CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Minggu, 31 Januari 2010

MERENDA ASA : Catatan Saat Hujan

" Setelah Reda "
ilustrasi oleh: hasil browsing di google aja


CERITA HUJAN


- Saya memanggilnya pelangi. Terbit dan terbenam di selatan bersama gerimis jika sore memberi kesempatan untuk menghadirkan senja yang ranum. Lalu aku percaya, ia bukan fatamorgana. Ia nyata .. dan ia pernah mengatakan itu .. -

AKHIR bulan diakhir tahun yang dingin. Sudah hampir satu minggu ini lepas siang adalah waktu untuk hujan turun, setiap sore hampir menjadi keniscayaan bagi bulir-bulir air langit menyapa tanah. Terkadang saya berpikir jika langit sedang menangis, terkadang meraung-raung atau terisak-isak dengan gerimis kecilnya yang merinai-rinai. Baiklah, aku akan menyebutnya air mata bahagia saja. Sebab dengan itu tanah menjadi subur, pepohonan dan rerumputan merasa segar, petani gembira, dan sungai menjadi hidup.

Sudahlah, mari lupakan tentang romantisme hujan. Dia memang sumber inspirasi bagi para pemuja dramatisnya aliran air dan syahdunya keciprak lumpur disawah. Sebab saya sedang ‘tersiksa’ oleh hujan. Ia telah mengurung tidak hanya langkah, namun juga lamunan saya. Pernahkah terpikir saya akan menjadi berani untuk mengutuk hujan? Tidak tentunya, sama sekali tidak karena itu berarti saya akan mengutuk lamunan saya sendiri. Oh.. tidak, lamunan saya terlalu putih dan agung untuk dikutuk begitu saja. Saya memeliharanya sebab ia adalah teman perjalanan saya. Dalam setiap cerita bersamanya saya menggantung harapan jauh dilangit. Memaku dan mengikatnya kuat-kuat agar tidak jatuh karena saya ingin menggapainya dengan kejujuran, keberanian, dan niat teguh yang tulus.

Saya memanggilnya pelangi. Terbit dan terbenam di selatan bersama gerimis jika sore memberi kesempatan untuk menghadirkan senja yang ranum. Lalu aku percaya, ia bukan fatamorgana. Ia nyata .. dan ia pernah mengatakan itu.


EPILOG DOA
Kepada: E.W.

Mestinya aku menulis ribuan kata pada senja itu
Rangkaian kalimat yang telah kususun dari kisahnya sendiri
Harusnya aku memahat langit dengan sisa-sisa awan yang tercecer
Jika jingga yang tercipta adalah warna yang ia berikan

Pada malam aku memasung rindu akan seraut wajah
Lalu kau berkata, “bertanyalah pada Tuhan saja..”
Terlalu bijak kau ucapkan itu, sayang
Sebab aku mendera mimpi dan harapan dalam kenyataan

Aku memerlukan keberanian
Kau tertawa, “bagaimana takdir Tuhan saja..”
Lagi-lagi kau menggantang lamunan yang fana
Dimana aku menyebut itu kesempatan,

(Bandung, 31 Januari 2010)


Saat cerita-cerita yang mengalir kemudian tersudut dibibir malam yang hening. Kita akan menyudahinya dengan sekelumit doa. Tentu saja dengan doa. Bukankah Tuhan telah memberi awal cerita (yang berulang kali aku ingatkan) dengan keajaiban? Tidaklah terlalu naïf jika kemudian aku pun berharap ‘gumaman’ kita adalah kata-kata yang sama, dimana akhirnya bisa tertulis dalam lembar-lembar catatan langit. Berharap pula hujan nanti akan ikut menurunkannya menjadi kenyataan yang tidak hanya sekedar sebuah keajaiban.

Coba engkau katakan padaku / Apa yang seharusnya aku lakukan / Bila larut tiba / Wajahmu terbayang / Kerinduan ini semakin dalam .. (NYANYIAN RINDU – Ebiet G. Ade)




Bandung, pada waktu yang sama dengan puisi diatas
Tengah malam ketika gerimis masih bersenandung






-------ooOoo-------

Tidak ada komentar: