


Baris – baris dibawah ini sebenarnya didedikasikan untuk beberapa larik puisi yang akhirnya nggak pernah jadi .. keburu ngantuk, ide mentok!! Yah.. sudahlah..