CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Sabtu, 07 Maret 2009

PERJALANAN KE BARAT : Catatan Tentang Banten

" Eksistensi Jalan-Jalan "
ilustrasi oleh: sendiri aja dikomputer seorang kawan yang baik


SATU KOTA TIGA CINTA
(saya jamin judulnya nggak nyambung sama isinya)

- Masjid tua sebagai saksi kejayaan Islam masa lalu di Banten masih cukup bagus terawat dan relatif ramai dikunjungi para peziarah. Namun kondisi bekas benteng dan area keraton hanya tersisa bangunan dasarnya saja. Seandainya dikelola dengan profesional saya rasa akan menjadi bagian dari sebuah tempat rekreasi sejarah dan rohani yang menarik ..

BANTEN adalah sebuah nama kuno. Sebutan untuk daerah paling barat di pulau Jawa itu memang bisa kita temukan pada banyak keterangan-keterangan masa lampau. Bahkan menurut catatan sejarah, dahulu Banten itu adalah sebuah negara yang berdiri sendiri. Hal yang mungkin membanggakan dari catatan itu adalah kunjungan duta besar Banten ke kerajaan Inggris. Yah .. Banten adalah daerah tua. Sejajar dengan daerah-daerah lain semisal Cirebon, Semarang atau Bogor. Namun terlalu sempit kalau kita menyamakan Banten sebagai sebuah provinsi dengan nama-nama diatas yang notabene merupakan kota tua di pulau Jawa.

Perjalanan saya menuju Banten pada akhir Januari 2009 kemarin itu hampir semuanya melewati jalan tol. Berangkat dari Bandung, selepas tol Jakarta akan sangat terasa beda saat melewati tol yang masuk wilayah Provinsi Banten. Daerah yang dulu merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat ini sangat terlihat memiliki infrastruktur yang jauh tertinggal di banding Jakarta dan saudara tuanya; Jawa Barat. Paling tidak, kesan pertama saya ketika melewati jalan tol memang seperti itu. Kalau diilustrasikan; kecil, bergelombang, rada tidak terurus.

Keluar dari tol Serang seperti masuk kekota Garut, tapi lebih ramai sedikit dan tentu saja jauh lebih panas. Serang sebagai ibukota provinsi amatlah menyedihkan. Seperti kurang pantas menjadi jantung Provinsi Banten. Dengan sumber daya alam dan berbagai sumber devisa lainnya, maka sangat tidak layak jika Banten sangat lambat pembangunannya. Sebutlah; Pabrik Baja Krakatau Steel, Bandara Internasional Cengkareng, Pelabuhan Merak, daerah wisata Anyer, kota industri Tangerang, Bumi Serpong Damai, daerah pertanian yang luas dan masih banyak lagi. Namun, entahlah .. Denger-denger sih, gubernurnya yang cantik itu rada kurang bener .. Ah biarlah, bukan urusan saya hehehe..

Kesan Banten sebagai daerah jawara memang terasa ketika saya dan rombongan (kami berangkat dari Bandung sejumlah satu bis kecil saja) yang ditemani wartawan salah satu surat kabar di provinsi ini, masuk kesalah satu pasar tradisional di kota Serang untuk sekedar belanja oleh-oleh dan makanan kecil. Tampang rada nyolot menyambut kami. Saya rasa, yang ramah itu cuma ibu-ibu aja. Kalau yang lainnya tidak begitu suka untuk saya ajak ngobrol. Mungkin saya salah karena sudut pandang saya subjektif (terbentuk oleh berbagai cerita tentang orang Banten), tapi entahlah.. Waktu itu perasaan saya rada tidak enak heuheu..

Namun sebenarnya kabar Banten sebagai daerah jawara baru saya dengar ketika saya tingal di Jawa Barat. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar itu. Beda dengan kisah tentang orang Madura atau orang Indonesia bagian timur lainnya. Apakah berarti orang Banten itu hanya jago dikandang? Entahlah .. (sekali lagi) itu bukan urusan saya hehehe..

Setelah makan siang, agenda pertama didaerah sunda non priangan ini adalah mengunjungi bekas keraton Sultan Maulana Hasanudin. Situs kejayaan Banten masa lampau ini masih terlihat kekar. Walau pengelolaannya masih sangat sederhana, namun masih menawarkan sebuah rekam jejak sejarah yang cukup baik. Masjid tua sebagai saksi kejayaan Islam masa lalu di Banten masih cukup bagus terawat dan relatif ramai dikunjungi para peziarah. Namun kondisi bekas benteng dan area keraton hanya tersisa bangunan dasarnya saja. Seandainya dikelola dengan profesional saya rasa akan menjadi bagian dari sebuah tempat rekreasi sejarah dan rohani yang menarik. Sayang sekali, jalan yang menuju ke arah sana kecil dan kurang bagus. Perhatian pemerintah daerah (sekali lagi) terhadap wilayah yang dekat dengan rumah terpidana mati bom Bali Imam Samudra itu sepertinya memang masih kurang.

Menjelang sore kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Merak. Dermaga penyeberangan menuju pulau Sumatera ini cukup padat aktifitasnya. Tentu saja, konsekuensi dari sebuah daerah pelabuhan adalah maksiat juga cukup ramai. Ini paling tidak tergambar dari obrolan saya dengan seorang petugas parkir sebuah rumah makan padang yang menawarkan jasa penghubung layanan seks. Tarif bervariasi, antara 150 sampai 250 ribu saja. Tempat? Jangan khawatir katanya, banyak tempat murah atau malah bisa gratis. Hhmmmm… saya belum tertarik dan si akang petugas parkir itu tidak terlalu kecewa sebab konsumen lain nanti juga masih banyak. Saat anggota rombongan ngopi di rumah makan padang itu, saya dan akang parkir menghabiskan waktu sampai menjelang maghrib dengan bercerita banyak hal.

Menjelang maghrib perjalanan dilanjutkan ketujuan utama, yaitu pantai wisata Anyer. Jika anda mengingat Jenderal Daendles, maka anda pasti ingat juga dengan jalan sepanjang 1000 KM yang menghubungkan anatara bagian barat pulu Jawa kearah timur yang terkenal dengan nama jalan Anyer – Panarukan. Sebuah proyek penindasan zaman kolonial Belanda yang begitu banyak memakan korban. Namun jalan itu masih bisa dipakai sampai sekarang, cukup kuat untuk terus menantang zaman.

Anyer adalah sebuah kawasan wisata pantai yang cukup terkenal. Memang tidak seindah dan sehebat wisata pantai lainnya di Indonesia seperti pantai-pantai di Bali dan Lombok. Namun suasana yang ada lebih dari sekedar cukup untuk memuaskan hasrat kita bermain bersama pasir dan ombak. Dari pantai ini kita bisa melihat gunung Krakatau dan Anak Krakatau (masih aktif) dikejauhan ditengah laut. Banana boat atau sekedar berenang dipinggir pantai memang menyenangkan.

Agak disayangkan, tata letak ruang dan pembangunan tempat penginapan di Anyer ternyata tidak begitu memperhatikan garis pantai (lingkungan). Ini bisa dilihat dari banyaknya tempat penginapan (termasuk bungalow tempat kami menginap) itu berdiri pas dipinggir pantai. Jika anda ingin bermain dipantai maka anda harus masuk lewat gerbang hotel atau bungalow yang ada. Ini membuat seolah-olah pantai itu adalah bagian dari milik hotel atau bungalow itu. Padahal tidak, sebab pantai adalah area publik dan tidak bisa diperjualbelikan kepada umum. Batas jalan sebagai batas garis pantai dan area yang boleh dilakukan pembangunan menjadi seperti tidak berfungsi. Entahlah.. apakah Pemda Banten tidak mengerti atau ada praktik KKN ditempat itu, saya tidak tahu juga.

Namun yang pasti, anda sekali-sekali harus mengunjungi Banten. Syukur-syukur perjalanan anda bisa sampai Cagar Alam di Ujung Kulon. Banyak pengalaman menarik yang akan membuat kita semakin mencintai negeri ini. Ok..


Jatinangor, 7 Maret 2009



---------------0000------------

Tidak ada komentar: