CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Rabu, 03 Februari 2010

ARTI SEBUAH MAKNA : Catatan Saat Menikmati Hening

" Ini Adalah Daun "
ilustrasi oleh: sendiri aja menggunakan adobephotosop CS2


KISAH SELEMBAR DAUN


-
Kisahnya mengalir bagai hembusan angin padang pasir yang luas. Bergemericik ibarat air sungai yang menerpa bebatuan dan terkadang bergolak bagai gelombang samudera. Sekali waktu menerobos batas etika berbicara yang menggebu-gebu seperti halilintar mahameru. Ia sangat bersemangat, memaksa saya untuk menyelanya agar ia bisa istirahat sejenak mengambil nafas .. -

ALKISAH ada sebuah biji-bijian tergeletak ditanah. Ia berada ditanah itu sebagai sebuah benda yang diterbangkan angin. Tentu biji itu mempunyai pohon induk sebagai tempat dulu ia bergantung dari semenjak berbentuk bunga, besar, dan akhirnya kering dan jatuh. Hujan dan panas membuat beratnya semakin ringan dan akhirnya angin menerbangkannya ketempat yang ia baru lihat. Disanalah ia tergeletak kini, bertunas dan tumbuh menjadi sebuah pohon.

Cerita ini akan mengalir pada selembar daun yang ada dipohon yang telah tumbuh besar itu. Selembar daun, yah.. selembar daun. Apalah artinya selembar daun pada pohon yang rimbun. Tapi jika semua daun itu dipandang sama maka pohon itu tidak akan disebut rimbun. Selembar daun akan saling memberi arti pada lembar-lembar daun yang lain. Kebersamaan akan melahirkan kekuatan, sebuah kuasa untuk memberi arti pada pohon dan membuat teduh sekitarnya. Selembar daun, apa kabarmu hari ini?

Sebuah angin yang teramat kencang telah merontokkan dedaunan dan selembar daun itu adalah salah satu yang tercerabut dari rantingnya. Lalu diterbangkan angin kembali melintasi ruang dan waktu seperti pohon besarnya itu dulu saat masih menjadi biji. Hari ini ia tergeletak disini, didepan pintu kamar. Halaman depan sepertinya masih tidak memberikan tempat buat angin menurunkannya disana hingga akhirnya ia terseret sampai pintu kamar dan pagi tadi saat subuh telah mulai terang saya melihatnya. Diam tanpa bergerak sedikitpun. Tentu ia lelah dan letih setelah menempuh perjalanan panjang untuk sampai disini. Saya memungutnya dan membawanya masuk, ia mesti istirahat.

Selembar daun pada malamnya bercerita, begitu banyak tempat yang telah ia lintasi dan singgahi. Tempat-tempat yang indah maupun yang tidak menyenangkan buatnya. Membukakan matanya tentang berbagai hal yang terjadi diluar sana. Kisahnya mengalir bagai hembusan angin padang pasir yang luas. Bergemericik ibarat air sungai yang menerpa bebatuan dan terkadang bergolak bagai gelombang samudera. Sekali waktu menerobos batas etika berbicara yang menggebu-gebu seperti halilintar mahameru. Ia sangat bersemangat, memaksa saya untuk menyelanya agar ia bisa istirahat sejenak mengambil nafas. Kekaguman saya muncul, selembar daun kini telah menjadi sangat realistis melihat kehidupan.

Diujung malam saya bertanya, “Jadi, sekarang daun ingin bagaimana?”. Pertanyaan saya tentu begitu ambigu dan abstrak yang luas maksudnya. Tapi selembar daun tidak menjadi kaget. Malah ia tersenyum begitu tenang dengan raut yang seolah-olah mempermainkan pertanyaan saya itu. Sepertinya ia telah mempunyai rencana-rencana jauh sebelum saya bertanya.

Yang pasti saya tidak ingin hanya sekedar menjadi sampah yang dibakar menjadi asap polusi udara. Saya ingin menjadi kompos, mungkin juga menjadi inspirasi para pecinta mimpi hidup bagi ide-ide mimpinya atau mungkin juga menjadi atap berteduh bagi mereka yang bisa menggunakan saya.. Yah, saya hanya ingin berguna dan menjadi berarti..”, begitu bijak jawaban yang keluar untuk ukuran selembar daun yang begitu ringan dengan tangkai yang terlihat rapuh.

Ketika mentari sebentar lagi akan terbit kami memutuskan untuk istirahat sejenak. Kami butuh istirahat sebelum melanjutkan perjuangan menaklukan hidup. Bukan kami, tapi saya.. Yah, saya sendiri saja sebab selembar daun telah saya tinggalkan begitu saja disudut kamar dibelakang speaker komputer. Sebelumnya ia saya letakkan dekat rak sepatu. Hingga pada sore harinya saya tidak menemukan selembar daun itu disitu lagi.

Sepertinya ia telah pergi. Ia mungkin kecewa melihat saya seperti tidak begitu memperdulikannya lagi. Sedikit kehilangan direlung hati saya, kemanakah selembar daun itu sekarang? Melanjutkan perjalanannya melintasi belahan bumi yang lain? Atau keluar dan terpungut secara tidak sengaja oleh petugas kebersihan dan akhirnya dibakar bersama sampah yang lain? Atau juga telah menjadi seperti yang dicita-citakannya itu? Saya sama sekali tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Hingga hari kembali menjadi malam dan saya kembali sendiri. Seandainya selembar daun itu masih ada disini, mungkin kami bisa bercerita-cerita lagi. Tapi sudahlah, semua sudah mengikuti garis takdirnya masing-masing.


Kemanapun angin berhembus ..
Menuntun langkahku .. memahat takdir hidupku disini
Masih tertinggal wangi yang sempat engkau titipkan
Mengharumi kisah hidupku ini

Meski ku terbang jauh melintasi sang waktu
Kemanapun angin berhembus
Aku pasti akan kembali

Kulukiskan indah wajahmu dihamparan awan
Biar tak jemu kupandangi selalu
Kubiarkan semua cintamu membius jiwaku
Yang memaksaku merindukan dirimu

Meski langit memikatku dengan sejuta senyum
Aku tak kan tergoyahkan
Aku pasti akan kembali

(Kemana Angin Berhembus – PADI)


Selembar daun.. Entahlah, apakah nanti saya masih akan mengingatnya. Sekarang saya hanya ingin mengingat pelangi saja, ya.. ‘pelangi’ itu saja. Sebab saya sendiri adalah gerimis dan kami akan mengukir dan mewarnai langit setiap hari. Jika waktu masih berpihak pada perjalanan ini ..




Bandung, 3 Pebruari 2010






-------ooOoo-------

2 komentar:

Ifa mengatakan...

kok kayaknya dejavu yaa.. pernah di ceritain mase mirip2 ini.. daun yan g diterbangkan angin..

Jati Wirachmat mengatakan...

IFA@ Owh .. pernah denger2 kayak gitu juga ya, mbak .. mungkin aku sama Mase kebetuLan berpikir sama waktu itu hahaha ..

----------------