CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Selasa, 29 Januari 2008

"sampai kapan..?" dia menggumam lirih.

Gerbang Unpad ke Fikom Pulang Pergi: Sampai Kapan?

tribute to kenangan sang biduan kampus

*oleh: G. Sulye Jati

“.. saya pikir tidak semuanya jadi berubah. Dari zaman bis kuning dengan angkot yang tarifnya 400 perak sampai era 700 perak dan angkot plat merah, itu cuma perubahan materi semata. Ada yang tetap ‘kekal’, immateri.. Bung harus camkan itu!!”.

(Gerbang Unpad pada malam yang fana. Langit bersih, ribuan bintang, tapi tak ada bulan. Mungkin dia akan muncul, nanti menjelang subuh dengan wujud sabit yang saga)

Yogyakarta punya malioboro, Bandung punya dago, maka Jatinangor punya gerbang Unpad. Begitu kira-kira slogan yang sering dijejalkan kepada saya oleh kawan-kawan yang sering bisa saya jumpai di gerbang Unpad. Saya mahfum juga, walau saya sendiri juga masih bingung mencari apa sisi yang harus ditonjolkan di gerbang ini sehingga bisa ‘sederajat’ dengan malioboro atau dago. Ke-mahfum-an saya saat ini masih berkisar sekitar kawan-kawan saya itu memang sangat membutuhkan sebuah identitas.

Mencari kawan di Jatinangor bagi saya tidak begitu sulit ternyata. Diluar dugaan anda sebelumnya, kalau kemudian secepat itu anda sudah mendapat tongkrongan. Sekelas malioboro atau dago, lagi-lagi kawan saya itu mencoba mem-paten-kan propagandanya di kepala saya. Sebagai kawan yang baik tentu saja saya tanpa ragu untuk mengangguk dengan tertib dan berkesinambungan.

Sekarang, gerbang Unpad bagi saya merupakan tempat yang sangat nyaman. Segelas kopi hitam dan beberapa batang rokok cukuplah menjadi alasan bagi kita untuk duduk dan berlama-lama di sana. Tidak ada yang akan mengusir dan mencoba bertanya apakah kita berasal dari keluarga baik-baik atau tidak. Bapak kita perampok atau kiai. Tidak.. Tidak ada yang akan bertanya seperti itu. Dan yang paling menarik adalah topik obrolan. Semua bebas untuk berbicara tentang apapun. Dari agama, sejarah, filsafat, politik, ekonomi dan perbankkan (maksud saya, jika ada kawan yang kebetulan sedang terjerat masalah ekonomi maka biasanya ia akan melakukan ‘itu’ juga digerbang. Semisal menggadaikan HP atau lobi-lobi demi mendapatkan sedikit kucuran pinjaman untuk bisa bertahan sampai akhir bulan), sampai teknologi dan lain sebagainya. Tidak terkecuali tentang cinta. YA.. CINTA, BUNG!!

Semua manusia adalah makhluk sosial (ah.. lagi-lagi, kan?!). Seorang kawan penggemar masalah-masalah sosiologi (sekali lagi) pernah berkomentar. Saya sepakat, karena saya memang tidak bisa hidup tanpa kawan (apalagi ketika kiriman dari ibu saya di kampung belum datang). Tapi yang lebih utama tentang sosial itu, menurut kawan yang mendalami masalah seni, adalah bahwa kita juga membutuhkan cinta untuk menghidupkan rasa sosial kita. Agak rumit bagi saya sebab sosial dan cinta itu nyambung dimana?

Hei, Bung.. Jika ingin cinta Bung bersambut, maka Bung harus sosial. Kepada teman-temannya, ibunya, tetangganya, kucingnya, terlebih-lebih kepada wanita yang Bung sukai itu..”, sedikit detail kawan saya pecinta seni itu menjelaskan maksudnya.

Okeh.. Cukup jelas bagi saya. Ini berarti bahwa jika saya ingin mencintai seorang wanita maka saya harus punya uang banyak.

Ah.. Anda terlalu sempit Bung. Sosial itu tidak melulu masalah uang. Itu bisa juga berarti ramah, rajin menolong, dan sedikit perhatian..”. Okeh (sekali lagi).. Sekarang saya menjadi mengerti dengan arah maksud kawan saya yang sebenarnya. Dengan sedikit bengong saya bertanya dalam hati, apakah orang-orang yang nongkrong di malioboro atau dago juga mengartikan cinta itu seperti pendapat kawan saya yang pecinta seni? Entahlah..

Tapi, fakta memang harus selalu diperlukan untuk menilai sesuatu. Beberapa kawan saya pernah mengalami jatuh cinta berkali-kali dalam beberapa bulan (ini termaktub dalam begitu banyak permintaan untuk mendengarkan curhat yang mampir di daftar agenda saya). Tidak terbayang bagi saya kalau ia akan sangat sibuk sekali untuk berbaik-baik dengan begitu banyak tetangga, ibu-ibu, kucng-kucing, terlebih kepada teman-temannya yang mungkin seabrek-abrek. Susah juga untuk jatuh cinta terlalu sering. Paling tidak menurut ‘rumus’ percintaan saya.

Gerbang Unpad ketika musim hujan atau musim kemarau tidaklah terlalu berbeda. Cerita yang mengalir tetap sama dan topik yang bergulir susah sekali untuk mengalami ‘revolusi’. Para ‘pakar’ filsafat, peneliti agama, ‘ahli’ politik, pecinta seni, dan semua yang tidak termasuk kategori tersebut (tapi bisa sangat seru untuk ngobrol masalah-masalah itu) seperti tidak akan pernah bosan membicarakan tentang cinta; cinta temennya, cinta tetangganya, cinta orang yang tidak ia kenal, maupun cintanya sendiri.

Namun, bertolak dari pendapat kawan pecinta seni tentang cinta yang sosial. Maka, tentu saja ada pengecualian. Bukankah hidup ini penuh dengan hal-hal yang berlawanan dengan kelaziman? Bukti tentang hal itu cukup kuat. Sebab, ada juga kawan yang sepertinya enggan untuk terlalu sibuk melakukan aksi berbaik budi dan beramah tamah dengan begitu banyak orang dan ragam jenis golongan. Sedemikian ‘malasnya’ hingga ia akhirnya memutuskan hanya mencintai seorang saja (YAH.. SEORANG SAJA!!) selama hampir tiga tahun lebih ini.

Kawan saya ini termasuk golongan pecinta seni juga. Ini saya pastikan karena ia sering sekali menyumbangkan suaranya ketika ada acara di kampus. Murni, menurut subjektif saya, ia adalah pemuja seni. Dari seluruh sudut pandang saya yang terlalu ‘lugu’, ia adalah wujud eksistensi sebuah seni. Gaya bicara, berpakaian, model pemikiran, keinginan, dan lain sebagainya adalah seni. Hingga bagaimana ia menikmati atau pun mengaplikasikan cintanya. Semuanya menurut saya adalah seni. Walau mungkin seni yang amat sangat subjektif. Cinta adalah dirinya sendiri. Cinta adalah perasaannya. Cinta adalah mimpi dan harapannya. Cinta adalah kesendiriannya. Cinta adalah wujudnya.. pada seorang, yah seorang saja. Tentang bulan yang selalu muncul menjelang subuh. Paling tidak seperti itulah, menurut saya tentunya.

Gerbang Unpad adalah ‘kantor’ tidak resmi untuk para penikmat cinta. Para penikmat cinta adalah simpatisan ‘ideologi seni’. Dan tentu saja kawan saya itu adalah anggota yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Yang menarik kemudian adalah cara kawan saya ini melihat cintanya. Meneguk segelas kopi hitam dengan hisapan sebatang rokok adalah seperti menikmati kilatan cahaya mata ‘gadisnya’ dengan (seolah-olah) renyah tawa candanya. Please.. Anda sedang tidak saya ajak untuk bernostalgia. Toh, belum tentu anda punya kenangan. Jadi apa yang mau dinostalgiakan?! Orang yang bernostalgia adalah mereka yang punya memori khusus dalam hidupnya. Memori khusus merupakan episode-episode tertentu yang sangat berarti. Seperti itulah kira-kira statement seorang kawan penikmat cinta lainnya. Dan saya sepakat itu.. Nama kawan saya itu adalah Bung GN.

Kampus Fikom Unpad merupakan tempat yang tidak begitu jauh dari gerbang Unpad. Dengan hanya memanfaatkan kedua kaki, anda pun sudah bisa sampai di sana. Mencari atau bertanya tentang Bung GN di Fikom tidaklah susah. Anda tinggal datang ke kantin dan semua orang di sana akan bercerita tentang sosok yang penuh ‘kontroversi’ akan cintanya itu. Sebagai seorang K0A02, maka ia adalah bentuk nyata dari sebuah kesetiaan. Saya pikir semua orang yang mengenal Bung GN akan sepakat. Tidak perlu voting, tapi akan langsung quorum 100%.

Cerita tentang cinta Bung GN adalah cerita tentang angin yang berhembus dari gunung Manglayang menuju setiap sudut di Jatinangor pada pagi dan sore. Tentang aliran Citarum yang ‘menggila’ ketika musim hujan tiba. Atau tentang embun yang mengering tapi tetap ‘hidup’ di akar-akar rumput. Dengarlah lagu-lagunya dan simaklah senandungnya. Saya tahu pasti, teriakan keras dari atas panggung tidaklah melulu berarti sebuah perlawanan. Namun, itu adalah sebuah pelepasan ‘rasa’ yang mengungkung. Agar cinta menjadi tahu dan faham jika Bung GN masih tegar dan bersemangat. Vulgar tanpa tedeng aling.. Begitu berdinamika untuk saya nikmati.

Gerbang Unpad menuju Fikom pulang pergi dengan beberapa jam menghidupkan gerbang Unpad di waktu malam. YAAA.. WY NAMA PEREMPUAN ITU. Seorang K0B03 yang matanya menyala dan tangannya halus bagaikan lilin dengan suara seperti air yang menetes di daun tertiup angin. Setiap langkahnya adalah jejak-jejak yang tidak bisa di hapus begitu saja. Ia adalah cerita tentang kantin Fikom dan bagian dari ‘sejarah’ tentang gerbang Unpad. Untuk sebuah waktu yang sangat panjang. Di tulis oleh angin dan hujan di dinding-dinding gerbang Unpad dan meja kantin di Fikom. Pada jalan yang meretas di Fikom, Kiarapayung, Cimalaka, dengan jutaan kenangan yang melekat erat. Di Jatinangor, Bung GN adalah ‘ruh’ untuk cerita tentang WY. Untuk rindu dendam yang belum terlampiaskan, tentang penantian (yang seperti) tak berujung, pada kesetiaan seperti dongeng-dongeng masa lalu. WAHAI DIPLOMASI 2004.. TAHUKAH ENGKAU, BETAPA LAKNATNYA DIRIMU TELAH MEMULAI CERITA ITU…!!!

Gerbang Unpad dari Fikom pulang pergi tanpa hari libur di tanggal merah. Harus diakui jika kawan GN telah memberikan improvisasi dan ciri khas yang sangat kental untuk obrolan seputar cinta kepada para penghuni gerbang Unpad. Ia adalah ikon perjuangan cinta. Ia adalah maskot ketabahan akan cinta. Ia adalah legenda keterusterangan pada cinta. Bagi Bung GN, menyembunyikan cinta adalah sebuah aib. Mereka yang hanya mendekam cintanya dengan malu-malu adalah sekumpulan pecundang yang kalah sebelum bertarung. Tapi, terus terang saja, saya pernah mencoba untuk mengikuti style kawan GN untuk ‘vulgar’ pada cinta (pada seorang juniornya di K0A). Hasilnya?? Malu yang tidak bisa hilang (yang mudah-mudahan tidak seumur-umur). Seorang uztadz dikampung saya (ustadz ini begitu senang dan selalu bersemangat kalau memberikan pengajian untuk ibu-ibu dan gadis remaja), pernah berkisah kalau wanita itu diciptakan untuk laki-laki. Kalau laki-laki tidak ada maka perempuan tidak akan diciptakan. Begitu kira-kira perihal yang sering ia sampaikan ketika ceramah bersama remaja masjid. Ah.. persetan dengan omongan ustadz itu. Ia hanya ingin memberikan pembenaran subjektifnya untuk bisa jatuh cinta dengan gadis-gadis di kampung saya (mudah-mudahan tidak kepada istri orang, sebab itu berarti ia akan berurusan dengan golok yang sudah di asah mengkilat.. atau rajam dan pancung ala tanah arab!!).

Mengikuti gaya Bung GN dalam hal cinta adalah sesuatu yang sangat sulit bagi saya (mungkin kalau dipaksa, maka akan saya katakan mustahil). Saya pikir akan sangat sekali kita jumpai karakter cinta seperti yang ada dalam diri kawan GN ini. Bukan perfect, tapi sangat ‘berani’. Berani apa?? Ya berani segala-galanya..

Hujan ketika jam sepuluh malam adalah hal yang sangat wajar di Jatinangor. Mungkin juga diseluruh dunia. Gerbang Unpad bukanlah sebuah kafe yang punya atap kuat dengan deretan kursi yang memanjakan pengunjung. Gerbang Unpad tetaplah basah dan dingin. Tapi, ini bukan berarti Bung GN akan begitu saja ‘melepas’ saya untuk berhenti membicarakan tentang WY. Tempat bukan masalah utama disini dan Pajawan 24 jam adalah jawabannya. Cerita itu kemudian akan mengalir (sampai jauh..). Dan jangan salah, orang yang baru ia kenal pun akan di paksa untuk ‘mengenal’ WY lewat kisah-kisahnya yang terkadang begitu ‘memilukan’. Saya pernah juga curiga, apakah kisah dara WY ini kemudian telah menjadi materi tetap untuk Ospek Jurusan di K0A? Ada baiknya juga untuk nanti saya tanyakan kepada pengurus Hima K0A atau pada kawan-kawan K0A yang baru selesai di Ospek oleh Himanya itu (tapi, untuk masuk di AD / ART Hima K0A bagi saya adalah sebuah keterlaluan).

Berbicara tentang WY pada tahun 2007 ini bukanlah kita akan berbicara tentang sosok yang sering hilir mudik di depan hidung kita di Jatinangor. Gerbang Unpad, Fikom, Pajawan, kamar kostan atau tempat manapun di Jatinangor ia tidak akan kita temukan. Yah.. WY telah lulus dan meninggalkan kenangan itu disini. Tapi, Bung GN dan kenangan sekarang ini adalah sebuah film tanpa akhir. Begitu anda akan nekat mencoba-coba membuat skenario untuk ending-nya, maka secepat itu episode baru akan masuk. Entahlah.. jika ada penulis naskah yang sanggup untuk terus mengikuti alur ceritanya.

Semua alur komunikasi dua arah membutuhkan sebuah media untuk praktiknya. Tidak perlu venue yang mewah. Setelah waktu sudah tidak etis lagi buat nongkrong di gerbang Unpad atau Fikom. Dan tempat seperti pajawan sudah terlalu berisik dengan pengunjung yang membludak. Maka, kamar kostan adalah solusi terakhir sambil ‘menunggu’ ngantuk (yang sebenarnya sangat tidak diharapkan oleh Bung GN untuk terjadi pada saya atau kawan lain yang jadi pendengarnya). Segelas kopi hitam, sebotol anggur merah, sebungkus rokok, atau insomnia dadakan, adalah alasan bagi saya untuk kemudian kembali melanjutkan mendengar (dengan sesekali menimpali) Bung GN berkisah tentang WY. Dan seperti itulah untuk esok hari dan hari-hari selanjutnya..

Bung GN adalah aktifis, biduan kampus, dan tokoh yang mungkin nanti akan menjadi ‘dongeng’ di Jatinangor. Bung GN adalah tokoh ‘kontroversi’ untuk segala statement maupun semua teori-teori tentang cinta. Ceritanya telah mementahkan semua petuah Kahlil Gibran, kisah Laila Majnun hingga dongeng Sangkuriang. Tapi, saya pribadi tetap berkeyakinan.. Bahwa semua yang tulus dan suci pasti akan sampai kealamatnya. Paling tidak akan menemukan alamat sebenarnya. Bukan begitu, Bung??

Ah.. sudah terlalu larut sepertinya. Besok saya juga musti menata kembali cerita tentang kisah cinta saya. Kepada seorang perempuan yang tidak pernah benar-benar datang (seorang kawan pernah mengingatkan saya tentang hal tersebut)..

Tapi, apakah kisah Bung GN dan kenangan akan selesai? Untuk saat ini saya katakan NEVER…!! Mungkin nanti sajalah kita mencoba untuk membantu Bung GN untuk menata episodenya kembali. Biar alur cerita bisa berurutan dan nyaman untuk kita nikmati. Serta tentu saja, mempunyai ending (apapun itu) biar ‘penonton’ tidak deg-degan dan menduga-duga saja akhirnya akan seperti apa. Dan biasanya semua film itu selalu berakhir dengan ‘kemenangan’ bagi nu boga lakon.. apapun kemenangannya.. Bukan begitu, Bung!?

Oh ya.. WY bagaimana kabarmu sekarang, geulis..??

*sang petarung kehidupan

“..Sejujurnya saya tidak bisa menceritakan semua tentang Bung GN. Gairah saya entah kenapa tidak bisa lepas untuk menulis semua isi otak saya. Ah.. Kisah ini memang harus punya tempat sendiri dalam dunia percintaan..”

Tidak ada komentar: