CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Senin, 14 Desember 2009

PUISI : Tentang Dyah Pitaloka dan 'Dyah Pitaloka'

" Ilustrasi Saja "
ilustrasi oleh: sendiri aja pake adobephotosop CS2



PELANGI DARI SELATAN


Kepada: ‘Dyah Pitaloka’

Kata-kata ini adalah untaian gerimis yang memahat ujung kemarau
Aku telah larut jauh sebelum ujung jari menyentuh rambutmu
Kau adalah ikhtiar hujan dan matahari untuk menghadirkan pelangi
Nama yang kau tertawakan saat kuminta kau mengikatnya diujung harapan
Iya..iya, ada baiknya juga kita mengenang kembali sejarah tanah yang kita pijak
Alangkah jauh pengembaraan ingatan dan aku ingin mengajakmu berkelana

Mesin waktu akan kita ciptakan dari butir-butir air awan yang bernama hujan
Sungguh .. Jika kita biarkan rasa ini menghamba pada kejujuran
Maka aku mendamba hidup yang berakar pada bumi dan berkaca pada langit
Sebuah bentangan angkasa seperti hamparan kitab yang menyentuh lapisan ozon
Agar kau mengerti bahwa mimpi yang kusanjung
Telah ada jauh sebelum malaikat atas izin-Nya memberi kita jiwa

Senja luruh dan jingga terjebak dalam dekapan kelam
Mari kita berandai-andai akan seperti apa mentari esok pagi
Hhmmm.. Seperti kelopak bunga..”, kau tertawa renyah
Bisa..!! Subuh nanti aku akan menunggu ia terbit untukmu..”, aku begitu riang
Dan kau selalu saja mulai tidak percaya dengan simbol kata-kata
Aku tidak kecewa sebab waktu adalah pembuktian akan jawaban

Langit pekat bertabur bintang yang memasung rindu
Sejenaklah kita mengira-ngira hakikat hujan dan gerimis
Basah.. Dingin.. Segar.. hhmmm..”, kau sibuk menerka-nerka
Pelangi..!! Tolong ambilkan ia untukku..”, tersenyum aku meminta
Kembali kau tertawa dan mimpiku semakin liar menjadi setitik harapan
Gravitasi kekal yang akan membuatku selalu ingin kembali

Baiklah.. Mari kita terdiam sejenak sebab mesin waktu telah kembali
Sini tanganmu ini tanganku mari kita buka apa yang ia bawa
Oh.. Sebuah pesan dari masa lalu;
(1)……………………………
.. Tak salah lagi, ia memang lelaki yang sangat tampan. Sekilas
pikirannya mengembara, membayangkan setampan itulah Arjuna
yang tengah bersanding dengan tujuh bidadari Swargaloka
..

……………………………
Oh, kekasihku, apa yang terjadi? Bangunlah, kekasih, ini aku …
Mari kita bersanding. Bukankah kita sama-sama sudah siap?”
……………………………
Baru kali ini Sang Prabu melihat sesungging senyuman yang sangat
indah. Jauh lebih indah daripada sekadar lukisan karya Ki Juru Lukis.
Bahkan lebih indah daripada Pardnyaparamitha permaisuri Singasari ..
……………………………
Takdir telah bicara dan cerita itu mengikuti alurnya
(2)Rajasanagara dan Eulis Citraresmi pun menutup kisahnya sendiri

Ah, aku tiba-tiba terjebak pada doa-doa malam yang begitu nadir
Harapanku masih hidup bergejolak dan aku punya jutaan semangat
Pesan adalah kenyataan dan saat ini aku ingin kita merubah episode akhirnya
Sebab perjalanan ini adalah milik kita sendiri untuk legenda di masa depan
Dan izinkanlah aku untuk tetap memanggilmu ‘Dyah Pitaloka’ saja
Lalu biarkan takdir juga menjadi garis jalan kita yang tak terbantahkan

……………………………
(3)Oh, apakah kekasihku sudah menangkap isyarat dari Smaradhahana?
Pertanyaan itu kini tergantung pada lingkar pelangi di selatan
(dan aku tidak mau terjebak dalam fragmen (4)Wirayuda),




Bandung, 13 Desember 2009




Keterangan:

(1) Dari halaman 313-314 diakhir buku Dyah Pitaloka karya Hermawan Aksan, penggambaran suasana dan dialog yang terjadi saat Hayam Wuruk memeluk Dyah Pitaloka yang meregang nyawa dengan patremnya sendiri ketika perang Bubat berakhir ..
(2) Nama panggilan Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
(3) Dikutip dari halaman 244 pada buku yang sama

(4) Tokoh ketiga dalam episode cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka




-------ooOoo-------

Tidak ada komentar: