CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Sabtu, 31 Desember 2011

SEMACAM MEMORABILIA : Catatan Akhir Tahun 2011



SERENADE AKHIR 2011




-.. tanpa hari kemarin, maka kita tak akan pernah berada dihari ini dan hari ini adalah alasan kita untuk mencintai hari esok ..-


AKHIR tahun sedang menghitung jam untuk akhirnya permisi meninggalkan 2011. Berjejak perlahan dan pasti, meninggalkan banyak hal. Seperti tahun-tahun sebelumnya, akhir tahun baru kali ini pun tak akan jauh dari pesta kembang api menyambut tahun yang baru. Ditutup sekaligus dibuka dengan doa-doa serta harapan yang relatif sama dengan tahun kemarin, kemudian disisipi juga dengan refleksi dan evaluasi. Standar dan begitu umum. Kita selalu terjebak euforia momentum, kegembiraan yang entah pertama kali dibentuk oleh siapa hingga seolah-olah kita akan memasuki masa yang ‘aneh’ pada tahun yang baru.

T
ahun 2011 penuh gonjang ganjing. Sebenarnya tidak sedramatis itu juga, sebab peristiwa demi peristiwa yang berlangsung adalah lumrahnya sebuah kodrat alam. Catatan ini bukanlah semacam kaledioskop ataupun analisa satu tahun, itu terlalu luar biasa. Seperti biasa ini hanyalah catatan ringan yang sebisa mungkin ‘direnyah-renyahkan’. Jika masih terasa alot atau liat, ya ‘lembutkan’ saja .. hehee ..

Seperti halnya cerita sepanjang tahun ini. Kita tentu pernah menikmati episode pelarian Nazarudin dan terkenalnya Udin Sedunia, kemudian berakhirnya ‘perjalanan’ Nunun Nurbaeti kembali ke tanah air, kisah asmara luar biasa Angelina Sondakh dengan seorang polisi, hingga pertikaian-pertikaian lokal yang me-nasional. Tentu apa yang saya ‘absen’ diatas hanya sedikit dari berbagai kisah yang terjadi selama kurun kurang lebih 365 hari di republik ini.

Oh ya, sudah pada baca ‘gosip’ di internet? Katanya pak Presiden dapat menantu, terus ada polisi ingin jadi penyanyi, dan tak lupa kisah cinta spektakuler yang bertaburan menghias ruang baca maya kita. Tentu saja tak ketinggalan para selebritis, sepanjang tahun mereka adalah sumber ‘informasi’ (beda tipis dengan isu). Namun yang tak kalah menariknya adalah hujan. Akhir tahun adalah masa buat ‘air kiriman langit’ mengekspresikan diri, entah berbentuk gerimis hingga mengajak angin puting beliung dengan backsound petir menyambar mencipta banjir. Semua mengisi tahun 2011, dengan demikian maka tak ada istilah hari akan sepi. Setidaknya begitulah kira-kira.

Pukul 01.22 tengah malam waktu Indonesia Bagian (bandung jawa) Barat ketika saya mengetik tulisan ini. Suasana sedikit tenang, terdengar lenguh kereta api dikejauhan dengan sesekali diselipi suara motor di luar jalan raya sana. Hujan kebetulan sedang ‘istirahat’, mungkin mengumpulkan tenaga buat malam tahun baru. Merusak setidaknya rencana acara jalan-jalan para ‘pemuja’ euforia momentum. Terbayang mungkin akan ada yang mengomel atau setidaknya menggerutu, walau tidak sedikit juga yang ikhlas dan menikmati saja butiran air yang jatuh dari langit itu sebagai momen yang berkesan juga. Toh setidaknya mereka ada alasan untuk mengatakan, “.. dingin ya ..”, sebagai pembenaran saat harus merasa ‘bertanggung jawab’ untuk memegang tangan pasangannya.

Seorang kawan menulis dalam akun facebook-nya, “.. biarkan aku merindukanmu sepanjang abad, walau terjerat pedih sepanjang hayat ..”. Saya menyukai sesuatu yang seni, termasuk tulisan kawan saya itu. Namun saya mencoba melihatnya dari sisi berbeda, bahwa kawan saya itu menikmati setiap tahun termasuk 2011 ini dengan ‘nuansa’ yang selalu ada rindu menyayatnya. Setidaknya itu yang bisa saya tangkap. Bagaimana dengan 2012 esok? Sudah bisa ditebak, nuansa itu pasti akan ada didalam hari-harinya kawanku itu. Sebab dia sudah mengatakan sepanjang abad sepanjang hayat.

Melencer sedikit ke facebook, anda pasti tahu itu. Jika tidak tahu, maka saya agak bisa memastikan bahwa anda adalah orang yang sama sekali sedang mencoba menjauhkan diri dari peradaban dan dunia sosial. Buat anda yang tahu facebook, saya mengajak anda untuk ‘iseng-iseng’ mencoba mengerti ‘perilakunya’. Dia adalah sebuah ‘kamar pribadi’ yang membuat kita bisa ‘telanjang tanpa sadar’ dan orang-orang di tempat hingga pulau lain atau benua berbeda bisa melihat ‘ketelanjangan’ kita. Tak pernah ada yang privacy di internet, begitu kata orang yang membuat facebook dan kita sering lupa.

Sudahlah, akhir tahun ini tidak banyak yang ingin saya tuliskan. Toh (sekali lagi) sepertinya harapan dan doa semuanya akan relatif sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kita jangan munafiklah .. hehee .. jadi saya pikir mungkin kita saatnya belajar membuat resolusi, yaitu sesuatu yang merupakan ‘tekad’ kita di hari esok. Tekad yang lahir dari kenyataan hari ini dan pengalaman dari hari kemarin. Jangan terlalu berandai-andai atau ‘bermimpi’, semuanya yang standar saja. Setidaknya itu akan lebih berarti dari sekedar harapan dan doa yang ‘terucap’ karena pengaruh euforia momentum yang hanya ikut-ikutan karena melihat kembang api dan gegap gempita orang yang merayakan tahun baru.

Kita adalah nafas waktu
Kita adalah derap zaman
Kita adalah lenguh masa


Manusia yang tak pernah benar mengerti hidupnya adalah mereka yang tak pernah tahu kebutuhannya sendiri. Terlalu bijak, tapi saya tidak ingin bijak. Itu cuma saya dapat baca di berita internet. Sama seperti anda .. hehee .. selamat TAHUN BARU 2012 untuk semua dimana saja berada dan beraktifitas, tanpa hari kemarin maka kita tak akan pernah berada dihari ini dan hari ini adalah alasan kita untuk mencintai hari esok. Salam hangat .. nyalakan lenteranya, kawan .. jaga apinya untuk menyala sepanjang tahun selama hayat hingga batas abad, itu lebih dari sekedar kembang api!



Bandung, 31 Desember 2011




Ket: ilustrasi oleh airbening21, lokasi kebun teh Malabar - Pangalengan, April 2011







-------ooOoo-------

Minggu, 16 Oktober 2011

MENJADI 'BAJINGAN' : Catatan Sebuah Penilaian

" Si Badjing "
ilustrasi oleh: nemu di google aja


YANG TERLUPAKAN
(minjem judul lagunya Iwan Fals)


- Tak usahlah kita terlalu menggunakan topeng, cukuplah kita bisa menempatkan diri kita seperti apa dan dimana serta bersama siapa kita saat itu .. -

MALAM masihlah jauh dari tua, sekira pukul sepuluh kurang. Untuk ukuran kota besar, maka itu termasuk ‘sore’. “.. jadi bagaimana, menurut kamu seperti apakah orang kayak aku ini?”, angin berhembus agak dingin saat kulontarkan pertanyaan iseng itu. Setengah berteriak dia menjawab, “kamu bajingan!!” dan aku tertawa keras. Entah pikiran apa yang melanda perempuan itu sehingga pola pikirnya membuat ia memberi jawaban yang aku kira aneh.

Ia belum lama kukenal dan aku ‘menjailinya’. Lucu memang dan sangat amburadul. Aku berusaha membuatnya tertawa dan ia cukup senang. Ini terlihat saat ia mengucapkan kata bajingan sambil tertawa juga sesudahnya. Aku setuju sama dia bahwa tak boleh ada beban, sebab semua harus mengalir. Senantiasa membagi kegembiraan kepada setiap orang sesuai dengan jenis kelaminnya adalah hal yang penuh improtitatif. Tentu saja dengan cara masing-masing, walau itu kadang-kadang terkesan tolol.

Laut adalah perempuan
Bumi adalah perempuan
Air adalah perempuan

Samudera juga perempuan
Tanah juga perempuan
Rembulan juga perempuan

Dan selebihnya hanyalah sepi
Dan selebihnya adalah sepi,

(SAJAK PEREMPUAN - Bambang Trismawan)
Di laut kita jaya, di darat kita buaya. Seorang kawan mengatakan itu. Aku tahu kawan itu bukanlah semacam ‘buaya’ bagi lawan jenisnya, namun daya kreatifnya telah memberikan semacam inspirasi kata-kata buat orang lain lewat kemahirannya beretorika. Tak usahlah kita terlalu menggunakan topeng, cukuplah kita bisa menempatkan diri kita seperti apa dan dimana serta bersama siapa kita saat itu. Maling atau copet yang beretika tidak akan pernah mencuri dalam keramaian hajatan rumahnya sendiri.

Masuk kandang kambing maka bisalah mengembik, kawan .. tapi jangan jadi kambing. Aku bukan seorang yang agamis, bukan pula seorang atheis. Aku adalah pejalan yang mengalir dan biarlah perempuan itu mengingatku sebagai seorang bajingan. Walau aku yakin, ia sendiri tidak akan pernah mengerti mengapa ia sampai menyebutku seperti itu. Biarlah .. tidak usah dipikirkan, sebab setidaknya malam itu kami bisa tertawa lepas.



Bandung, 30 September 2011







-------ooOoo-------

Selasa, 13 September 2011

MENJADI PEMBERANI : Catatan Saat Sakit Gigi

" Peralatan Mencabut dan Membongkar "
ilustrasi oleh: nemu di google dan di edit sendiri


SAKIT GIGI


- Kawan-kawan saya menyukai syairnya, jadi setiap kali ada kawan (termasuk saya) yang giginya mulai ‘demonstrasi’, maka kawan yang lain menghiburnya dengan menyanyikan lagu itu. Lumayanlah daripada manyun .. hehee .. -

SAYA sakit gigi, kawan. Ini pertama kali saya alami, selain dari dulu pernah cabut gigi waktu masih anak-anak tentunya. Tapi itu bukanlah sakit gigi seperti saat ini. Nyerinya luar biasa, kawan. Saya merasa kepala berdenyut-denyut dan leher terasa panas. Sebuah gigi kecil dengan posisi paling belakang seperti merusak segalanya. Gigi yang sakit ini harus dicabut, agar tidak menjadi ‘bahaya laten’ yang membuat saya tersugesti menjadi penakut setiap mau makan.

Dokter gigi itu mahal, kawan. Tapi pemerintah masih cukup baik dengan menaruh dokter gigi di puskesmas. Tentu saja, sebab berobat di puskesmas itu biayanya murah. Namun sebagai rakyat kecil, dokter di puskesmas mengingatkan saya untuk bersabar dengan cara meminta saya kembali minggu depan. Saya diberikan obat generik dan harus diminum hingga habis. Malamnya saya ‘meraung-raung’, gigi yang telah begitu berjasa itu kembali melakukan ‘kudeta’ dan ‘menyiksa’ saya. Apa boleh buat, saya hanya bisa pasrah sambil menunggu ‘pemberontakan’ itu mereda dengan sendirinya.

Seorang penyanyi dangdut yang kini telah ‘bergelar’ almarhum dulu pernah bersenandung, bahwa lebih sakit hati daripada sakit gigi. Kawan-kawan saya menyukai syairnya, jadi setiap kali ada kawan (termasuk saya) yang giginya mulai ‘demonstrasi’, maka kawan yang lain menghiburnya dengan menyanyikan lagu itu. Lumayanlah daripada manyun .. hehee .. Semua orang tentu pernah sakit hati, tapi ‘siksaan’ jiwa tentu beda dengan cobaan pada raga. Saya tidak suka keduanya, tapi sakit gigi terasa lebih menyengat. Menyerang mental juga karena kalau tidak kuat maka bawaannya adalah marah-marah dan kesal tidak karuan. Jadi apa yang harus kita lakukan jika sakit gigi? Sabarlah dan berdoalah serta siapkan mental anda, sebab secara fisik kita pasti akan merasa begitu menderita.


PUISI ANAK SD

Sakit gigi terasa seperti ditikam belati
Sakit gigi bagaikan terbakar api
Sakit gigi aduhai nyeri sekali
Sakit gigi lebih frontal dari sakit hati

Sakit gigi jangan sampai kawan mengalami
Tapi jika akhirnya harus sakit gigi
Ambil hikmahnya dengan bijak bestari
Sebab setidaknya sementara akan melupakan sakit hati,



Bandung, 7 September 2011




* saat coretan ini saya posting, gigi saya sudah di cabut .. terima kasih banyak, Bu Dokter .. dirimu memang juara :)







-------ooOoo-------

Jumat, 09 September 2011

PEMANDU SADAR : Catatan Tentang Alat-Alat Tabuh Yang (mulai) Terlupakan

" Traditional Drum and Guitar "
ilustrasi oleh: airbening21


SANG PENABUH


- Dung .. Dung .. Dung .. / Suara bedug seperti sudah di pinggir telinga / Dung .. Dung .. Dung .. / Dan aku harus bersiap berlomba dengan hujan / Dung .. Dung .. Dung .. / Ternyata hanya degup jantung saja ..-

ADA seorang tua di kampung saya (sekarang beliau sudah meninggal), namanya papuq Juahir. Papuq dalam bahasa Sasak Lombok artinya kakek. Beliau memang sudah tua, bahkan sedari saya masih kecil. Saya kenal baik sebab papuq Juahir sering ke rumah, ibu saya sering minta bantuan mengupas kelapa atau membersihkan rumput di halaman dan lain sebagainya. Bahkan kalau tidak salah ingat, sumur di rumah saya juga di gali sama papuq Juahir. Tak ada yang aneh dengan papuk Juahir ini sehingga saya menuliskannya di paragrap awal. Bukan juga saya mau membuat sebuah catatan in memoriam tentang papuq Juahir. Saat ini saya sedang mengingatnya sebagai seorang penabuh beduk yang handal. Hampir semua orang di kampung saya mengetahui hal itu. Pukulan tiga rentetnya sangat terkenal. Pas mantap pokona mah ..

Anda pasti tahu apa itu beduk, termasuk juga apa yang disebut dengan penabuh beduk. Jika lebaran tiba maka para penabuh beduk akan saling bergantian ‘menghajar’ beduk yang ada di masjid-masjid. Semua orang boleh menabuh beduk, terlepas dari apakah ia seorang yang ahli atau bukan. Itu tak penting sebab intinya adalah kemeriahan saja. Namun di kampung saya, beduk itu telah mulai ditabuh dari malam pertama Ramadhan yang dibunyikan setiap selesai tarawih. Saya pikir itu bagus, sebab setidaknya selama hampir sebulan para penabuh telah mulai latihan agar nanti pas malam lebaran suara tabuhannya sudah terlatih dan enak didengar. Jadi peluang suara beduk akan terdengar ‘tidak merdu’ menjadi agak berkurang.

Kini mari sejenak kita dengar suara tiang listrik yang mulai di pukul-pukul dari jam 12 malam dan berlanjut setiap jam dengan jumlah pukulan yang disesuaikan dengan angka jam hingga pukul 4 pagi. Itu hansip yang sedang jaga ronda. Kemudian ketika terjadi bencana alam atau kondisi gawat darurat kita akan mendengar suara kentongan dipukul bertalu-talu. Lalu apa persamaannya selain dari bahwa itu sama-sama mengandung arti dipukul? Tidak perlu rumit atau yang sulit-sulit, cukuplah hal yang ringan saja bahwa itu berarti pengingat dan ‘penunjuk’. Sesuatu yang luar biasa bukan?! Mari kita obrolkan sedikit sambil ngopi, mumpung masih cukup hangat.

Seorang penabuh beduk, pemukul kentongan, atau pemukul tiang listrik sejatinya adalah mereka yang mengingatkan kita akan waktu atau kondisi yang terjadi. Mereka yang membuat kita sadar bahwa ada sesuatu atau setidaknya bahwa kita harus melakukan apa. Mereka sebenarnya adalah ‘pemimpin’, semacam leader yang memandu kita. Terlepas dari sejarahnya dan ‘sekte’ atau mazhab yang dianut, beduk sejak dahulu merupakan penanda datang waktu sholat. Jadi tidak digunakan hanya saat Ramadhan maupun lebaran saja. Tugas-tugas mulia dari benda-benda itu (selain dari tiang listrik yang ‘diberdayakan’ kemudian oleh hansip) beserta dengan orang yang memukul atau menabuhnya sangatlah mengandung arti yang luhur. Tanpa sadar dan kita harus sadar bahwa kita harus berterima kasih kepada mereka beserta dengan benda-benda tersebut.

Saya disini tidak ingin mengajak untuk melakukan pemujaan terhadap benda atau manusia, cuma sekedar untuk memberi penghargaan saja. Bahwa kita ternyata dalam kondisi tertentu tanpa sadar membutuhkan ‘pemimpin’. Kita dalam waktu-waktu yang ‘bias’ memerlukan pemandu sadar. Namun jangan menyamakan mereka itu dengan seorang pemain drum dengan seperangkat alat drumnya pada sebuah grup band. Itu berbeda tentunya, sebab pemain drum bukanlah pemandu waktu namun hanya pemandu ketukan pada sebuah lagu. Hakikat dan manfaatnya tentu jauh berbeda dengan seorang penabuh beduk, pemukul kentongan bencana, maupun tiang listrik yang dipukul-pukul hansip ditengah malam buta.

Baiklah, kawan .. gelas kopi kita sudah hampir kosong dan sisa kopi dipantat gelas telah mulai dingin. Lewat akhir coretan ini saya ingin mencoba belajar untuk berterima kasih kepada seluruh penabuh beduk di seluruh dunia, termasuk kepada pemukul kentongan di kampung-kampung, dan juga segenap hansip di nusantara ini. Spesial buat almarhum papuq Juahir, semoga beliau mendapat tempat sebaik-baik dan seindah-indah tempat disisi-Nya. Amin ya Robbalalamin .. percayalah, walau tangan-tangan itu pada waktunya telah tak mampu lagi mengangkat pemukulnya tapi suara pukulan beduk atau kentongan dan tiang listrik itu akan selalu terrdengar sepanjang masa. Bertalu-talu dan berdengung dengan indah sampai ke ujung langit.



Bandung, 5 September 2011






-------oooOooo-------

Senin, 29 Agustus 2011

LEBARAN DI KAMPUNG : Catatan Tentang Mudik 2011

" Arus Mudik " ilustrasi oleh: nemu di google


MUDIK LEBARAN 2011


- .. yang pasti mudik adalah sebuah spirit, mudik adalah dimana kita dengan bangga mengatakan bahwa kita berasal dari kampung .. -

LEBARAN 1432 Hijriyah, itu artinya tahun 2011. Tak terasa sudah hampir 12 tahun saya merantau, jauh dari keluarga dan tentu saja jarang bertemu kawan di kampung halaman. Tahun ini saya tidak mudik, banyak hal yang harus saya selesaikan dan semuanya dalam waktu yang berdempet-dempetan (selain alasan bahwa tiket mudik tahun ini ‘sedang mahal’ bagi saya .. hehee ..). Entahlah, apakah saya memang ‘terlihat’ manis bagi sebuah bangku sekolah sehingga bangku-bangku dan ruang-ruang kelas itu selalu saja ‘menakdirkan’ saya untuk tidak pernah jauh dari ‘mereka’. Lalu saya mengalir di koridor-koridor, mengikuti nafas waktu.

Mudik, kenapa kita harus mudik? Tentu saja karena kita adalah orang udik atau dengan kata lain karena kita punya kampung halaman. Sebab lainnya juga mungkin karena kita punya istri atau suami (misalnya) dari tempat yang berbeda dengan tempat kita tinggal saat ini. Itu yang membuat kita harus mudik saat lebaran tiba. Mudik adalah sebuah aktifitas fenomenal. Bayangkan saja orang beratus ribu hingga berjuta jumlahnya bergerak menuju kampung halaman dalam waktu yang bersamaan atau berurutan untuk pulang berlebaran bersama keluarga dan handai taulan disana. Seorang kawan pernah bercerita bahwa ia pernah berlebaran dikampung istri kakaknya, itu hanya karena ia ingin merasakan sensasionalnya sebuah mudik.

Banyak orang yang tidak bisa mudik. Selain tidak punya ongkos dan bekal, maka ada juga yang karena ia memang ‘tidak punya kampung’. Keluarganya tidak ada yang jauh, semua ‘numpuk’ dikota. Jadilah ia berlebaran disitu-situ saja. Tradisi mudik mengajarkan banyak hal. Semangat silaturahmi dan pesan bahwa setiap manusia janganlah lupa pulang seperti kacang lupa akan kulitnya. Selain itu mudik memberikan kita makna akan sebuah kebersamaan dan kesabaran. Bersama-sama pemudik lain bermacet-macetan dan berdesak-desakan, sekaligus bersabar dalam perjalanan. Mungkin semua alasan itu adalah sebuah pembenaran saja, namun semuanya memang sesuatu yang bisa kita dapatkan saat mudik.

Beberapa orang mengatakan bahwa mudik itu membuat banyak masalah. Mungkin benar juga, tapi berpikir seperti itu menandakan kita tidak pernah mengalami mudik .. hahahaa .. atau mungkin tidak berani mudik, sebab belum sukses .. hehee .. yang pasti mudik adalah sebuah spirit, mudik adalah dimana kita dengan bangga mengatakan bahwa kita berasal dari kampung. Orang kota tidak bisa merasakan mudik, hanya kita orang desa yang bisa mudik. Ingin mudik? Mari ikut saya kekampung .. hahaa .. selamat mudik semua, selamat berlebaran .. mohon maap lahir bathin, salam buat keluarga dirumah.



Bandung, 29 Agustus 2011 / 29 Ramadhan 1432 H.






-------ooOoo-------

Sabtu, 23 Juli 2011

RAMADHAN DALAM INGATAN : Catatan Tentang Masa Kecil

" Mesin Jahit "
ilustrasi oleh: nemu di google dan di edit pake adobephotosop


SUARA RAMADHAN
Kisah Dari Kampung

- Jadi suara mesin jahit itu bagi saya sama sekali tidaklah mengganggu, malah irama yang terdengar begitu merdu. Ibu menikmati pekerjaannya .. -

BANDUNG di suatu malam yang gerimis. Mungkin seminggu lebih sebelum hari pertama Ramadhan tahun 2011 ini tiba, saya kurang tahu juga. Kita serahkan saja jadwalnya kepada MUI untuk menentukannya. Tapi yang pasti bulan Ramadhan selalu menjadi ajang para calo tiket kereta dan bis antar kota mulai bekerja. Menimbun tiket untuk dijual kembali nanti mendekati hari lebaran tiba dengan harga yang berlipat-lipat. Yah, biarlah mereka dengan caranya sendiri mencari ‘rezeki’. Semua juga punya ‘kebiasaan’ masing-masing, seperti halnya koruptor dengan strategi tender atau maling kampung yang beraksi saat musim panen tiba dan rentenir ketika masa paceklik.

Salah satu hal yang sering saya ingat tentang bulan Ramadhan adalah ketika saya kecil. Ibu saya adalah seorang yang cukup terkenal bisa menjahit dulu di kampung. Itulah kenapa setiap bulan puasa tiba, maka ibu sering banyak mendapat order menjahit baju. Ibu saya menjahit dengan model tradisional. Mesin jahit yang beliau pakai mereknya “Butterfly” dan sampai sekarang mesin jahit itu masih ada di rumah. Salah satu saksi bisu saya besar dan tumbuh dirumah. Dengan mesin jahit itu saya bisa punya baju lebaran, punya uang saku sekolah, dan kadang-kadang punya uang jajan.

Dulu kalau bulan puasa, saya sering terbangun tengah malam karena suara mesin jahit. Ibu suka menjahit sampai mendekati sahur tiba. Ini bisa dimaklumi karena semua orang yang menjahit ke rumah tentu ingin jahitannya cepat selesai. Saya senang tentunya, sebab kalau banyak yang menjahit baju, maka itu artinya saya akan punya baju lebaran. Jadi suara mesin jahit itu bagi saya sama sekali tidaklah mengganggu, malah irama yang terdengar begitu merdu. Ibu menikmati pekerjaannya.

Kini mesin jahit itu sudah tidak terpakai, hanya teronggok saja dirumah. Ibu sudah tidak menjahit lagi, beliau sudah tidak kuat lagi harus begadang dan matanya sudah rabun termakan usia. Selain itu sekarang orang-orang sudah mengenal mode dan baju-baju siap pakai sudah banyak dijual. Keahlian ibu sudah tidak mempunyai ‘nilai jual’ lagi. Tapi bagi saya, mesin jahit itu selalu ‘bersuara’ setiap bulan Ramadhan tiba dan saya selalu bisa ‘mendengarnya’. Walau hanya dalam ingatan.



Bandung, 23 Juli 2011 Pkl. 03.08 Wib.






-------ooOoo-------

Rabu, 08 Juni 2011

SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU : Catatan Dari Seno Gumira Ajidarma

" Kaki Langit "
ilustrasi oleh: airbening21


SEPOTONG SENJA UNTUK PACARKU
Oleh: Seno Gumira Ajidarma


Alina tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja--dengan angin, debur ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya dalam keadaan lengkap?

Seperti setiap senja di setiap pantai, tentu ada juga burung-burung, pasir yang basah, siluet batu karang, dan barangkali juga perahu lewat di jauhan. Maaf, aku tidak sempat menelitinya satu persatu. Mestinya ada juga lokan, batu yang berwarna-warni, dan bias cahaya cemerlang yang berkeretap pada buih yang bagaikan impian selalu saja membuat aku mengangankan segala hal yang paling mungkin kulakukan bersamamu meski aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah kapan menjadi kenyataan.

Kukirimkan sepotong senja ini untukmu Alina, dalam amplop yang tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kata-kata. Sudah terlalu banyak kata di dunia ini Alina, dan kata-kata, ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia Alina.

Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagi pula siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Alina.

Kukirimkan sepotong senja untukmu Alina, bukan kata-kata cinta. Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala.

Alina yang manis, Alina yang sendu, Akan kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu.

Sore itu aku duduk seorang diri di tepi pantai, memandang dunia yang terdiri dari waktu. Memandang bagaimana ruang dan waktu bersekutu, menjelmakan alam itu untuk mataku. Di tepi pantai, di tepi bumi, semesta adalah sapuan warna keemasan dan lautan adalah cairan logam meski buih pada debur ombak yang menghempas itu tetap saja putih seperti kapas dan langit tetap saja ungu dan angin tetap saja lembab dan basah, dan pasir tetap saja hangat ketika kuusapkan kakiku ke dalamnya.

Kemudian tiba-tiba senja dan cahaya gemetar. Keindahan berkutat melawan waktu dan aku tiba-tiba teringat padamu. "barangkali senja ini bagus untukmu," pikirku. Maka kupotong senja itu sebelum terlambat, kukerat pada empat sisi lantas kumasukkan ke dalam saku. Dengan begitu keindahan itu bisa abadi dan aku bisa memberikannya padamu.

Setelah itu aku berjalan pulang dengan perasaan senang. Aku tahu kamu akan menyukainya karena kamu tahu itulah senja yang selalu kamu bayangkan untuk kita. Aku tahu kamu selalu membayangkan hari libur yang panjang, perjalanan yang jauh, dan barangkali sepasang kursi malas pada sepotong senja di sebuah pantai di mana kita akan bercakap-cakap sembari memandang langit sambil berangan-angan sambil bertanya-tanya apakah semua ini memang benar-benar telah terjadi. Kini senja itu bisa kamu bawa ke mana-mana.

Ketika aku meninggalkan pantai itu, kulihat orang-orang datang berbondong-bondong, ternyata mereka menjadi gempar karena senja telah hilang. Kulihat cakrawala itu berlubang sebesar kartu pos.

Alina sayang,
Semua itu telah terjadi dan kejadiannya akan tetap seperti itu. Aku telah sampai ke mobil ketika di antara kerumunan itu kulihat seseorang menunjuk-nunjuk ke arahku, "Dia yang mengambil senja itu! Saya lihat dia mengambil senja itu!"

Kulihat orang-orang itu melangkah ke arahku. Melihat gelagat itu aku segera masuk mobil dan tancap gas. "Catat nomernya! Catat nomernya!"

Aku melejit ke jalan raya. Kukebut mobilku tanpa perasaan panik. Aku sudah berniat memberikan senja itu untukmu dan hanya untukmu saja Alina. Tak seorang pun boleh mengambilnya dariku. Cahaya senja yang keemasan itu berbinar-binar di dalam saku. Aku merasa cemas karena meskipun kaca mobilku gelap tapi cahaya senja tentu cukup terang dilihat dari luar. Dan ternyata cahaya senja itu memang menembus segenap cahaya dalam mobilku,sehingga mobilku itu meluncur dengan nyala cemerlang ke aspal maupun ke angkasa.

Dari radio yang kusetel aku tahu, berita tentang hilangnya senja telah tersebar ke mana-mana. Dari televisi dalam mobil bahkan kulihat potretku sudah terpampang. Aduh. Baru hilang satu senja saja sudah paniknya seperti itu. Apa tidak bisa menunggu sampai besok? Bagaimana kalau setiap orang mengambil senja untuk pacarnya masing-masing? Barangkali memang sudah waktunya dibuat senja tiruan yang bisa dijual di toko-toko,dikemas dalam kantong plastik dan dijual di kaki lima. Sudah waktunya senja diproduksi besar-besaran supaya bisa dijual anak-anak pedagang asongan di perempatan jalan. "Senja! Senja! Cuma seribu tiga!"

Di jalan tol mobilku melaju masuk kota.Aku harus hati-hati karena semua orang mencariku. Sirene mobil polisi meraung-raung di mana-mana. Cahaya kota yang tetap gemilang tanpa senja membuat cahaya keemasan dari dalam mobilku tidak terlalu kentara. Lagi pula di kota, tidak semua orang peduli apakah senja hilang atau tidak. Di kota kehidupan berjalan tanpa waktu, tidak peduli pagi siang sore atau malam. Jadi tidak pernah penting senja itu ada atau hilang. Senja cuma penting untuk turis yang suka memotret matahari terbenam. Boleh jadi hanya demi alasan itulah senja yang kubawa ini dicari-cari polisi.

Sirene polisi mendekat dari belakang. Dengan pengeras suara polisi itu memberi peringatan, "Pengemudi mobil Porsche abu-abu metalik nomor SG 19658 A, harap berhenti. Ini Polisi. Anda ditahan karena dituduh telah membawa senja. Meskipun tak ada aturan yang melarangnya, tapi berdasarkan..."

Aku tidak sudi mendengarnya lebih lama lagi. Jadi kubilas dia sampai terpental keluar pagar tepi jalan. Kutancap gas dan menyelip-nyelip dengan lincah di jalanan. Dalam waktu singkat kota sudah penuh raungan sirene polisi. Terjadi kejar-kejaran yang seru.Tapi aku lebih tahu seluk-beluk kota, jalanan dengan cahaya yang bernmain warna, gang-gang gelap yang tak pernah tercatat dalam buku alamat, lorong-lorong rahasia yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang di bawah tanah.


Satu mobil terlempar di jalan layang, satu mobil lain tersesat di sebuah kampung, dan satu mobil lagi terguling-guling menabrak truk dan meledak lantas terbakar.Masih ada dua polisi bersepeda motor mengejarku. Ini soal kecil. Mereka tak pernah bisa mendahuluiku, dan setelah kejar-kejaran beberapa lama, mereka kehabisan bensin dan pengendaranya cuma bisa memaki-maki. Kulihat senja dalam saku bajuku. Masih utuh. Angin berdesir. Langit semburat ungu. Debur ombak menghempas ke pantai. Hanya padamulah senja ini kuserahkan, Alina.

Tapi Alina, polisi ternyata tidak sekonyol yang kusangka. Di segenap sudut kota mereka telah siap siaga. Bahkan aku tak bisa membeli makanan untuk mengisi perutku. Bahkan di langit tanpa senja, helikopter mereka menyorotkan lampu di setiap celah gedung bertingkat. Aku tersudut dan akhirnya nyaris tertangkap. Kalau saja tidak ada gorong-gorong yang terbuka.

Mobilku sudah kutinggal ketika memasuki daerah kumuh itu. Aku berlari di antara gudang, rumah tua,tiang serta temali. Terjatuh di atas sampah, merayapi tangga-tangga reyot, sampai seorang gelandangan menuntunku ke suatu tempat yang tak akan pernah kulupakan dalam hidupku. "Masuklah," katanya tenang, "disitu kamu aman ..".

Ia menunjuk gorong-gorong yang terbuka itu. Ada tikus keluar dari sana. Banya bacin dan pesing. Kutengok ke bawah. Kulihat kelelawar bergantungan. Aku ragu-ragu.Namun deru helikopter dengan lampu sorotnya yang mencari-cari itu melenyapkan keraguanku. "Masuklah, kamu tidak punya pilihan lain."

Dan gelandangan itu mendorongku. Aku terjerembab jatuh. Bau busuknya bukan main. Gorong-gorong itu segera tertutup dan kudengar gelandangan itu merebahkan diri di atasnya. Lampu sorot helikopter menembus celah gorong-gorong tapi tak cukup untuk melihatku. Kurabah senja dalam kantongku, cahayanya yang merah keemas-emasan membuat aku bisa melihat dalam kegelapan. Aku melangkah dalam gorong-gorong yang rupanya cukup tinggi juga. Kusibukkan kelelawar bergantungan yang entah mati entah hidup itu. Kulihat cahaya putih di ujung gorong-gorong. Air busuk mengalir setinggi lutut, namun makin ke dalam makin surut. Di tempat yang kering kulihat anak-anak gelandangan duduk-duduk maupun tidur-tiduran, mereka berserakan memeluk rebana dengan mata yang tidak memancarkan kebahagian.
Aku berjalan terus melangkahi mereka dan coba bertahan. Betapa pun ini lebih baik daripada harus menyerahkan senja Alina.

Di ujung gorong-gorong,di temapt cahaya putih itu, ada tangga menurun ke bawah. Kuikuti tangga itu. Cahaya semakin terang dan semakin benderang. Astaga. Kamu boleh tidak percaya Alina, tapi kamu akan terus membacanya. Tangga itu menuju ke mulut sebuah gua, dan tahukah kamu ketika aku keluar dari gua itu aku ada di mana? Di tempat persisi sama dengan tempat di mana aku mengambil senja itu untukmu Alina. Sebuah pantai dengan senja yang bagus:ombak,angin,dan kepak burung?tak lupa cahaya keemasan dan bias ungu pada mega-mega yang berarak bagaikan aliran mimpi. Cuma saja tidak ada lubang sebesar kartu pos. Jadi, meskipun persis sama,tapi bukan tempat yang sama.

Aku berjalan ke tepi pantai. Tenggelam dalam guyuran alam yang perawan. Nyiur tentu saja, matahari, dan dasat lautan yang bening dengan lidah ombak yang berdesis-desis. Tak ada cottage , tak ada barbeque, tak ada marina.

"semua itu memang tidak perlu. Senja yang bergetar melawan takdir membiaskan cahaya keemasan ke tepi semesta. Aku sering malu sendiri melihat semua itu. Alina, apakah semua itu mungkin diterjemahkan dalam bahasa?"

Sambil duduk di tepi pantai aku berpikir-pikir, untuk apakah semua ini kalau tidak ada yang menyaksikannya? Setelah berjalan ke sana ke mari aku tahu kalau dunia dalam gorong-gorong ini kosong melompong. Tak ada manusia, tak ada tikus, apalagi dinosaurus. Hanya burung yang terkepak, tapi ia sepertinya bukan burung yang bertelur dan membuat sarang. Ia hanya burung yang dihadirkan sebagai ilustrasi senja. Ia hanya burung berkepak dan berkepak terus disana. Aku tak habis pikir Alina, alam seperti ini dibuat untu apa? Untuk apa senja yang bisa membuat seseorang ingin jatuh cinta itu jika tak ada seekor dinosaurus pun menikmatinya? Sementara di atas sana orang-orang ribut kehilangan senja.

Jadi, begitulah Alina, kuambil juga senja itu. Kukerat dengan pisau Swiss yang selalu kubawa, pada empat sisinya, sehingga pada cakrawala itu terbentuk lubang sebesar kartu pos. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan aku melangkah pulang. Bumi berhenti beredar di belakangku, menjadi kegelapan yang basah dan bacin. Aku mendaki tangga kembali menuju gorong-gorong bumiku yang terkasih.

Sampai di atas, setelah melewati kalelawar bergantungan,anak-anak gelandangan berkaparan, dan air setinggi lutut, kulihat polisi-polisi helikopter sudah pergi. Gelandangan yang menolongku sedang tiduran di bawah tiang listrik sambil meniup saksofon.

Aku berjalan mencari mobilku. Masih terparkir dengan baik di supermarket. Nampaknya bahkan baru saja dicuci. Sambil mengunyah pizza segera kukebut mobilku menuju pantai. Dengan dua senja di saku kiri dan kanan, lengkap dengan matahari,laut,pantai, dan cahaya keemasannya masing-masing, mobilku bagai memancarkan cahaya Ilhai. Sepanjang jalan layang, sepanjang jalan tol, kutancap gas dengan kecepatan penuh.

Alina kekasihku, pacarku, wanitaku.
Kamu pasti sudah tahu apa yang terjadi kemudian. Kupasang senja yang dari gorong-gorong pada lubang sebesar kartu pos itu dan ternyata pas. Lantas kukirimkan senja yang ?asli? ini untukmu, lewat pos. Aku ingin mendapatkan apa yang kulihat pertama kali: senja dalam arti yang sebenarnya? bukan semacam senja yang ada di gorong-gorong itu.

Kini gorong-gorong itu betul-betul menjadi gelap, Alina. Pada masa yang akan datang orang-orang tua akan bercerita pada cucunya tentang kenapa gorong-gorong menjadi gelap.Meraka akan berkisah bahwa sebenarnya ada alam lain di bawah gorong-gorong dengan matahari dan rembulannya sendiri, namun semua itu tida lagi karena seorang telah mengambil senja untuk menggantikan senja lain di atas bumi. Orang-orang tua itu juga akan bercerita bahwa senja yang asli telah dipotong dan diberikan oleh seseorang kepada pacarnya.

Alina yang manis, paling manis, dan akan selalu manis, Terimalah sepotong senja itu, hanya untukmu, dari seseorang yang ingin membahagiakanmu. Awas hati-hati dengan lautan dan matahari itu, salah-salah cahayanya membakar langit dan kalau tumpah airnya bisa membanjiri permukaan bumi.

Dengan ini kukirimkan pula kerinduanku padamu, dengan cium, peluk, dan bisikan terhangat, dari sebuah tempat yang paling sunyi di dunia.



Cerpen Pililihan Kompas 1993
diposting oleh airbening21 tidak untuk keperluan komersil, hanya untuk bisa dinikmati bersama dan bisa diambil inspirasinya ..






-------ooOoo-------

Kamis, 26 Mei 2011

PUISI : Dua Sepi Dari WS. Rendra

" Api Gelas Gelap "
ilustrasi oleh: airbening21



KANGEN

Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku menghadapi kemerdekaan tanpa cinta
Kau tak akan mengerti segala lukaku kerna luka telah sembunyikan pisaunya
Membayangkan wajahmu adalah siksa
Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan
Engkau telah menjadi racun bagi darahku
Apabila aku dalam kangen dan sepi itulah berarti aku tungku tanpa api
Dan sepi yang syahdu,

(WS. Rendra)


KENANGAN DAN KESEPIAN

Rumah tua dan pagar batu
Langit di desa sawah dan bamboo
Berkenalan dengan sepi pada kejemuan disandarkan dirinya
Jalanan berdebu tak berhati lewat nasib menatapnya
Cinta yang datang burung tak tergenggam
Batang baja waktu lengang dari belakang menikam
Rumah tua dan pagar batu
Kenangan lama dan sepi yang syahdu,

(WS. Rendra)






-------ooOoo-------

Jumat, 15 April 2011

3 in 1 : Catatan Tiga Puisi Sapardi Djoko Damono

" Senja Di Bandung Selatan "
ilustrasi oleh: airbening21


AKU KAMU (dan) KITA


JIKA
anda menyukai puisi atau sesuatu yang berbau sastra, maka tentunya anda akan mengenal sosok yang melahirkan catatan Aku Ingin. Sebuah puisi yang begitu terkenal, walau terkadang ada yang sok tau dengan mengatakan bahwa itu adalah puisinya Kahlil Gibran .. hahahaa .. baiklah, dia adalah Sapardi Djoko Damono. Kali ini saya tidak akan menghadirkan puisi Aku Ingin, tapi saya hanya ‘menyuguhkan’ 3 (tiga) buah puisinya yang lain dan tak kalah bagus dengan Aku Ingin. Puisi-puisi ini selayaknya kebanyakan puisi Sapardi yang lain tidak ada yang panjang. Ringkas sederhana dan sarat makna. Selamat menikmati, kawan ..



BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI

Waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
Aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
Aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan,


HATIKU SELEMBAR DAUN

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;
Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi,

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.



KUTERKA GERIMIS

Kuterka gerimis mulai gugur
Kaukah yang melintas di antara korek api dan ujung rokokku
Sambil melepaskan isyarat yang sudah sejak lama kulupakan kuncinya itu
Seperti nanah yang meleleh dari ujung-ujung jarum jam dinding yang berhimpit ke atas itu
Seperti badai rintik-rintik yang di luar itu,

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.







-------ooOoo-------

Kamis, 07 April 2011

ADA PERJALANAN DALAM GAMBAR : Photo-Photo Sekedar Bisa Moto

CERITA PERJALANAN PADA SEBUAH GAMBAR


HAKIKAT perjalanan adalah apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan yang terakumulasi sebagai sesuatu yang kita alami dan kita jumpai. Mungkin kita terkadang pernah bercerita tentang perjalanan kita. Banyak kisah menarik tentunya, namun terkadang pula kita ingin memperlihatkan apa yang kita jumpai disana. Agar apa yang kita ceritakan bisa menjadi semacam background dari narasi-narasi yang kita sampaikan itu. Nah, saya disini mencoba untuk belajar menampilkan gambar (kembali). Hanya sekedar photo, dimana saya sendiri juga sedang belajar menggunakan kamera. Semoga bisa dinikmati, kalau gak bisa dinikmati mah di skip aja .. hehee ..


Menara Hotel Savoy Homan Bidakara Di Waktu Malam
Jln. Asia Afrika - Bandung


Gerobak Jagung Rebus
Jln. Asia Afrika - Bandung


Salah Satu Sisi Depan Hotel Savoy Homan Bidakara Di Waktu Malam
Jln. Asia Afrika - Bandung


Tomat Baru Panen
Salah Satu Warung Pinggir Jalan Raya Leles - Garut


Gunung Papandayan Di Balik Ilalang
Cisurupan - Garut




Ket: semua photo diatas menggunakan kamera pinjaman .. hehee ..






-------ooOoo-------

Senin, 04 April 2011

SILAHKAN BERTANYA AKAN KU JAWAB : Catatan Tentang Pertanyaan dan Jawaban Seadanya

" Asap Hitam Putih "
ilustrasi oleh: airbening21



ROKOK DAN SESUATU YANG BERHEMBUS


- Bung .. bulan saga, guyuran embun dan jerami patah adalah irama perlawanan / Dan kita masih menggenggam erat pahat sejarah / Tentang cinta, cita-cita, dan sebuah kepercayaan / Identitas ternyata bukan hanya sebaris nama dan seperangkat ciri khas / Setangkai bunga merah, seikat rindu masa lalu, selarik api dalam segelas kopi dan kita tertawa lepas .. – (dari potongan puisi untuk seorang kawan, sekitar 3 tahun yang lalu)

CEESSHH (membakar), ssuutth .. hhuufftttthh .. hembusan asap rokok diawal subuh. Batang ketujuh yang aku hisap dan masih termasuk standar cenderung sedikit mengingat malam harusnya lebih menyediakan waktu bagi para penikmat tembakau menekuni imajinasinya. Namun batang ketujuh yang saya hisap itu adalah dari bungkusan yang saya buka tadi sekira jam 10.30 malam, pemberian seorang kawan.

Tak ada yang menarik dari cara saya menghisap rokok, tapi tentu saja saya tidak perlu penilaian anda. Sebab bagi saya saat ini, menghisap rokok adalah cara untuk menikmati dan bukan cara untuk tampil elegan. Entahlah jika suatu hari nanti ‘protokoler’ kehidupan saya memutuskan bahwa saya harus manner saat merokok. Baik dari cara mengambil dari bungkusnya, membakarnya, menghisapnya, hingga aturan membuat puntungnya jika telah habis terbakar. Jika itu terjadi ya saya fine-fine aja .. hehee ..

Saya adalah orang yang tidak begitu serius untuk pertanyaan yang menurut saya tidak penting (apalagi jika jawaban saya juga dianggap tidak penting .. hehee). Misalnya apakah kamu nanti akan setia kepada pasangan hidup? Atau apakah nanti kamu akan menjadi orang baik-baik, jika jadi pejabat tidak akan korupsi? Atau misalnya pertanyaan, jika terjadi polemik maka pilih mana keluarga atau pacar? Jika saya menjawab saya akan setia banget, jadi orang soleh jujur, dan saya akan pilih pacar dibanding keluarga, maka anda tentu akan mengatakan bahwa saya gombal. Jadi lebih baik saya jawab bahwa saya susah untuk setia kepada satu pasangan saja, lebih ingin menjadi bajingan saja (seperti saran dari kawan Bani Hudaya sang pelukis hujan .. hahahaa) dan kalau tidak bisa mencari jalan tengah yang buntu maka saya lebih memilih keluarga dibanding ‘anak orang’ yang belum tentu nanti akan menjadi ‘anak’ dikeluarga besar saya.

Apakah itu jawaban yang sebenarnya? Saya tidak tahu sebab saya hanya sekedar menjawab pertanyaan saja. Prinsipnya mah nanti itu seperti apa saya tidak tahu, sebab anda sendiri juga tidak tahu akan ‘berkelakuan’ seperti apa anda nantinya. Jadi jawab sekenanya saja, masalah keadaan nanti itu kita lihat saja seperti apa. Toh kita bukan orang yang terlalu bodoh dalam memutuskan sesuatu nanti dalam kejadian-kejadian hidup yang sesungguhnya. Bukankah kemarin dan hari ini sudah banyak keputusan yang pernah kita ambil? Dalam hal apapun, kasus diatas hanya contoh ringan saja.

Hari yang berat di bulan Maret. Materi spiritual jiwa raga. Banyak hal yang harus dikerjakan dan semuanya butuh awal atau pijakan yang mantap. Ini adalah pekerjaan penting sebagai bentuk pertanggungjawaban saya terhadap diri sendiri dan orang-orang yang selama ini ‘merindukan’ saya. Memang tak banyak orangnya, tapi sesedikit apapun tetaplah saya harus bisa ‘menjelaskan’ semua hasil yang akan dikerjakan itu nantinya.

Tak pernah ada hal yang sempurna, sebab kesempurnaan mutlak itu hanyalah milik Tuhan saja. Namun jika manusia bisa membuat kesempurnaan fana yang subjektif kondisional, maka orang seperti saya mungkin bisa ‘terlihat sempurna’ (setidaknya dimata saya sendiri) dengan cara menjalani aktifitas sesuai apa yang saya rencanakan. Aku mencintai harapanku seperti aku mencintai hidupku dan orang-orang yang ‘mencintaiku’.

Saat tulisan ini saya akhiri, sebungkus rokok pemberian kawan itu sudah tinggal 4 batang saja .. hehee .. namanya juga mengalir, kawan ..




Bandung, 29 Maret 2011






-------ooOoo-------

Kamis, 31 Maret 2011

SEGELAS KOPI : Catatan Tentang Yang (sering) Terlupakan

" gak nyambung dengan tulisan "
ilustrasi oleh: airbening21


YANG (sering) TERLUPAKAN
- yang terlewat di Nona Senja -


- “Tidak ada akibat tanpa sebab ..”, kata seseorang yang manis. Saya setuju itu, semua memang ada imbal balik sebab susah untuk menemui sesuatu yang bebas nilai. Dikarenakan sesuatu yang entah apa dimana dan tidak ada hubungannya dengan kopi, tapi kopi begitu ikhlas menjadikan dirinya sebagai ‘pembuka jalan keluar’ buat anda berpikir cerah .. -

KOPI menurut sejarahnya yang pernah saya temukan di beberapa literatur (biar saya terkesan hebat, pake daftar pustaka), ditemukan atau lebih tepatnya dipergunakan oleh Suku Indian di pedalaman Amerika zaman dahulu kala. Saya pikir rentang masa itu sangat lawas sekali, melebihi lama waktunya orang pacaran (eh uuppsss maap, mengkol saeutik). Saat itu kopi dimakan mentah sama orang Indian, efeknya adalah rasa hangat dan membuat stamina (kantuk) jadi bisa tertahan. Itu fungsi kopi pada masa itu, jadi mari kita berterima kasih kepada Suku Indian (hhoorree .. prookk prok prookk).

Sore yang gerimis menjelang akhir Maret. Saat itulah biasanya anda akan mulai berpikir tentang kopi sebab anda merasa perlu untuk menghangatkan badan. Tapi sebenarnya kopi pada saat ini tidak hanya untuk menahan kantuk atau menghangatkan badan (tentunya pula udah hampir tidak ada yang memakannya mentah-mentah). Secangkir atau segelas kopi telah mengalamai semacam ‘perjalanan spiritual’ sehingga kegunaannya sekarang menjadi begitu multi. Seperti tissue roll, kalau di Amerika itu fungsinya adalah membersihkan ‘sesuatu’ jika anda habis melakukan ‘sesuatu’ di toilet. Tapi di Indonesia, bertambah fungsinya juga untuk membersihkan mulut anda sehabis makan. Hebat kan?! Walau tidak terlalu sama, tapi seperti itulah mungkin yang terjadi juga dengan kopi.

Jika anda datang ke Kedai Nona Senja dan berbicara kepada seorang kokinya (yang punya pacar jelas), “.. kawan, bikinkan aku segelas kopi hitam ..”. Anda jangan berharap kawan koki itu akan langsung begitu saja membuatkan kopi hitam. Juga anda jangan berharap bahwa dia akan bertanya dengan ‘irama’ khas warkop indomie, “.. ABC, Torabika, atau Kapal Api?”. Sebab kawan koki itu (hampir pasti) akan memandangi anda sejenak, memastikan kondisi anda secara lahir bathin (dengan sudut pandang subjektifnya). Lalu anda akan ditanya, “.. Dilematis atau Kepedihan?”. Jika anda bingung, maka berdasar dari hasil memandangi anda tadi sang koki akan menawarkan yang (subjektif dia) mungkin pas untuk anda, “.. Kepedihan gelas besar ya, kalo gak kuat banget (sama pahitnya) nanti tambahin gula aja dikit .”.

Menghadapi sesuatu dilema membuat banyak orang bingung, menghadapi realita membuat banyak orang pedih. Mirasantika? Tentu bukan jalan keluar yang ‘mencerahkan’. Sebab selain tidak bisa dikonsumsi disembarang tempat dengan resiko hukum dan digebuk hansip, maka miras itu hanya cocok untuk bersenang-senang. Percayalah, kawan .. saya sudah mengalaminya .. eehh naha?! .. hehee .. maap, mohon konsentrasi kembali. Lalu untuk membuka ruang berpikir agar bisa memecahkan dilema atau mengikhlaskan diri dengan realita yang pedih itu perlu semacam ‘pemicu’. Si pemicu ini akan membuat pikiran menjadi sedikit terbuka dan akhirnya anda akan berpikir realistis dan logis. Itulah kemudian menjadi fungsi segelas kopi hitam saat ini.

Tidak ada akibat tanpa sebab ..”, kata seseorang yang manis. Saya setuju itu, semua memang ada imbal balik sebab susah untuk menemui sesuatu yang bebas nilai. Dikarenakan sesuatu yang anda alami entah apa dimana dan tidak ada hubungannya dengan kopi, tapi kopi begitu ikhlas menjadikan dirinya sebagai ‘pembuka jalan keluar’ buat anda berpikir cerah. Imbal baliknya apa? Tentu terlalu naïf jika saya akan mengatakan tidak ada. ‘Imbal jasanya’ adalah segelas kopi hitam hanya ingin anda nanti tidak memandangnya sebelah mata dan sekali-sekali masih mengingatnya. Dia tahu kalau nanti anda sudah senang kembali maka anda (mungkin) tidak akan memesannya lagi. Memandangi pekat hitamnya sambil merenungi dilema dan realita hidup anda, mungkin akan menjadi momen yang telah lewat. Saat anda telah berbahagia kembali, maka anda mungkin akan melupakan kopi hitam itu dan berganti menjadi memesan segelas Jus yang segar atau segelas besar Chocolate Romantic yang hangat. Atau mungkin juga anda akan memesan minuman yang jarang sekali orang bisa dan mampu membelinya.

Banyak orang besar yang akhirnya bisa memecahkan masalah besar dengan ‘bantuan’ segelas kopi hitam. Termasuk kita juga mungkin, walau kita bukan orang besar (saya maksudnya). Tapi tak banyak orang yang mengingatnya sebagai salah satu pemicu inspirasinya itu. Kopi hitam dan realita hidup yang terkadang dilematis, sungguh sempit jika raut kehadirannya hanya ditandai dengan nama yang itu-itu saja seperti Kopi Susu atau Kopi Jahe. Maka di sini Nona Senja telah mengapresiasikannya. Setidaknya dengan memberinya nama yang berbeda.

*****

Kamu .. yang datang dari tempat yang ‘asing’ .. Kita ‘diperjumpakan’ oleh waktu, walau sebelumnya aku tak mengenal kamu dan kamu pun tak mengenalku. Tapi bukankah yang terdahulu sebelum kita juga tidak saling mengenal? Dan bukankah semua juga datang dari ‘tempat jauh’ pada segala penjuru mata angin lalu dipertemukan? Aku tahu kamu bukan tak bernama, sebab aku selalu bisa mendengar suara dan melihatmu dengan rupa bagai kaca .. menabur benih, mengalirkan air & melembutkan angin .. Tapi baiklah, jika memang tak bisa bertanya siapa kamu, maka bolehlah kiranya kamu singgah lebih lama, mengenalmu setidaknya untuk semusim saja ..
Hei kamu .. bolehkah aku memberimu nama ‘Kopi Inspirasi’?





Bandung dipenghujung malam dan ada gerimis tadi sore, 25 Maret 2011





* terima kasih untuk inspirasi ..






-------ooOoo-------

Rabu, 30 Maret 2011

NONGKRONG DI KEDAI : Catatan Untuk Nona

" Juice a Friend with Juice For You"
ilustrasi oleh: airbening21


NONA SENJA


- Saya ‘jatuh cinta’ kepada Nona Senja dan juga jatuh cinta kepada seseorang (menarik nafas dalam-dalam). Mungkinkah di Nona Senja banyak orang akhirnya menemukan sesuatu yang ‘baru’? Entahlah, kawan .. bukan kapasitas saya untuk menjawab itu .. -

SEMUA orang berhak untuk nongkrong, menghabiskan sisa waktu luang daripada terbuang percuma dikamar. Kalimat itu telah beberapa kali saya dengar, sehingga membuat saya hafal tiap intonasi pengucapannya. Yah, kawan-kawan saya adalah mereka yang bisa membuat semua hal menjadi bermakna. Argumentasi dan sudut pandang sudahlah jangan ditanya lagi. Oleh karena itu ‘disarankan’ anda untuk tidak mendebatnya, sebab anda nanti malah bingung sendiri.

Baiklah, tiga orang kawan saya akhirnya bersepakat dan bersepaham untuk membuat suatu unit usaha. Tentunya tidak asal program dan jalan begitu saja, sebab unit usaha ini telah melalui serangkaian ‘penelitian’ yang cukup komperehensif seperti kata orang-orang pintar (entah betul atau tidak kata-kata itu, saya mah hanya mencontek). Bahwa apa yang akan dikerjakan merupakan suatu kebutuhan khalayak ramai. Jadi ini adalah demi kepentingan umum (setidaknya kepentingan umum bahwa kita memerlukan tempat bertemu yang ‘layak’ dan strategis). ‘Mengerikan’ sekali bukan, kawan-kawan saya itu?!

*****

Gurat .. gurat .. corat .. coret ..
Ada kanvas ada cat ada bayangan
Guratlah dengan rasa
Coretlah diatas jiwa
…………………

Awal bulan Pebruari 2011 yang gerimis kalau saya tak salah ingat, sebuah SMS masuk tentang adanya undangan menikmati segelas kopi hitam gratis sebagai ‘tembakan pertama’ unit usaha untuk ‘kepentingan publik’ ini mulai beroperasi. Sebuah kedai malam yang buka setiap hari (tanpa mengenal kasta hari) semenjak senja luruh di ufuk jingga sampai pengunjung terakhir pulang dipenghujung kelam yang membeku. Ia bernama Nona Senja.

Jika anda datang sendiri, tak perlu khawatir. Nona Senja ‘menyediakan’ kawan yang ‘sejenis’ namun sejenis. Bukan berarti anda akan disediakan pasangan lawan jenis untuk anda kecengin dan akhirnya akan menolak anda saat itu juga, tapi pasangan disini adalah mereka-mereka yang (mungkin) bernasib sama dengan anda yaitu datang sendiri juga. Jadi anda bisa menjadi ‘pasangan yang serasi’ untuk curhat dan berkeluh kesah atau mentertawakan orang lain (kalau gak tega mentertawakan diri sendiri) sebagai aplikasi dari ‘cuci tangan’ setelah ‘melempar batu’.

Tapi tentu tidak semua pengunjung Nona Senja adalah yang ‘bercitra’ sama dengan anda (kita maksudnya .. hehee), sebab yang datang berpasangan pun banyak. Jadi campur-campurlah, termasuk juga campur-campurnya profesi para kawan yang datang menghabiskan sisa waktunya masing-masing setiap hari. Dari seniman, penyiar radio, dosen, para penikmat waktu (karena belum kerja), lelaki patah hati, tukang sablon, pegawai bank, pengantin baru (atau yang sedang berencana), wartawan, sarjana fresh graduate, tukang warnet (datangnya pas ganti shift), sampai mahasiswa tingkat paling akhir sekali .. juga akan mudah kita jumpai disini.

Namun tak elok rasanya (meminjam istilah SBY yang diikuti juga oleh Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie) jika berbicara tentang kedai tanpa menyebut jenis-jenis menu yang ada. Sejujurnya saya ‘tak tega’ menulis nama-nama menunya disini, sebab menceritakan tentang menu di Nona Senja bagaikan berkisah tentang perjalanan hidup (hahahaaa). Jadi disarankan untuk datang sendiri (maksudnya anda datang langsung, sendiri atau dengan berpasangan mah gimana ‘rezeki’ anda aja).

Cuma bisa saya jelaskan sedikit, bahwa menu-menu yang disajikan di Nona Senja sesungguhnya telah melewati proses yang panjang, melelahkan, dan meletihkan. Menu-menu yang hanya bisa didapat melalui rangkaian pengalaman (agar terkesan empiris kita sebut aja riset penelitian kualitatif subjektif) beberapa koki (dan kawan-kawannya koki) yang tiada ternilai harganya. Kenapa tiada ternilai? Sebab spirit perjuangan dan pengorbanan serta keberanian (termasuk berani malu ….. dan malu-maluin) semuanya ada disitu. Bukan masalah materi, tapi ini masalah perasaan (wwaaaddaaawwww) .. cukup!! Tidak bisa dilanjutkan lagi, keyboard komputer ini menjadi terasa aneh .. jadi beurad, lur .. ngetikna oge :D ..

*****

Nona Senja yang saat ini berlokasi di Jln. Ciung Wanara, dekat ITB persis dibelakang SMAN 1 Bandung, telah menjadi saksi baru ‘perjalanan’ kawan-kawan saya. Bukan cuma 3 atau 4 orang koki (plus pelayan yang sering ikut duduk dan makan bareng pelanggan), namun juga semua kawan-kawan yang hampir setiap malam bertukar cerita disini. Mungkin tak ada yang hebat dari cerita-cerita itu, tapi saya sendiri tidak peduli. Sebab bagi saya ini bukan tentang cerita hebatnya, tapi lebih kepada kehebatan dari kenapa cerita itu ada.

…………………
Gurat .. gurat .. corat .. coret ..
Ada kanvas ada cat ada bayangan
Ada wajah dibilangan senja (pun ditiap pagi)
Namun tanpa kata-kata semuanya menjadi susah dimakna,


Saya ‘jatuh cinta’ kepada Nona Senja dan juga jatuh cinta kepada seseorang (menarik nafas dalam-dalam). Mungkinkah di Nona Senja banyak orang akhirnya menemukan sesuatu yang ‘baru’? Entahlah, kawan .. bukan kapasitas saya untuk menjawab itu. Maklumlah .. da abi mah Partai Gurem heheee .. Tapi mudah-mudahan bukan cerita baru dengan hasil seperti yang lama. Namun seperti kata seorang koki hebat di Nona Senja, “.. ari milik mah moal pahili .. Kun Faya Kun, ngan mun lain milik mah ssaabbbaaaarrrrr ..”. Saya sepakat itu, sebab kalau tidak sepakat saya bingung argumennya apa. Maklumlah saya masih belajar.



Bandung, 23 Maret 2011



Ket: jika nanti ternyata Nona Senja pindah alamat, maka kekeliruan infomasi bukan kesalahan penulis. Itu mah anda saja yang tidak update dan terlambat datang. Oia kalau anda merasa tak punya uang, maka jangan sungkan untuk datang. Bilang aja terus terang sama kokinya bahwa anda betul-betul sedang bokek, insya Allah anda pasti akan digratiskan makan dan ngopi (kalo rokok mah minta sama kawan-kawan lain yang kebetulan lagi nongkrong disana). Tapi anda harus betul-betul jujur, jangan sampai anda berbohong. Sebab jangankan orang lain, saya pun membenci kebohongan .. kebohongan hanya akan membuat kepercayaan menjadi luntur, tidak tahukah kita bahwa kepercayaan itu amat sangat susah didapatkan?! Aku udah jujur tapi kamu kenapa bohong … eh naha kadinya .. heheee ..





-------ooOoo-------