CINTAI LINGKUNGAN UNTUK SELAMATKAN BUMI KITA : Iklan Layanan airbening21 Untuk Semua

Berbagi Apa Yang Bisa Dibagi

Selasa, 29 Januari 2008

tentang kawan aktifis kampus

Soulmate

*Oleh: G. Sulye Jati

Percayalah semua ada harganya. Hanya masalah sudut pandang tentang menghargai dan memaknai akan arti sebuah kesabaran. Tengkyu, Bung..”

SMS yang saya terima tanggal 01 / 06 / 2007 pukul. 23:42:09

Pesan singkat itu telah mengingatkan saya kembali tentang obrolan-obrolan kami (tanpa double M yang semuanya berbentuk huruf kapital) yang kadang-kadang sangat alot waktu itu (kami maksudnya disini adalah saya dengan Bung DA -seorang kawan dekat saya- beserta beberapa orang kawan lagi yang lebih dari cukup untuk berperan sebagai aktor pendukung pada tema obrolan). Sungguh berhutang budi kami kepada penemu telepon genggam atau lebih populer dengan sebutan HP. Betapa tidak, penemuannya telah membuat kami sering melanjutkan obrolan yang terputus (karena waktu yang terlalu larut hingga masuk waktu subuh) lewat SMS - SMS yang sungguh sangat ‘kontroversi’. Paling tidak buat saya dan kawan dekat saya itu.

Ngobrol adalah budaya dan tradisi masyarakat Indonesia dari dulu sampai sekarang. Hingga sekarang, ngobrol pun telah menjadi suatu profesi. Lihatlah di TV-TV dan radio, setiap hari hampir sebagian besar acaranya adalah ngobrol melulu. Temanya macam-macam, tentang si A yang putus cinta sama si B, si L yang cerai sama si K dan nikah lagi dengan si M, dan masih banyak lagi tema obrolan yang lain. Hebatnya pula, para pemirsa dan pendengar juga sangat menggandrungi acara ngobrol ini. Mereka bisa betah berjam-jam melototin TV. Di kantor-kantor juga seperti itu, orang-orang yang di gaji oleh rakyat kerjaannya cuma ngobrol melulu mengumbar janji dan membodohi rakyat, seolah-olah mereka sangat serius membahas suatu masalah. Akhir bulan dapat upah. Enak sekali, Bung..

Dalam kehidupan biasa sehari-hari, memperbincangkan sesuatu ada kalanya lama dan sering juga sebentar. Tema obrolan sangat menentukan apakah anda akan ‘ikhlas’ berbetah - betah untuk menghabiskan begitu banyak waktu dalam diskusi panjang lebar atau tidak. Seperti kebanyakan aktifis kampus pada umumnya, maka Bung DA adalah salah satu kawan dekat saya yang sungguh mengasyikkan menjadi lawan bicara. Seluruh tema yang kami bahas buat kawan DA sepertinya tidak ada yang tidak ia ketahui. Sosial, politik, ekonomi, astronomi, hukum, mode, film, musik sampai ilmu hitam dalam dunia perdukunan dan lain sebagainya rata – rata ia kuasai. Sebagai karib dekat, setiap kali bersua dengan Bung DA maka perbincangan akan mengalir. Lepas tanpa beban dan batas, karena ini juga sekaligus kesempatan bagi saya untuk mencuri ilmu dari dia. Tidak perlu menyiapkan tema sebelumnya karena kami juga sering bertemu tanpa pernah janjian.

Namun, dengan begitu banyak topik yang bisa kami angkat tentu tidak semuanya bisa diobrolkan sama panjang. Tergantung sikon walaupun pelengkap yang ada selalu kopi hitam dan rokok (tapi, kadang-kadang saya sering juga mengusulkan untuk minum ‘jamu’). Cuma satu tema yang sampai entah kapan, selalu menduduki peringkat teratas sebagai tema diskusi kami. Hampir bisa dikatakan, semua tema yang kami bahas selalu saja balik kearah tema tersebut. Luar biasa memang, sehingga saya rada ngeri juga kalau tema tersebut sampai diusulkan oleh Bung DA (kawan saya ini juga seorang tokoh dibalik beberapa demonstrasi mahasiswa di Jawa Barat ini) agar bisa di bahas pada sidang para anggota DPR di gedung sate atau senayan. Sebab, sekali saja para anggota DPR tersebut sepakat untuk membahas itu di sidang mereka, maka bisa saya pastikan dengan amat sungguh-sungguh bahwa mereka tidak akan pernah bisa lagi membahas agenda sidang yang lain. Seluruh waktu mereka -sampai dengan pemilu berikutnya- akan habis cuma buat membahas masalah tersebut. Bisa-bisa rakyat mengamuk dan terjadi kudeta besar-besaran. Sangat mengerikan sekali bukan?! Perihal yang saya sebut itu adalah obrolan tentang soulmate, yah.. soulmate!!

Anda tahu soulmate?! Seorang kawan saya –seorang Humas 2003 mantan Bendahara BEM Fikom periode 2005 / 2006- dulu sering menyebut tentang hal itu. Tidak terlalu detail memang, tapi sudah lebih dari cukup bagi saya untuk memahami maknanya. Seluruh jiwa yang tercipta di dunia ini selalu sendiri, dengan satu raga tentunya. Setiap yang sendiri tentu merasa kesepian, manusiawi sekali. Oleh karena itu sudah lumrah jika jiwa yang sendiri itu kemudian mencari pasangannya. Para kawan-kawan ‘penyair’ saya menyebutnya “pasangan jiwa” atau juga sekali-sekali dengan titel “belahan jiwa”. Ah.. begitu romantis sekali. Saya tidak tahu, apakah sebutan yang indah ini juga cocok untuk nama seorang anak saya nanti. Mungkin sekali-sekali nanti saya coba juga. Mudah-mudahan pas dan disetujui pula oleh istri saya kelak (????).

Jika anda adalah penggemar berat aliran musik Ska semacam Shaggy Dog (dengan tembang Hey Cantik-nya) atau Hoobastank (dengan The Reason-nya), maka bisa saya pastikan bahwa anda punya posisi sama dengan Bung DA, telah punya seorang Soulmate juga. Saya sendiri sebenarnya tidak yakin persis jika Shaggy Dog dan Hoobastank (mohon jangan mengganti huruf B dengan M) punya aliran musik yang sama. Tapi, paling tidak (menurut kawan saya itu) isi lagu tersebut mencerminkan sebuah keinginan dan apresiasi perasaan yang dalam.. oooohhhh... (diucapkan dengan mata sedikit sayu dan kedua tangan memegang dada seperti mengingat sesuatu yang sangat indah dan sepertinya tidak akan pernah didapatkan oleh manusia manapun di seluruh dunia ini kecuali oleh anda sendiri).

Aku tengah melukismu lewat jemari angin

Yang mencoreti langit dengan kuasnya yang basah

Kebahagiaan ini kemudian menancap bagai akar-akar aur

…………………………………………………………..

(sepotong sajak: Pelukis Asa (1) by: G. Sulye Jati)

Berbicara tentang belahan jiwa (sekilas saya jadi teringat dengan Katon Bagaskara), maka tentu saja setiap mereka yang merasa normal akan mempunyai itu. Terutama bagi mereka yang senantiasa merasa kesepian saja sepanjang hidupnya. Bukan!!! Maksud saya kesepian itu bukan karena tiada kawan atau lawan, tapi kesepian sejati dalam konteks soulmate (Subjektif saya menelaah statement kawan DA) adalah ‘menyatu’ dengan sesesorang yang tidak (belum) pernah benar-benar bisa jadi satu. Hingga mungkin suatu saat akan kehilangan soulmate yang tidak pernah benar-benar datang. Oh shit man.. Anda mungkin pernah tertidur nyenyak dan bermimpi mencium seorang gadis cantik idaman anda atau mendapat uang bermilyar-milyar dolar, mungkin juga suatu bermimpi rasa sakit tertusuk sembilu didada. Tapi, itu dalam mimpi.. Sakit? Ya..! Bahagia? Tentu..! Tapi, bukan itu keadaan sebenarnya. Dan jika anda pernah mimpi seperti itu, itu urusan anda dengan nasib sial bin apes anda sendiri. Sebab, yang pasti kondisi Bung DA berbeda. Mengapa? Bung DA berada dalam posisi seperti menjadikan sebuah kenyataan menjadi mimpi. Lah..kebalik!? Lha ya, memang unik..

Berkumpul kembali dengan kawan-kawan ‘sealiran’ adalah hal yang selalu saya tunggu-tunggu. Tidak terkecuali dengan kawan saya penggemar Shaggy Dog dan Hoobastank tersebut. Luar biasa (sekali lagi) memang kawan saya yang satu ini. Kesetiaan pada idealisme sesosok soulmate dalam dirinya paling tidak telah mempengaruhi agenda perjalanan hidupnya. Saya menangkap kesan ia lebih memproritaskan ‘nyata’ itu bukan harus tepat waktu, tapi ‘nyata’ pada waktu yang tepat. Sangat arif sekali. Namun, ada hal yang unik dari kawan DA, apakah ketika berkomunikasi dengan soulmate­-nya itu ia menggunakan telepati atau kecanggihan teknologi? Sebab akan menjadi peristiwa amat langka (mungkin seperti peristiwa Nabi Musa mendapat 10 perintah Tuhan di bukit Sinai) jika anda melihat Bung DA menunggu atau bercengkerama dengan soulmate-nya itu. Ah.. Saya jadi malu sendiri dengan beberapa modus operandi saya dalam rangka untuk sekedar memperhatikan seorang gadis pujaan saya (yang sekarang sudah entah dimana) di koridor kampus pada jam istirahat kuliah. Sudahlah, tidak baik membicarakan diri sendiri..

Nongkrong di koridor depan gedung 1 Fikom Unpad dekat payung sosro saat jam istirahat kuliah adalah hal yang selalu saja menyenangkan. Betapa tidak, ratusan bunga-bunga indah nan menawan akan hilir mudik didepan hidung saya tanpa bisa saya menyentuhnya sedikitpun. Tapi tidak apa-apalah, sekedar bertegur sapa pun cukuplah. Tak perlu terlalu jauh karena saya juga belum tentu siap jiwa raga dan mental spiritual (sebuah pembenaran yang mungkin bagi anda sangat ‘diplomatis’ dan begitu konyol..), jika kemudian salah satu bunga wangi itu mengajak saya jalan-jalan. Namun bagi anda yang kebetulan lagi amat sangat beruntung hari itu, maka siapkanlah segala indera perasa anda untuk mencium aroma wangi keteduhan yang dikirim Tuhan lewat seorang hamba-Nya yang kebetulan melintas di depan kita. Bukan apa-apa, tapi setidaknya selepas itu anda akan jadi mengerti mengapa Bung DA sekarang telah menjadi amat bergairah dengan secara revolusioner merubah ‘agenda’ hidupnya melalui ‘peta konflik’ yang sangat dramatis. Luar biasa..

Sesuatu yang menggebu-gebu dan meledak-ledak suatu saat (mungkin human error) akan lepas kendali juga. Disinilah kemudian, kecerdikan seorang Bung DA dalam menganalisa itu. Dengan aktifitas hidup dan karakter yang bagi saya sangat hiperaktif, Bung DA telah berani menentukan balon (red: bakal calon, mengikuti gaya penulisan untuk menyebut calon kepala desa atau kepala dusun di kampung saya) belahan jiwanya sebagai peredam yang nyaman dan lembut. Tidak main-main, sebab kawan DA tidak sekedar menggunakan perasaan tapi juga analisis tentang keyakinan. Yah.. keyakinan yang mantap!! Saya jadi ingat dengan seorang kawan yang sekarang mulai hilang semangatnya. Karena beberapa waktu lalu ia mulai mengatakan bahwa faktor hoki adalah nomor satu dalam mendapatkan sesuatu. Mungkin kawan itu telah patah arang setelah sekian lama ikhtiarnya tidak sedikitpun menuai hasil. Saya jadi mulai berpikir untuk meminta Bung DA supaya lebih sering berbincang serius dengan kawan itu.

Api butuh air dan panas memerlukan sejuk. Kira-kira seperti itulah alasan kenapa belahan jiwa itu mesti ada. Alur kisah Bung DA kemudian terus berjalan mengikuti musim yang senantiasa berganti dengan wujud selalu sama. Perhatikan purnama yang mengintip penuh di puncak Geulis. Jangan pernah merasa kehilangan jika kita tidak bisa menikmatinya malam ini, sebab bulan berikutnya tentu ia kembali bersinggasana di sana dengan kecantikan yang serupa dengan malam ini. Bung DA di pergantian waktu pukul 00.00 adalah penjelmaan Gunung Geulis yang beratap langit tanpa awan. Pada posisi ini, maka kemunculan purnama tergantung pada kebijaksanaannya. Ah.. Memang, terlalu dingin Jatinangor pada musim kemarau ini. Namun, Gunung Geulis dengan purnama dan rerumputan sabananya tetaplah sebuah mata rantai. Eh sebentar.. hamparan rumput di sepanjang punggung Geulis? Ada apa ini? Ya.. Wujud rembulan bisa penuh atau sepotong seperti sabit dan pada waktu tertentu terlihat kecil. Kebersamaannya bersama Geulis selalu momentum, tapi hamparan rumputnya tidaklah seperti itu. Ia setia berdiam disana. Dalam segala suasana hingga mungkin ia akan mulai mengering (jika) pada suatu subuh saat embun terlambat datang.

Seorang bijak pernah berkata, bahwa untuk menguji karakter seorang lelaki sejati maka berikan ia kekuasaan. Menurut saya tidak salah, tapi kurang lengkap. Sebab adalah alternatif lain untuk mengujinya, yaitu dengan memberikan ia pilihan. Yah.. Sebuah pilihan buat lelaki itu, di mana pada ujungnya nanti ia harus mengambil satu pilihan saja (jika ia tidak mau melepas keduanya). Saat lafadz kita sudah bercengkerama dengan kata-kata seperti itu, maka sebenarnya kita sudah masuk pada fase membicarakan sebuah konsekuensi. Semua pilihan ada min plus-nya. Lumrah..

Segala damai datang saat dia menjelma. Kurasakan lagi sejuk dipeluknya. Halus tutur kata yang selalu tercipta. Mengundang naluri untuk sandarkan letihku ..

(Bidadari Kesunyian – by: Ahmad Band)

Kerinduan adalah sebuah dendam terhadap cinta yang merayap. Entah sudah berapa lama Bung DA telah ‘bermain-main’ dengan rindu dendamnya. Ribuan kilometer mengukir asa tentang sebuah anugerah yang memerah darah. Kegalauan yang terbakar namun tak pernah habis. Perempuan itu.. Dengan langkah selembut awan, bertiup dari kisi-kisi dedaunan yang mulai gugur di awal kemarau. Lalu, Bung DA adalah seorang pengelana yang tertidur melepas letih. Bukan.. bukan akan berhenti. Bung DA tetaplah seorang manusia dengan berbagai ‘anugerah’ yang diberikan oleh Tuhan. Terkadang sisi ego terlihat muncul saat Bung DA (entah sedang belajar atau memaksakan diri) seperti hendak ‘membuang’ sejauh-jauhnya segala rasa yang menghimpit tentang perempuan merona. Tapi, itulah jiwa.. itulah rasa.. dan itulah cinta. Meminjam kalimat pada iklan kawan jurnalistik yang saya pelintir sedikit, “sejauh kaki dipaksa melangkah, jejak perempuan itu malah akan semakin berbekas..”.

Menikmati segelas kopi (yang saya hutang di ibu Lo-tech) dengan sebatang rokok pemberian seorang kawan di kantin Fikom adalah salah satu suasana yang tepat untuk bertemu kawan DA. Tapak-tapak hari kemarin tentulah masih selalu berbekas buatnya. Namun ada yang menarik sebenarnya disini. Yakni tentang jiwa pada konteks membelah. Dari sebuah sudut pandang yang lain (yang mudah-mudahan tidaklah terlalu dungu..), saya beranggapan bahwa jiwa bolehlah satu, tapi belahannya tidaklah mesti satu juga. Saya pikir tidak begitu membingungkan. Ingat.. kawan DA adalah seorang ‘sutradara’. Ingat juga tentang hamparan rumput di Gunung Geulis itu. Sambil menunggu purnama, tanpa sadar Bung DA kemudian merebahkan diri di hamparan itu. Ia merasa nyaman. Ia merasa tenang. Apa tidak sekali-sekali, Bung DA datang dengan niat menjumpai rerumputan?

Ada yang ingin diucapkan angin pada kegelapan

Malam yang mengalirkan badai bunga

Ada yang ingin diucapkan angin pada dingin

Mungkin kegelisahan kuas yang gemetar

Pada bulan dan sepotong langit

Sebuah lukisan tak kunjung selesai

………………………………………………….

(sepotong sajak: Pelukis Asa (2) by: G. Sulye Jati)

Oh Tuhan Pemilik Jiwaku ini.. saya saat ini tiba-tiba menjadi begitu serius. Bung DA adalah pengelana misterius. Lalu, si juwita purnama adalah kode-kode rahasia untuk mengungkap jati diri Bung DA. Namun, apakah si hamparan rumput adalah kunci untuk memecahkan kode-kode itu? Agama yang saya yakini sama sekali tidak melarang ummatnya untuk mendapat dua atau lebih (sampai dengan empat). Tapi, ‘etika’ masyarakat modern akan mencerca perihal tersebut. Saya yakin Bung DA punya jawaban sendiri untuk pilihan yang akan diambil.

Jatinangor di fase perpindahan musim. Bung DA masih menganyam sebuah jala untuk menantang arus meraup mimpinya. Saya pikir (sekali lagi) bukan mimpi. Lebih cenderung kepada tekad untuk menjelmakan mimpi (yang sebenarnya sudah menjelma). Mungkin sekali-sekali saya harus memberanikan diri untuk bertanya kepada rembulannya Bung DA tentang musim ditahun ini. Entahlah..

Diakhir coretan ini, saya ingin membayangkan kembali. Jika saja suatu saat nanti Bung DA telah meyakinkan dirinya untuk mengalir. Maka, saya ingin sekali untuk berbincang-bincang dengannya. Ada ilmu yang harus saya timba dari Bung DA. Sungguh.. tapi, biar lebih enjoy, kenapa tidak jika harus ditemani dengan hidangan ‘jamu’? sebab saya merasa, bahwa nanti Bung DA akan membuat sebuah produk semacam ayam goreng Suharti atau Jamu Cap Ny. Meneer, dan produk Bung DA sendiri mungkin akan memakai gambar si juwita purnama itu? Entahlah.. tapi, ada baiknya juga nanti saya tanyakan langsung kepada Bung DA.

Dia masih saja sempatkan senyumnya

Meski bumi yang dia pijak lelahkan langkahnya ..

Belum cukup rasa yang kini tercipta

Baru saja dari sini wanginya masih tertinggal..

(Bidadari Kesunyian – by: Ahmad Band)

*Sang Petarung Kehidupan

Tidak ada komentar: