CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Kamis, 31 Desember 2009

SEDIKIT INSOMNIA : Catatan Sekedar Di Akhir Tahun

" Pelangi Senja "
ilustrasi oleh: dapet download dari internet saja



HARAPAN KALA INSOMNIA


- Hal itu mengarah kepada apa yang sering diucapkan oleh orang-orang saat tahun baru tiba. Mengucapkan banyak harapan, padahal itu adalah pengulangan dari harapan-harapan tahun sebelumnya dan setiap tahun selalu diucapkan ulang .. -

SAYA mengetik tulisan ini saat saya tidak bisa tidur. Bahasa ilmiahnya adalah insomnia, begitu orang-orang menyebutnya. Sebenarnya saya sedang malas menulis, tapi karena tidak ada yang dikerjakan ya saya menulis. Daripada bengong, tidurpun tak bisa. Ya sudahlah ..

Ketika ketikan pertama jari-jari saya mengalir dengan setengah hati, saya mengingat sesuatu. Bukan sesuatu, banyak hal yang saya ingat. Semuanya bagi saya adalah hal yang saya inginkan. Bisa diduga bahwa saat mengatakan, “ .. yang saya inginkan .. “, maka itu berarti saya sedang memikirkan harapan-harapan. Kenapa disebut harapan? Sebab belum tercapai atau belum dapat diraih sampai saat ini. Dengan berbagai sebab dan alasan tentunya, sebagai manusia maka kambing hitamnya tentu, “ .. belum ditakdirkan .. hehee .. “.

Semua manusia tentu punya harapan dalam hidupnya, itulah kenapa manusia diperintahkan oleh-Nya untuk berusaha dan berdoa. Bukan sesuatu yang kebetulan jika pagi ini adalah 2 (dua) hari sebelum pergantian tahun, dari tahun 2009 ke 2010. Mungkin nuansa tahun baru telah mempengaruhi segala sendi kehidupan, hingga reflek ide dan gerakan anggota tubuh pun mesti berkaitan dengan tahun baru. Sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak disengaja. Contohnya adalah ide dari tulisan ini, tanpa sadar menulis tentang harapan atau cita-cita. Hal itu mengarah kepada apa yang sering diucapkan oleh orang-orang saat tahun baru tiba. Mengucapkan banyak harapan, padahal itu adalah pengulangan dari harapan-harapan tahun sebelumnya dan setiap tahun selalu diucapkan ulang. Begitulah, manusia selalu terjebak pada momentum dan simbol untuk menggenapkan selebrasi atau seremonial. Padahal harapan itu bisa diucapkan setiap waktu, tidak perlu menunggu tahun baru tiba. Tapi begitulah ..

Saya saat ini malas menulis, itu sudah saya kemukakan diatas. Malas menulis maksudnya adalah menulis sesuatu yang serius dan memerlukan pemikiran panjang. Feature ini salah satunya. Jadi daripada melakukan sesuatu dengan terpaksa, mendingan saya menulis puisi saja.


INILAH WAKTU

Inilah waktu, duhai sayangku ..
Dimana kisahnya telah ditulis pada waktu yang begitu lampau
Inilah waktu, duhai kekasihku ..
Yang membuat manusia terjebak pada ribuan asumsi
Inilah waktu, duhai cintaku ..
Lalu kita mencari-cari wujud mimpi (yang terkadang tak pasti)
Inilah waktu, duhai bunga hatiku ..
Hingga doa-doa pun dibubungkan lewat puja-puji yang menari-nari

Inilah waktu untuk kau tahu dan mesti kita selami
Bahwa tidak ada alasan berhenti bagi manusia pemberani
Aku pun tak pernah sama sekali mengatakan “hanya sampai disini .. “
Inilah waktu dimana kugenggam tanganmu dibibir matahari
Dan disini .. diharapan ini ..
*Kupertaruhkan harga diri dan kehormatakanku sebagai laki-laki,




Bandung, 30 Desember 2009
Di kamarnya Okan, kawan saya yang nge-kost di Jalan BKR




*Dari kata-kata seorang kawan ..




-------ooOoo-------

Senin, 14 Desember 2009

PUISI : Tentang Dyah Pitaloka dan 'Dyah Pitaloka'

" Ilustrasi Saja "
ilustrasi oleh: sendiri aja pake adobephotosop CS2



PELANGI DARI SELATAN


Kepada: ‘Dyah Pitaloka’

Kata-kata ini adalah untaian gerimis yang memahat ujung kemarau
Aku telah larut jauh sebelum ujung jari menyentuh rambutmu
Kau adalah ikhtiar hujan dan matahari untuk menghadirkan pelangi
Nama yang kau tertawakan saat kuminta kau mengikatnya diujung harapan
Iya..iya, ada baiknya juga kita mengenang kembali sejarah tanah yang kita pijak
Alangkah jauh pengembaraan ingatan dan aku ingin mengajakmu berkelana

Mesin waktu akan kita ciptakan dari butir-butir air awan yang bernama hujan
Sungguh .. Jika kita biarkan rasa ini menghamba pada kejujuran
Maka aku mendamba hidup yang berakar pada bumi dan berkaca pada langit
Sebuah bentangan angkasa seperti hamparan kitab yang menyentuh lapisan ozon
Agar kau mengerti bahwa mimpi yang kusanjung
Telah ada jauh sebelum malaikat atas izin-Nya memberi kita jiwa

Senja luruh dan jingga terjebak dalam dekapan kelam
Mari kita berandai-andai akan seperti apa mentari esok pagi
Hhmmm.. Seperti kelopak bunga..”, kau tertawa renyah
Bisa..!! Subuh nanti aku akan menunggu ia terbit untukmu..”, aku begitu riang
Dan kau selalu saja mulai tidak percaya dengan simbol kata-kata
Aku tidak kecewa sebab waktu adalah pembuktian akan jawaban

Langit pekat bertabur bintang yang memasung rindu
Sejenaklah kita mengira-ngira hakikat hujan dan gerimis
Basah.. Dingin.. Segar.. hhmmm..”, kau sibuk menerka-nerka
Pelangi..!! Tolong ambilkan ia untukku..”, tersenyum aku meminta
Kembali kau tertawa dan mimpiku semakin liar menjadi setitik harapan
Gravitasi kekal yang akan membuatku selalu ingin kembali

Baiklah.. Mari kita terdiam sejenak sebab mesin waktu telah kembali
Sini tanganmu ini tanganku mari kita buka apa yang ia bawa
Oh.. Sebuah pesan dari masa lalu;
(1)……………………………
.. Tak salah lagi, ia memang lelaki yang sangat tampan. Sekilas
pikirannya mengembara, membayangkan setampan itulah Arjuna
yang tengah bersanding dengan tujuh bidadari Swargaloka
..

……………………………
Oh, kekasihku, apa yang terjadi? Bangunlah, kekasih, ini aku …
Mari kita bersanding. Bukankah kita sama-sama sudah siap?”
……………………………
Baru kali ini Sang Prabu melihat sesungging senyuman yang sangat
indah. Jauh lebih indah daripada sekadar lukisan karya Ki Juru Lukis.
Bahkan lebih indah daripada Pardnyaparamitha permaisuri Singasari ..
……………………………
Takdir telah bicara dan cerita itu mengikuti alurnya
(2)Rajasanagara dan Eulis Citraresmi pun menutup kisahnya sendiri

Ah, aku tiba-tiba terjebak pada doa-doa malam yang begitu nadir
Harapanku masih hidup bergejolak dan aku punya jutaan semangat
Pesan adalah kenyataan dan saat ini aku ingin kita merubah episode akhirnya
Sebab perjalanan ini adalah milik kita sendiri untuk legenda di masa depan
Dan izinkanlah aku untuk tetap memanggilmu ‘Dyah Pitaloka’ saja
Lalu biarkan takdir juga menjadi garis jalan kita yang tak terbantahkan

……………………………
(3)Oh, apakah kekasihku sudah menangkap isyarat dari Smaradhahana?
Pertanyaan itu kini tergantung pada lingkar pelangi di selatan
(dan aku tidak mau terjebak dalam fragmen (4)Wirayuda),




Bandung, 13 Desember 2009




Keterangan:

(1) Dari halaman 313-314 diakhir buku Dyah Pitaloka karya Hermawan Aksan, penggambaran suasana dan dialog yang terjadi saat Hayam Wuruk memeluk Dyah Pitaloka yang meregang nyawa dengan patremnya sendiri ketika perang Bubat berakhir ..
(2) Nama panggilan Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
(3) Dikutip dari halaman 244 pada buku yang sama

(4) Tokoh ketiga dalam episode cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka




-------ooOoo-------

Kamis, 03 Desember 2009

SEBUAH KABAR DARI SELATAN : Catatan Dua Hari Di Selatan Jawa Barat

" Peta Penunjuk Jalan "
ilustrasi oleh: sendiri aja dengan bantuan adobephotosop CS2




*HIDUP ADALAH PERBUATAN
(selatan Jawa Barat: sebuah ekspedisi panjang menembus batas)



- Membelah dingin ketika matahari pagi masih sangat malu-malu untuk bersinar. Cuaca pun sangat bersahabat dan kami melaju dengan penuh semangat. Keluar dari kota Garut kami melaju diatas jalan penghubung antara kota Garut dan kota Tasik ..-


Mukadimah ..

INGIN menikmati suasana khas Jawa Barat? Jika anda memulai perjalanan dari Bandung, maka salah satunya adalah ikutilah jalur ini; Bandung – Nagreg – Garut – Cilawu – Salawu – Singaparna – Tasikmalaya – Ciamis – Banjar – Banjarsari – Cimaragas. Kalau anda memutuskan untuk mengakhiri petualangan di Cimaragas, maka kembali ke Bandung lewat rute Cimaragas – Banjar – Ciamis – Tasikmalaya – Rajapolah – Ciawi – Manonjaya – Malangbong - Limbangan – Nagreg dan meluncurlah pulang ke Bandung.

Saya akhirnya menulis rute dengan melewati tempat-tempat itu karena saya pernah berkesempatan untuk melakukan semacam long trip di daerah Jawa Barat bagian selatan melalui daerah-daerah yang telah saya sebutkan diatas. Jadi ini mah informasi data fakta (subjektif saya tentunya), bukan merupakan cerita-cerita semu dan hampa. Upsss .. hehee .. Mari kita menjelajah dalam sebuah tuturan ..

Sekuel hari pertama, 30 November 2009 ..

Ciri khas daerah Jawa Barat adalah daerah pegunungan. Hampir 10 (sepuluh) tahun sudah saya berdiam di bumi Dyah Pitaloka ini dengan 3 (tiga) tempat yang sudah saya anggap ‘kampung sendiri’, yaitu Bogor, Bandung, dan (kota) Jatinangor (sekarang saya ingin menggenapkannya menjadi empat, insya Allah.. doakan saja, amin..). Pengalaman bolak balik Bandung – Bogor sebenarnya telah mewakili persepsi saya akan kondisi Jawa Barat sebenarnya. Pegunungan dan persawahan dengan iklim yang relatif tidak terlalu panas. Di beberapa daerah sampai Indonesia bagian tengah sebenarnya iklim seperti itu bukan sesuatu yang ‘aneh’. Ada banyak daerah dengan suasana dan iklim seperti itu, tapi sepertinya kita harus mengakui bahwa pencitraan Jawa Barat sebagai provinsi ‘perbukitan hijau dan air mengalir’ memang satu-satunya di Indonesia. Bali atau Lombok misalnya, dengan alam yang cenderung sama pada beberapa tempatnya tapi lebih memilih pantai sebagai ikonnya. Ya nggak apa-apa, sesama Indonesia harus berbagi. Itulah kebersamaan dalam persatuan dan kesatuan, sepakat..?! Disamping itu, Jawa Barat memiliki bentangan kebun teh yang luas dan banyak. Ini juga semakin mengukuhkan image persepsinya itu.

Pagi yang dingin dan masih cukup menggelutuk saat saya menunggu jemputan di Jatinangor. Tujuan perjalanan kali ini sebenarnya lebih dalam rangka tugas. Adalah koran terbesar di Jawa Barat yang akan melakukan pendataan lanjutan terhadap bangunan sekolah dan tempat ibadah yang rusak akibat gempa beberapa waktu lalu. Hasil pendataan ini rencananya nanti akan diaplikasikan kemudian dalam bentuk sumbangan sosial. Dimana dana sumbangan ini merupakan titipan dari para pembaca Pikiran Rakyat melalui “Dompet Amal Untuk Korban Gempa”, sungguh sangat mulia sekali. Saya yang kebetulan sering di freelancer-kan kemudian mendapat kepercayaan untuk ikut bersama dengan tim dari PR alias Pikiran Rakyat (hatur nuhun pak Haji..). Tugas saya sederhana sekali dan sama seperti tugas-tugas pada banyak kegiatan PR sebelumnya; dokumentasi photo (dalam hal ini gambar kondisi bangunan) dan sesekali notulensi saat audiensi dengan pihak sekolah atau pengurus masjid yang dikunjungi. Berhubung kepala Humas Pikiran Rakyat yang menjadi leader team adalah bekas orang redaksi maka beliau langsung saja mencatatnya sendiri, jadi tugas yang saya sebut terakhir malah tidak pernah jadinya saya lakukan. Sepertinya beliau lupa atau mungkin beliau lebih nyaman dengan gaya dan cara seperti itu, maklumlah wartawan .. hehe ..

Dari Bandung tim kami ini hanya berjumah 3 (tiga) orang yaitu bapak haji Humas, bapak haji Markom dan saya sendiri. Menjadi 4 (empat) karena ditambah kemudian dengan seorang wartawan di Tasik sebagai guide. Awal perjalanan kami di hari pertama itu melalui kota dodol; Garut. Membelah dingin ketika matahari pagi masih sangat malu-malu untuk bersinar. Cuaca pun sangat bersahabat dan kami melaju dengan penuh semangat. Keluar dari kota Garut kami melaju diatas jalan penghubung antara kota Garut dan kota Tasik. Sebuah jalan yang tidak terlalu lebar dan berkelok-kelok menyajikan pemandangan berbukit, rerimbunan pepohonan yang cukup, sungai dan hamparan persawahan yang sedang mulai di garap. Disini mohon untuk tidak terlalu mengebut, dengan kecepatan rata-rata saja. Agar aman dan anda juga bisa menikmati pemandangannya.

Cilawu adalah nama daerah yang kami lalui. Namun tujuan kami adalah sebuah SD di daerah Salawu; SDN 3 Salawu. Kondisi yang kami jumpai adalah para siswa belajar di 3 (tiga) buah tenda bantuan Departemen Sosial dan lembaga internasional UNICEF, sisanya belajar di masjid desa. Ada 1 (satu) kelas masih tersisa dan bisa digunakan. Kelas yang lain? AMBRUK bin JEBOL! Verifikasi di mulai dan saya pun jeprat jepret dari berbagai sudut dan posisi dengan kamera yang masih cukup baru. Setelah dirasa cukup, maka perjalanan kami lanjutkan kembali menuju kota Tasikmalaya melalui Singaparna. Namun sebelumnya kami berhenti dulu di sebuah masjid yang juga mejadi ‘korban’ gempa. Proses yang dilakukan lebih kurang sama. Habis itu, wuuussss .. meluncur kembali ..

Kota Tasik tidak kami singgahi sebab tujuan verifikasi data selanjutnya adalah daerah Ciamis, jadi disini kami cuma menumpang lewat saja. Tapi saat pulang nanti kami sempat berhenti di kota yang resik ini untuk membeli oleh-oleh. Perjalanan ke kota Ciamis sampai sudah. Istirahat sholat dan makan siang di kantor perwakilan PR, setelah itu mengunjungi SDN 2 Ciamis dan SDN 5 Ciamis. Kedua SD ini menyatu di satu lokasi, bertetangga habislah. Photo-photo segera dilakukan dan bapak Humas melakukan interview dengan kedua kepala sekolah SD tersebut. Sehabis itu kami menuju Desa Baregbeg untuk melihat sebuah masjid. Sore sudah cukup jatuh saat verifikasi di masjid Baregbeg ini selesai. Tinggal daerah Banjar dan itu akan kami lakukan keesokan harinya. Malam itu kami menginap di salah satu hotel (entah berbintang atau tidak, saya kurang tahu) di kota Ciamis. Cukup nyaman walau sempat mati lampu sampai 4 (empat) kali. Tapi menurut saya tidak cukup mengganggu meskipun sebelumnya sempat kaget. Tumben menginap di hotel yang listriknya bisa mati .. hehe .. aneh heueu ..

Sekuel hari kedua, 01 Desember 2009 ..

Begitu nyenyak kami terlelap hingga tidak terasa kami malah terbangun pukul sekitar 05.00 pagi. Sebenarnya saya sendiri ingin bangun pada subuh buta biar bisa menikmati sunrise di tanah Galuh ini, namun apa daya tidur terlalu nyaman.. maklumlah hehe .. Sholat, mandi, dan sarapan kemudian kami berkemas check out. Bersiap-siap meluncur ke Banjar, di lobi hotel telah menunggu seorang wartawan yang akan menemani perjalanan hari kedua ini.

Melintasi jalan raya antara kota Ciamis dan kota Banjar treknya sedikit berkelok-kelok dengan lebar jalan sedang-sedang saja. Lalu lintas ramai, maklumlah ini adalah rute utama menuju Jawa Tengah lewat selatan dan ke kawasan wisata pantai Pangandaran. Namun pemandangan kiri dan kanan jalan tetaplah menarik untuk dinikmati. Tujuan kami adalah kecamatan Purwodadi, sebuah daerah pebatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut akang wartawan, daerah ini penduduknya banyak suku Jawa juga. Dari namanya juga sangat Jawa sekali; Purwodadi. Suasana Jawa Barat sudah mulai hilang disini, udaranya agak panas dan kita seperti masuk ke perkampungan Jawa. Namun yang tetap adalah kearifan lokal penduduknya, begitu ramah dan bersahabat memberikan kepada kami senyum bersahaja di sepanjang jalan.

Sehabis gempa kondisi masjid di daerah tapal batas ini cukup mengkhawatirkan. Masjid ini merupakan (sepertinya) satu-satunya di kampung ini. Bersebelahan dengan sebuah madrasah yang bangunannya sudah usang, khas madrasah di kampung pelosok. Tidak banyak menunggu saya membidikkan ‘senjata’ untuk mengambil dokumentasi yang diperlukan. Sikat kiri kanan depan belakang dan didalam. Wawancara usai dan kami berpamitan. Perjalanan dilanjutkan melewati jalan-jalan desa yang kecil dan sedikit berlubang. Banyak yang saya lupa rute yang kami lalui sebab keluar masuk kampung dan jalan yang panjang berkelok membuat saya bingung. Tapi akhirnya kami keluar di Banjarsari dan diteruskan ke Cimaragas untuk istirahat di sebuah balong ikan milik akang wartawan. Disini suasana Jawa Barat kembali muncul, namun suasana panas masih ada. Tidak apa-apa karena semuanya bisa dilupakan oleh (sekali lagi) pemandangan yag aduhai. Tuhan memang Maha Besar menciptakan alam raya ini.

Ekspedisi ini berakhir di Cimaragas, sholat dzuhur dan makan siang kami lakukan disini. Setelah itu kami beranjak kembali ke Ciamis melewati daerah (saya lupa namanya) yang merupakan salah satu sentra penghasil rambutan di Jabar selatan. Daerah ini dibelah oleh sungai Citanduy yang perkasa. Menghadirkan suasana yang sungguh luar biasa. Sepertinya sayang kami harus terlalu cepat untuk pergi begitu saja, namun apalah daya waktu tidak mengizinkan. Akhirnya kami bertemu kembali dengan jalan raya dan kami meluncur menuju Banjar terus ke Ciamis. Dikantor perwakilan PR Ciamis kami berkemas sejenak untuk selanjutnya bersiap-siap pulang ke Bandung.

Di Tasikmalaya kami sempat berhenti untuk membeli oleh-oleh khas bumi resik ini; Renginang. Saat sore telah menyisakan hangat kuku, kami telah berada di jalan raya menuju Bandung. Perjalanan pulang kami lewat Rajapolah. Disinilah kami bertemu dengan pelangi yang begitu luar biasa. Saat itu gerimis baru mulai berderai menyentuh bumi. Sayang untuk melewatkan momen itu, kami pun mengabadikannya lewat beberapa jepretan. Daerah yang kami lalui dalam perjalanan pulang setelah Rajapolah adalah Ciawi, Manonjaya, dan Limbangan. Maghrib telah meluruh saat daerah Nagreg kami masuki. Setelah tanjakan Nagreg yang terkenal itu, disebuah pom bensin kami pun sholat mahrib.

Akhirnya ..

Mungkin corat coret ini tidak bisa menggambarkan dengan begitu utuh apa yang saya lihat dan saya rasakan. Keterbatasan saya dalam kemampuan mengolah kata mungkin adalah salah satu penyebabnya. Jadi saya menyarankan, jika berminat anda bisa melakukan perjalanan sendiri dengan rute tersebut diatas. Disini begitu banyak hal yang saya pribadi dapatkan dan rasakan di sepanjang aktifitas selama 2 (dua) hari itu. Sebuah pengalaman mahal dan luar biasa yang kami peroleh dan khususnya buat diri saya sendiri. Sebuah perjalanan menembus batas .. Sebuah ekspedisi membawa cahaya lentera yang menyentuh sisi-sisi terdalam seorang manusia yang mempunyai banyak keterbatasan. Tentang pendewasaan dan kekuatan diri .. Tentang kebersamaan dan profesionalitas. Akan pelajaran dan pengajaran diri, hingga akhirnya pelangi di Rajapolah itu (mungkin) adalah sebuah isyarat akan hadirnya banyak pelangi di semua tempat dan (tentu saja) di hati kami. Semoga ..



Bandung, 03 Desember 2009




Terima kasih kepada: Allah SWT Sang Pemilik Segala Kekuatan dan Takdir, Pikiran Rakyat untuk kesempatan dan kepercayaannya, ‘pelangi dan gerimis’ di Rancabango - Tarogong, akang pulsa di sebelah perwakilan kantor PR Ciamis beserta ibu warungnya, dan semua yang telah membuat perjalanan ini kemudian menjadi sungguh berarti .. Hatur nuhun pisan ..



*meminjam tagline Sutrisno Bachir dalam iklan kampanye citra dirinya




-------ooOoo-------